السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Minggu, 11 Juni 2023

Asal Kata Lalat dalam Bahasa Arab (Dzubab)


(Menilik Falsafah Lalat)

Halimi Zuhdy

Lalat dalam bahasa Arab disebut dengan Dzubab (ذُباب 🪰). Dzabbu (الذَّبّ) secara bahasa adalah menolak (الدفع), mencegah (المنع) dan mengusir (الطرد). Mengapa dinamakan Dzubab, karena setiap ia ditolak atau diusir, ia selalu kembali.
- وسُمي الذُباب 🪰 بذلك لأنه كلما (ذُبَّ) أي (دُفِعَ ومُنِع) رَجَعْ.
Lalat selalu dianggap makhluk yang menjijikkan, karena hidupnya pindah dari satu kotoran ke tempat kotoran lainnya. Makhluk ini selain dianggap menjijikkan, juga mengandung banyak penyakit, bahkan makanan-makanan selalu ditutup bila ia hadir. Kemudian diusir sejauh mungkin. Tetapi uniknya makhluk ini termaktub dalam Al-Qur'an;

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ ۗ اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗ ۗوَاِنْ يَّسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْـًٔا لَّا يَسْتَنْقِذُوْهُ مِنْهُۗ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ  

 “Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah” (QS Al-Hajj [22]: 73).

Allah tidak malu membuat perumpamaan lalat, ia makhluk yang sangat luar biasa, walau banyak orang yang meremehkannya. Ia mampu mengepakkan sayapnya 200-400 kali, ia bisa bermanuver sangat cepat melebihi kapal tercanggih mana pun. Ia mampu melahirkan banyak lalat-lalat lainnya. Mampu berpindah sampai 10 kilometer. Mempunyai sayap yang cukup dahsyat. Dan kelebihan lainnya, oh ia dalam penelitian, mata lalat ada dua dan masing-masing mata memiliki kurang lebih 4000 lensa yang mampu melihat hampir ke segala arah. 

Dalam falsafah Arab, lalat seringkali digunakan sebagai simbol atau metafora untuk menggambarkan beberapa konsep dan pandangan hidup. Kebersihan dan Pemurnian, meskipun lalat sering dianggap sebagai serangga yang tidak hygienis, konsep kebersihan juga terkait dengan lalat dalam pemikiran Arab. Dalam konteks ini, lalat dapat dianggap sebagai metafora untuk mencapai pemurnian dan penyucian diri secara spiritual. Seperti halnya lalat yang membersihkan dirinya dengan bulu-bulu halusnya, manusia diharapkan untuk membersihkan hati dan jiwa mereka dari kejelekan dan kesalahan.

Dan uniknya, lalat dikenal sebagai serangga yang sangat higienis. Mereka memiliki perilaku yang khas dalam menjaga kebersihan tubuh mereka. Lalat menggunakan bulu-bulu halus yang terdapat pada tubuhnya untuk membersihkan dan merapikan diri. Mereka juga sering menggosokkan kedua kakinya untuk membersihkan dan menghilangkan kotoran yang menempel pada tubuhnya.

Maka, sekecil makhluk yang namanya lalat, dan selalu dinggap menjijikkan, tetapi ia adalah makhluk yang sangat luar biasa. Bagaimana dengan diri kita yang dianggap makhluk sempurna (ahsani taqwin), tapi kalau tidak menggunakan akal, pikiran dan tidak berakhlak, maka mungkin lebih jelek dari yang namanya lalat, kalau lalat hinggap di kotoran ke kotoran (dunia), tapi bagaimana kita pindah dari kotoran atau bahkan membuat kotoran menuju kotoran lainnya?!. Ya Allah, jaga kami ya Rabb.

معجم الأخطاء المعاصرة 📚

Jumat, 09 Juni 2023

Khutbah Jum'at itu Sakral

Larangan-larangan ketika Khutbah Jum'at berlangsung

Halimi Zuhdy

Tak sedikit, ketika khutbah Jum'at dimulai, masih banyak yang bermain gawai, terkadang main game, atau masih asyik masyuk menulis (chattingan) di WA dengan temannya, main tik-tok, buka Instaqram, main YouTube dan lainnya. Bilal dicuekin, walau sudah menyampaikan "barang siapa yang berbicara, maka Jum'atannya sia-sia".  Barang siapa yang main-main kerikil atau megang kerikil, jum'atannya sia-sia, man massa al-hasha faqad lagha (Hadis Nabi).
Di antara inti dari shalat Jum'at adalah mendengarkan khutbah, karena di sinilah suara-suara persatuan taqwa diserukan, keimanan dikumandangkan, persatuan dirajut, bila menyia-nyiakan dianggap jum'atnya tak ada gunanya (laqha). Berikut beberapa larangan-larangan ketika khutbah dikumandangkan;

1. Larangan Berbicara saat Khutbah (berbicara)
Dalil: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ: (أَنْصِتْ) وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
"Jika kamu berkata kepada temanmu pada hari Jum'at, 'Diamlah!,' ketika imam sedang memberi khutbah, maka sesungguhnya kamu telah berbicara sia-sia." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Alasan: Khutbah Jum'at adalah momen penting di mana imam memberikan nasihat dan pengajaran kepada jamaah. Larangan berbicara saat khutbah bertujuan agar jamaah dapat fokus mendengarkan dan memperoleh manfaat dari khutbah tersebut.

2. Larangan melakukan sesuatu yang tidak penting;
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمْعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ, غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمْعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ, وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَى
“Barangsiapa yang berwudhu lalu memperbagus wudhunya kemudian dia mendatangi shalat Jum’at, dia mendengarkan khutbah dan diam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at ini dengan Jum’at yang akan datang, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang bermain kerikil, sungguh ia telah berbuat sia-sia.” (HR. Muslim).

3. Larangan Mengucapkan Salam saat Khutbah:
Dalil: Abdullah bin Salam radhiyallahu 'anhu berkata, "Saya pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sedang memberi khutbah pada hari Jum'at. Ketika itu, ada seseorang yang mengucapkan salam kepadanya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab salamnya kemudian melanjutkan khutbahnya." (HR. Abu Dawud)

Alasan: Khutbah Jum'at adalah waktu yang sangat penting dan mulia. Larangan mengucapkan salam saat khutbah bertujuan agar jamaah tetap memberikan perhatian penuh kepada khutbah dan tidak mengganggu konsentrasi imam dan jamaah lainnya.

4. Larangan Bermain atau Menghilangkan Perhatian saat Khutbah:
Dalil: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Jika engkau berkata kepada temanmu saat imam sedang memberi khutbah pada hari Jum'at, 'Diamlah dan dengarkanlah', maka sesungguhnya kamu telah melakukan tindakan yang sia-sia." (HR. Muslim)

Alasan: Khutbah Jum'at adalah waktu yang diperuntukkan bagi umat Muslim untuk mendapatkan pengajaran dan nasihat yang bermanfaat. 
hilangkan perhatian saat khutbah bertujuan agar jamaah dapat sepenuhnya memperoleh manfaat dari khutbah tersebut. Dengan tidak bermain atau menghilangkan perhatian, jamaah dapat fokus mendengarkan dan merenungkan pesan-pesan yang disampaikan oleh imam.

5. Larangan Membawa atau Menggunakan Gawai (Ponsel) saat Khutbah, tidak terdapat dalil yang secara khusus menyebutkan larangan membawa atau menggunakan gawai saat khutbah. Namun, larangan ini didasarkan pada prinsip menjaga khidmatnya suasana khutbah dan menghindari gangguan atau distraksi yang dapat terjadi akibat penggunaan gawai.

Alasan: Membawa atau menggunakan gawai seperti ponsel saat khutbah dapat mengganggu konsentrasi jamaah dan imam. Bunyi bel, notifikasi, atau aktivitas pada gawai dapat menciptakan gangguan dan mengurangi konsentrasi dalam mendengarkan khutbah. Oleh karena itu, disarankan untuk tidak membawa atau menggunakan gawai selama khutbah agar suasana khutbah tetap khusyuk dan terjaga.

Dan masih banyak larangan-larang lainnya; seperti Ittiba' yaitu duduk sambil memeluk lutut. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda yang artinya: “Rasulullah melarang dari duduk dengan memeluk lutut pada saat imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).

Imam Nawawi mengatakan larangan duduk memeluk lutut saat mendengarkan khutbah agar tetap terjaga dan tidak tidur. 

Allahu a’lam bishawab

Minggu, 28 Mei 2023

Asal kata Maghfirah (Ampunan)

Halimi Zuhdy

Membidik satu kata, seperti menelisik banyak kata, dan akan bertemu dengan berbagai kata yang seakar dengan asal katanya. Seperti kata Magfirah (ampunan) dan Istighfar (permohonan ampunan), maka akan mendapatkan kata yang seakar dengan maghfirah, yaitu mighfarah, ghufran, ghaffar, ghafir dan lainnya. 

Maghfirah (مغفرة) dan istighfar (استغفار) dari kata al-ghafr( الغَفر), yaitu tutup, menutupi dan menyembunyikan. Maka, tutup atau pakaian untuk kepala dalam bahasa Arab disebut dengan al-Mighfar (المغفر), yaitu pakaian dari besi yang diletakkan prajurit di bawah helmnya, untuk melindunginya dari hantaman senjata (seperti dalam gambar). Sebagaimana dalam hadis sahih riwayat Bukhari; "bahwa Nabi Muhammad  memasuki Makkah pada Fathu Makkah beliau memakai al-mighfar (penutup) di kepalanya". 

أن النبي ﷺ: (دخل مكة عام الفتح وعلى رأسه المِغْفَر).

Dan yang menarik, bila seseorang memohon Maghfirah Dzunub (ampunan dosa-dosa) seakan-akan memohon untuk menutupi dosa-dosanya (yastur dzunub), dan (menutupi dengan tabir-Nya) mengabaikannya dan tidak menghukum atau menyakitinya.

Kata Maghfirah adalah menutupi. Seperti doa "Allahummaf fir dzunubana", Ya Allah tutupilah dosa-dosa kami, atau sering diterjemah dengan ampunilah dosa-dosa kami. Apa yang dimaksud dengan Allah menutupi dalam kata ini?

Ada beberapa arti dari makna menutupi, yaitu menutupi keburukan atau kejelekan seseorang. Karena tidak ada manusia yang tidak punya cela, kejelekan atau keburukan, maka seseorang yang dapat maghfirah, adalah mereka yang ditutupi keburukannya. Atau juga menutupi dosa-dosa yang telah dilakukan seseorang. 

Betapa manusia dipenuhi keburukan, baik secara fisik atau dhahir. Kalau seandainya dibuka kulit yang menyelimuti tulang dan isi perut, maka akan tersingkap kotoran-kotoran fisik manusia. Belum lagi kotoran hati; iri, dengki, dan lainnya, yang seandainya dibuka, maka akan terlihat semua keburukannya. Belum lagi keburukan dari perilaku-perilaku manusia. Maghfirah min dzunub menutup dosa-dosa.


Memperbanyak istighfar, seolah-olah memohon kepada Allah untuk menutupi dosa-dosanya. Al-Mighfar 

An-Nuqayah Guluk-guluk, 28 Mei 2023

Sabtu, 13 Mei 2023

Seperti Biji Kopi, Dipanaskan, baru terasa lezatnya

(Terkadang berbahagia, orang yang didengki)

*Halimi Zuhdy

Orang yang didengki dan dibicarakan keburukannya sering kali dianggap sebagai pohon gaharu yang semerbak baunya menyebar karena dibakar, atau seperti biji kopi yang melalui proses pemanggangan, penumbukan, dan pemasakan untuk menghasilkan kelezatan yang dapat dinikmati. Meskipun pada awalnya mungkin terdapat penderitaan dan kesulitan, mereka akhirnya mampu menghadirkan manfaat dan kebaikan kepada orang banyak. 

وَإِذَا أَرَادَ اللهُ نَشْرَ فَضِيْلَةٍ طُوِيَتْ أَتَاحَ لَهَا لِسَانَ حَسُوْدِ
لَوْلاَ اشْتِعَالُ النَّارِ فِيْمَا جَاوَرَتْ مَا كَانَ يُعْرَفُ طِيْبُ عَرْفِ الْعُوْدِ

“Bila Allah berkehendak menyebarkan keutamaan yang tersimpan, maka Dia memberi kesempatan lidah pendengki untuk ikut menyebarkan. Seandainya bukan karena rayapan nyala api, maka wanginya kayu gaharu tidak akan diketahui” (Diwan Abu Tammam)

Orang yang didengki seringkali menjadi sasaran kecemburuan atau ketidakpuasan orang lain terhadap kesuksesan, kelebihan, atau prestasi yang mereka miliki. Mereka mungkin memiliki bakat istimewa, kecerdasan, keterampilan, atau kualitas pribadi yang menonjol, sehingga menimbulkan rasa iri atau tidak nyaman pada orang lain. Namun, sikap yang berbeda ini dapat menjadi berkah baginya, orang yang sebelumnya tidak mengenal kebaikannya, kemudian masyarakat tahu, bahwa ia tidak seperti keburukan yang dibicarakan orang. 
Seperti pohon gaharu yang semerbak baunya menyebar karena dibakar, orang yang didengki memiliki kemampuan untuk menghadirkan perubahan positif dan menginspirasi orang lain melalui kualitas dan prestasi mereka. Ketika mereka dihadapkan pada kesulitan atau kecaman, mereka tidak membiarkan hal tersebut meruntuhkan semangat mereka. Sebaliknya, mereka memanfaatkannya sebagai dorongan untuk menjadi lebih kuat dan mencapai kesuksesan yang lebih besar. Mereka berjuang melawan hambatan dan menjadikan pengalaman negatif sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02Q6ijrXSA1T163iP9HbLR5vhbMduE9mTxAm7gDNz63YeTsz5WkUCssSckVvuEMbDWl&id=1508880804&mibextid=Nif5oz

Selain itu, seperti biji kopi yang melalui proses pemanggangan, penumbukan, dan pemasakan untuk menghasilkan kelezatan yang dapat dinikmati, orang yang didengki juga mengalami transformasi melalui perjuangan mereka. Mereka belajar dari pengalaman-pengalaman sulit dan tantangan yang mereka hadapi, dan dengan tekad yang kuat, mereka berhasil mengatasi rintangan tersebut. Setiap penderitaan dan ketidakadilan yang mereka hadapi menjadi bahan bakar bagi mereka untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih memahami.

Lebih jauh lagi, ketika orang yang didengki memilih untuk tidak membalas kebencian atau kejahatan yang dilakukan terhadap mereka, mereka memperlihatkan integritas yang luar biasa. Mereka menggunakan kebaikan dan keadilan sebagai senjata mereka. Meskipun mungkin tergoda untuk membalas dendam atau melibatkan diri dalam siklus kebencian, mereka memilih untuk mempromosikan kedamaian, pengertian, dan persaudaraan. Dalam menghadapi cemoohan dan omongan buruk, mereka tetap menjaga martabat dan kebajikan mereka.

Dalam mengenalkan kebaikannya kepada orang banyak, orang yang didengki mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan teladan bagi orang lain. Keberhasilan mereka dan perjalanan hidup mereka yang penuh tantangan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang yang menghadapi kesulitan.

Kopi pahit, menjadi indah dan terasa lezat, bagi mereka yang merasakan perihnya ditumbuk dan dipanaskan. Lidah-lidah pendengki sering kali menyebarkan keburukan, tetapi terkadang menghasilkan kebaikan pada orang yang didengki.

***""
_Kajian-kajian Al-Qur'an, Mukjizat Al-Quran, Balaghah, Sastra Arab, Turast Islamiyah, Keagamaan,  Kajian Bahasa dan asal Muasal Bahasa, dan lainnya._

🌎 www.halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  Facebook *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy*

Senin, 01 Mei 2023

Pergeseran makna Halal bi Halal

(Mengurai Kata Halal)

Halim Zuhdy

Setiap bulan Syawal kata Halal bi halal menjadi tren dan trending di Nusantara. Kata bahasa Arab yang bukan susunan atau ungkapan Arab ini sangat unik untuk dicermati, walau berasal dari bahasa Arab, tetapi susunannya adalah Nusantara. Sebelum melihat pergeseran makna halal, mari kita urai arti kata halal.
Halal (حلال), adalah masdar (kata verbal/kata benda grundial) dari Hal-Yahillu. Kata yang terkait dengan kata Halal yang sering kita dengar adalah tahallul, hilal (tandu untuk perempuan), tahlil, muhallil, hillu dan hallu (waktu tahallul), hullah (pakain), ibnu halal (anak sah), al-sihru al-halal (permainan sulap), dan halal dalam hukum syariah adalah sesuatu yang diperbolehkan.

Dan kata yang terkait dengan "halla" adalah bermakna memerdekakan diri (حل من), bebas, solusi (حَل), berdiri (حل ب), berhenti (حل), tetap (حل عليه), dicairkan (حُل الجامد), melepaskan, benar, dan masih puluhan kata yang berasal dari kata ini.

Kata halal ini tidak hanya digunakan untuk makanan (yang selama ini hanya ditemukan pada logo halal), tetapi juga pada hewan, pakaian, muamalah, dan sesuatu yang terkait dengan hukum syariat. Maka kata al-syar’i ada yang memaknai adalah dengan kata al-halal (seperti di atas).

Syekh Ratib misalnya, “Mengapa harta halal disebut halal, karena ia sesuai dengan yang diharapkan jiwa, atau jiwa merasa senang dan tenang. Mengapa harta haram, disebut haram. Kerena ia menghalangi seseorang untuk bahagia”.

لماذا سمي المال الحلال حلالا، لأنه تحلو به النفس، والمال الحرام حراما لأنه يحرما السعادة.

Dan dalam Al-Islam;
سمي الحلال حلالا لانحلال عقدة الحظر عنه

Mengapa disebut Halal, karena mengurai dan melonggarkan (inhilal) tali/ikatan yang terlarang.

Dari beberapa kata yang terkait dengan kata halal di atas adalah, bahwa halal memberikan solusi, kemerdekaan/kebebasan, terurainya sesuatu yang terlarang, dan melepaskan sesuatu yang mengikat.
Rasulullah saw. bersabda, “Mencari sesuatu yang halal adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (H.R. Al-Thabarani dari Ibnu Mas’ud). Persoalan halal, bukan hal yang main-main dalam Islam, karena halal adalah bagian paling mendasar dalam agama. Sehingga kata halal disebut juga al-syari, yaitu syariat itu sendiri.

Mengapa harus halal?, agar mendapatkan ridha Allah, terjaga kehidupannya, mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan, dan memiliki akhlak yang baik.

Dalam hadits Nabi saw disebutkan, ”Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya).” (H.R. At-Thabrani).

. قال سهل بن عبد الله: “النجاة في ثلاثة: أكل الحلال، وأداء الفرائض، والاقتداء بالنبي -صلى الله عليه وسلم

Sahl bin Abdullah berkata, keberhasilan seseorang disebabkan tiga hal; mengkonsumsi yang halal, melaksanakan kewajiban dan mengikuti Nabi Muhammad.

Pergeseran Makna Halal bi Halal

Tradisi halal bi halal (الحلال بالحلال) adalah salah satu tradisi yang sudah lama dilakukan di Indonesia. Tradisi ini biasanya dilakukan setelah Hari Raya Idul Fitri, di mana keluarga, teman, dan tetangga saling mengunjungi dan saling memaafkan satu sama lain. Pada awalnya, tradisi halal bi halal lebih dikenal sebagai suatu upaya untuk mempererat tali silaturahmi dan memperbaiki hubungan antar sesama. Dan sejarah halal bi halal cukup banyak bisa dilirik di berbagai sumber. 

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, makna dan cara pelaksanaan tradisi halal bi halal telah mengalami pergeseran. Di era modern ini, tradisi halal bi halal lebih sering dijadikan sebagai ajang networking, baik dalam ranah bisnis, politik, maupun sosial. Banyak acara halal bi halal diadakan oleh perusahaan atau organisasi sebagai ajang untuk mempererat hubungan dengan karyawan, pelanggan, atau mitra bisnis.

Di tahun politik seperti tahun ini (2023-2024), adalah moment paling istimewa untuk mengadalan halal bi halal. Mengapa? Dalam konteks tahun politik, tradisi halal bi halal juga bisa menjadi momen yang tepat untuk mempererat hubungan antara sesama warga negara, apalagi di saat suasana politik yang cenderung memanas dan memecah belah. Tetapi, di sisi lain, ia menjadi momen konsolidasi massa, kampanye, dan lain-lainnya. 

Selain itu, pelaksanaan tradisi halal bi halal juga seringkali disertai dengan acara makan-makan atau pemberian souvenir, sehingga tradisi ini juga menjadi ajang untuk memperlihatkan kedermawanan atau kemakmuran seseorang atau sebuah organisasi.

Maka, tergantung pada panitia Halal bi Halal, mau dibawa kemana acara ini, tetapi ruh dari halal bi halal tidak boleh hilang, yaitu menghalalkan untuk  memberi maaf, dan orang yang dimintai juga menghalalkan untuk memberi maaf. 

Meskipun demikian, tradisi halal bi halal tetap menjadi suatu tradisi yang penting bagi masyarakat Indonesia. Meskipun maknanya telah bergeser, namun tradisi ini masih dianggap sebagai suatu ajang untuk mempererat tali silaturahmi dan memperbaiki hubungan antar sesama. Dan suasana fitri, jangan terkotori untuk berbagai kepentingan, agar pergeseran halal bi halal tidak terlalu jauh. 

Allahu alam bishawab.

Sabtu, 22 April 2023

Loh, Kok tidak Mudik

Halimi Zuhdy

"Loh, kok masih di Malang?!", Kata teman ngobrol di masjid. "Ustadz, tidak mudik?!" Pertanyaan yang bertubi-tubi, setiap ketemu orang. "Saya sudah mudik, tapi balik lagi ke Malang, ada tugas penting!".

"Tugas penting apa ustadz?", Ia tanya penasaran, "khutbah di Masjid Al-Ghazali Al-Hikam". Biasanya saya tidak pernah menerima khutbah Idul Fitri di Malang dan sekitarnya, karena sudah ada jadwal rutin di tempat lahir. Tapi, karena yang meminta pesantren, maka tidak bisa menolak, santri harus selalu "sami'na wa 'atha'na". Menundukkan kenyamanan pulang untuk bertemu bunga-bunga di desa, tapi menumbuhkan bunga-bunga lain untuk dibawa pulang, hanya menunda sebentar saja.


Sebenarnya hati lagi berkecamuk, ingat wajah orang tua yang tersenyum, pagi-pagi sudah bangun menuju dapur, memberikan suguhan yang paling nikmat untuk putra putrinya dan cucunya. Tapi, ditunda dulu. Dari sini hanya doa yang terpanjat, "Insyallah setelah hari raya pulangnya?!" Menyapa Umi lewat telpon, sebenarnya tidak tega pamet kepada beliau. Tapi, hati yakin, beliau tidak sedih, karena putranya lagi bertugas. Benar, beliau bahagia, walau tangannya tidak langsung saya cium setelah takbir di masjid bergema, karena anaknya lagi bertugas. "Cangkolang kakdintoh". 😞.

Beda lagi dengan anak-anak dan pendamping hidup , "kok balik lagi sih, gak seru tanpa Abi". "Sabar, hanya sebentar sayang" untung anak-anak sudah terbiasa ditinggal dan ritmenya sudah paham, maka wajahnya tetap bahagia, karena selalu diajari "kalau dipanggil guru, ustadz, kyai, harus sami'na wa atha'na, tidak boleh menolak selagi masih bisa, kalau tidak bisa, dibiasakan bisa agar terbiasa". Karena orang tua dan guru adalah zimat, buat mereka bahagia, insyallah hidup bahagia. 

Setelah khutbah, saya menemui Ibu Nyai Hasyim Muzadi (Nyai Mutammimah), "Yang khatib tadi ya?,monggo ke ndalem!", "Injih bu Nyai" saya sambut dengan bahagia. Di ndalem saya bertemu dengan Gus Edy Hidayatullah, Gus Arif Zamhari, dan beberapa keluarga ndalem. Dan di tempat itu dulu, saya ditunjuk oleh gus Achmad Shampton untuk menjadi wakil Gus Hilman (putra Kyai Hasyim, Almarhum), menjadi wakil Forum Komunikasi Pesantren (FKPP), belum dilantik, beliau dipanggil oleh Allah, akhirnya dengan "sami'na wa atha'na" menggantikan beliau. Allahumma yarham. Ngoprol asyik dengan Gus Edi, sampai lupa jam terus bergerak.wkwkw.

Alhamdulillah, pukul 07.10 menit langsung bergegas untuk mudik yang kedua, bersama motor kesayangan. Ngojek jadi pilihan agar cepat melesat, sudah rindu keluarga. Wkwkwk. Eh, karena masih kelihatan di Malang, ada yang silaturahim, tetapi sayang jajan lebaran masih terkunci, minuman belum redi🤩, tikar belum terhampar, wah nasib ditinggal istri. "Monggo, pinarak!" saya persilahkan, walau ketar-ketir, karena belum ada persiapan. "Sampun ustadz, cekap, mohon maaf lahir bathin". "Pangapunten, tulang kulo tidak di rumah, ngapunten sanget" hanya senyum yang saya berikan.wkwkw. "Maaf geh, insyallah nanti kulo silaturahim".

Cus. Pesan ojek online. Harapannya cepat melesat, eh kok yang muncul gambar ibu-ibu di aplikasi ojek. Ah, bahaya kalau saya dibonceng ibu-ibu, atau saya yang membonceng juga ayahab. "Ngapunten geh, kulo cencel" diaplikasi tidak ada alasan mencencel karena driver perempuan atau laki-laki, akhirnya milih salah pesan.wkwkw. Maaf geh. Yah ini, sudah Ramadan kok buat dosa lagi, kasian ia sudah senang.

Alhamdulillah aman. Kemudian mendapatkan ojek kedua, laki-laki. Cus, drivernya terbang, walau tidak disuruh terbang, ia kencang sekali, mungkin tahu saya terburu-buru, saya ingatkan "pelan-pelan pak". Menuju terminal Arjosari, padat merayap melewati jalan utama, orang kampung pada keluar semua untuk silaturahim. Sampai di terminal, ada beberapa bis tapi kosong penumpang, hanya beberapa orang, tidak berangkat-berangkat. "Bis tarif biasa, lewat tol" wah, ini kalau kelamaan tidak jadi halan-halan di kampung .wkwkw. Bukan lagi persoalan tarif biasa atau luar biasa kalau tidak berangkat-berangkat.wkwkw.

Alhamdulillah. Tugas sudah selesai. Kini menikmati bis menuju Surabaya, kemudian Mojokerto, dan Insyallah berikutnya ke tanah yang dirindu, Madura. Walau masih ada tugas berikutnya, menyelesaikan PAK.wkwwk. selamat mudik ria.

****

Mudik selain melestarikan budaya Nusantara, adalah menjalin dan mempererat silaturahim.

***
Halimi Zuhdy sekeluarga mengucapkan " 'Id Mubarok, Selamat Hari Raya Idul Fitri, Semoga Amal Ibadah Kita diterima oleh Allah swt, dan Kita diampuni segala dosa-dosa kita".

_Kajian-kajian Al-Qur'an, Mukjizat Al-Quran, Balaghah, Sastra Arab, Turast Islamiyah, Keagamaan,  Kajian Bahasa dan asal Muasal Bahasa, dan lainnya._

🌎 www.halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  Facebook *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy*

Kamis, 20 April 2023

Mengurai kata "Rukyah" dalam Hilal

Halimi Zuhdy

Beberapa statemen muncul membincang kata "Ru'yatul Hilal". Ada yang berpandangan bahwa kata Ru'yah adalah melihat dengan mata telanjang, inderawi (bil 'ain),  ada pula yang berpendapat kata Ru'yah adalah sebuah pendapat, pandangan, atau melihat dengan pikiran. Ada ru'yah bil ain (melihat, menyaksikan), ada ru'yah bil 'aql (melihat dengan pikiran), ada pula yang mengaitkan dengan kata  ru'yah adalah melihat dalam mimpi (ra'a fil manam).
Terjadinya perbedaan hari raya dianggap hal wajar, karena perbedaan pandangan. Pandangan dalam membaca kata Rukyah, dan pandangan dalam menyikapinya. Saya tidak punya kompetensi untuk berkomentar terkait dengan ilmu falak, karena sudah banyak dibahas oleh para ahlinya. Hanya, sedikit menambah komentar tentang kata ra'yun (rukyah), secara bahasa dan praktiknya dalam kalimat. 

Ru'yah berasal dari kata "ra'a -yara-ru'yatan" yang maknanya adalah melihat. Melihat dengan mata (bil ain). Maka, kata 'Riwayah' menceritakan apa yang dilihat, dan apa yang dipikirkan. Sedangkan kata Mir'ah yang berasal dari akar yang sama, bermakna cermin, berkaca (melihat dirinya dalam kaca). At-tariyah, perempuan yang melihat warna kuning setelah keluarnya darah haidnya. Rawiyah, ha'nya lil mubalaghah bermakna membawa, seperti perawi hadis dan lainnya. Riya', memperlihatkan pekerjaan pada orang lain. Rayah, bendera yang diperlihatkan pada orang lain. 

Rukyah dalam beberapa mu'jam adalah mengetahui sesuatu yang ada/terlihat (idrakul mar'i). Perbedaan dengan nadhar, kalau nadhar melihat dengan mata dan hati (Ibnu Sayyidah). Sedangkan dalam Al-Merjan, dalam keterangan tahqiq, bahwa Ru'yah adalah melihat dalam semua aspek, dengan  cara apa pun (mutlak), baik melihat dengan mata (bil ain al-bashirah), dengan hati (bi qalbin bashir), atau dengan rohani (ruanii), atau dengan imajinasi (takhayyal). 

Dalam Al-Qur'an, kata Ru'yah digunakan dalam beberapa makna, melihat dengan mata dalam surat An-nisa' (153), melihat dengan hati (Al-Isra'; 1), (Al-Takatsur; 5-7), (at-Takwir; 23), (Al-Najm; 13,14). Melihat dengan ruhani, spritualitas (al-Najm; 11), melihat dengan akal pikiran (Al-Haj; 18), melihat dengan inajinasi (Al-Ma'rij; 6). 

Bagaimana kata Rukyah dalam hadis Nabi berikut;
 حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ الْعَبْدِيُّ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْهِلَالَ فَقَالَ: «إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»

“Apabila kalian telah melihat hilal, maka berpuasalah. Apabila kalian melihatnya [lagi], maka akhirilah puasa. Apabila hilal terhalang awan, maka hitunglah menjadi 30 hari”

وحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللهِ بْنُ مُعَاذٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»

“Berpuasalah kalian sebab melihat hilal dan akhirilah puasa sebab kalian melihatnya [lagi]. Apabila hilal terhalang awan atas kalian, maka 
maka hitunglah menjadi 30 hari”

Maka, rukyah di sini adalah melihat dengan mata telanjang. Bukan berimajinasi. Karena ada kata ghamm (terhalang awan), yang pandangan mata terhalang dengan awan untuk melihat hilal. Maka, tidak mungkin dimaknai dengan melihat hilal dengan pandangan hati. Atau berimajinasi. Melihat hilal, menurut al faqir sangat sederhana, tidak usah menggunakan alat apa pun, kalau sudah tidak bisa terlihat, maka cukup melanjutkan dengan menggenapkan 30 hari. 

Apakah dipersyaratkan melihat dengan teropong atau alat penglihat lainnya, sehingga sebelum mata melihat, ia sudah tampak terlebih dahulu?, Yang jelas tidak, karena bahasa Ru'yah adalah melihat dengan wajar atau melihat dengan mata biasa. Andai sebuah negara miskin, tidak punya alat untuk melihatnya, apakah tidak puasa atau tidak hari raya? Tidak Kan?. Ini pikiran sederhana saja.

Selasa, 11 April 2023

Kyai Muzakki, yang Bahagia dan Membahagiakan

(Dosen Sastra Arab UIN Malang, hari ini dipanggil oleh Allah SWT)

Halimi Zuhdy*

"Mas, odek tadek se taoh, sepenting bisa  berkhidmah ka umat, insyallah berkah (hidup tidak ada yang tahu, yang penting bisa berkhidmah, insyallah hidupnya berkah)" kata Yai Muzakki di dalam mobil menuju arah Batu beberapa bulan yang lalu. Asyik ngobrol berdua sama beliu, sesekali humor khasnya keluar. 
Perjalanan tidak terasa jauh, karena setiap nasehatnya selalu diselingi guyonan khas Madura. "Saya alhamdulillah, sudah beli tanah di madura, nanti mau buat pondok dan sekolah, murah tapi berkualitas, dan ingin kembali ke Madura" kata-kata yang sering saya dengar dari beliau.  Keinginan-nya cukup besar untuk membuat lembaga, tujuannya hanya satu berkhidmah untuk ummah. 

"Tidak banyak yang bisa saya lakukan mas, yang penting bisa nemani guru, berkhidmah juga pada guru, seperti Kyai Masduqie Machfudh,  Kyai Marzuki, Kyai Isyraqun Najah dan lainnya" beliau diam, kemudian lepas lagi guyonannya "Maka, saya selalu usahakan kalau di Mergosono, sesibuk apa pun saya, secapek apa pun saya, pasti saya berangkat untuk ngaji di Diniyah". Saya merenung, ini luar biasa keistiqamahan beliau. Bahkan, ketika berada di tempat yang cukup jauh, dan beliau selamar dengan saya, beliau ngaji ke Mergosono. 

"Kalau saya ke gasek, berkhidmah pada Kyai Marzuki, saya hanya ingin keberkahan, kalau umur saya tidak panjang, atau saya tidak bisa berbuat banyak untuk anak-anak saya dan keluarga saya, maka siapa tahu dengan berkhidmah anak keturunan saya selalu diberkati oleh Allah, sholeh dan sukses dunia akhirat" Sudah sangat mafhum, Kyai Muzakki sangat dekat dengan Kyai Marzuki Mustamar, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, dan beliau juga menjadi pengurus PWNU. 

Saya kenal beliau sosok yang sangat gigih, tidak sedikit buku yang telah lahir dari tangannya, dan beberapa bukunya mejadi rujukan penting mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab yaitu Teori Sastra Arab, dan alhamdulillah saya juga berkesempatan menjadi editor beberapa bukunya. "Saya sangat senang menulis, terutama tentang stilistika dan semiotika Al-Qur'an, asyik, menyelami bahasa Al-Qur'an tidak pernah bosan".  Kata beliau saat itu, ngobrol di belakang Fakultas Humaniora. "Ini beberapa tulisan saya sudah ada di scopus Mas Halimi, doakan ya, tulisan saya berikutnya tentang  Ekspresi Eufimistik Seksual Al-Qur'an: Suatu Pendekatan Sosiolinguistik" 

Kyai Muzakki yang dari jauh sudah tampak gaya dan senyumnya ini, sangat dekat sekali dengan para santri, musyrif dan Murabbi. Kalau sudah berbicara tentang ma'had beliau sangat senang dan bersemangat, "Kalau murabbi dan musyrif senang, maka santri juga senang, karena mereka yang sehari-hari bergaul dengan mereka, maka saya ingin murabbi dan musyrif itu diberi beasiswa atau apalah, karena mereka ini juga bagian dari orang yang mamajukan kampus". Kata beliau beberapa tahun lalu, ketika baru diangkat menjadi Mudir Ma'had Al-Jamiah UIN Malang, sebelum Buya Badruddin Muhammad. 

Sosok yang dekat dan akrab dengan banyak orang ini, terutama orang-orang kampung, tidak pernah lelah untuk terus berdakwah. Terutama ketika awal-awal menjadi dosen UIN Malang, dan belaiu masih muda, selalu terjun berdakwah di Malang selatan, dan beberapa daerah terpencil lainnya, "Saya tidak bisa menolak Mas, kalau sudah diundang oleh orang-orang kampung atau orang di pelosok desa, apalagi juga kalau diperintah guru, insyallah saya berangkat". Kata beliau ketika itu saya baru diangkat menjadi Dosen UIN Malang, dan beliu juga yang menguji kelayakannya.

"Mas, jangan main-main kalau jadi dosen, yang tenanan kalau ngajar, mengajar itu amanah, kalau malas dan tidak benar-benar kasihan mereka, sudah jauh-jauh dari  berbagai daerah di sini tidak mendapatkan apa-apa". Kata yang cukup menghentak, dan dari ucapan ini saya mulai akrab dengan beliau. Walau tidak berguru langsung di kelas, tapi beliau banyak memberikan motivasi kepada dosen-dosen yunior di Prodi Bahasa dan Sastra Arab. 

Beliau ada di mana-mana, dan berkhidmat di mana-mana. "Mas di NU itu berkhidmah, bukan mencari duit apalagi ketenaran, karena tidak akan dapat itu semuanya, toh kalau dapat beberapa hal di atas  hanyalah tambahan, dan itu bukan tujuan. Tujuan utamanya adalah khidmah, yang kita harapkan adalah keberkahan". Sambil tersenyum dengan guyonan khasnya, beliau sampaikan di ruang DPRD Kota Malang ketika raker PCNU beberapa tahun silam, waktu itu beliau sebagai wakil syuriah, dan saya wakil ketua RMI. 
 
Beberapa hari yang lalu sebelum masuk ke ruang ICU, beliau Chat di WA, "Assalamualaikum, Ustadz, semestinya nulis buku itu saya dan Kyai Marzuqi.....berhubung saya sakit...maka besok yg presentasi perwakilan Tim ...pangapunten ustadz". Saya balas "mugeh-mugeh segera sehat Kyai". "Cokop panjenangan saos se oneng Ustadz..sopajah tak ngarepoteh dek cah kancah (cukup kamu saja yang tahu ustadz, agar tidak merepotkan teman-teman)". Kata terakhir pun, tidak ingin merepotkan banyak orang, selalu berusaha untuk menyelesaikan sendiri. 

Dalam sakitnya beliau masih terus berkarya, semangat untuk terus berbagi, terus menulis dan mengaji. Kami hanya bisa berdoa, Mudah-mudahan beliau, Dr. KH. Achmad Muzakki, MA, ditempatkan di sisi Allah, di tempat yang paling indah. Dan seperti doa beliau, hari ini beliau di antarkan ke Madura. Rahimahullah ta'ala

*Murid Dr. KH. Achmad Muzakki, MA

Kamis, 30 Maret 2023

Menganalisis Kata Takjil

Menelisik Kata Takjil 

Halimi Zuhdy

Kata Takjil (تعجيل) seringkali kita dengar ketika  bulan Ramadan saja. Dan kata ta'jil diartikan sebagai makanan pembuka berbuka puasa. Tapi, kalau kita analisis kata ini lebih jauh, kata ta'jil digunakan dalam banyak kegiatan ibadah dalam Islam bukan hanya dalam ibadah puasa saja. 

Ta'jil adalah melakukan sesuatu pada waktu yang dijadwalkan, atau melakukannya di awal waktunya. Seperti mengeluarkan zakat pada waktunya, dan orang yang berwudhu bersegera sholat di awal waktunya, dan jamaah yang bersegera keluar dari Mina. Dan dalam puasa, ta'jil adalah berbuka puasa pada saat adzan maghrib, atau bersegera berbuka puasa. Jadi, ta'jil bukan makanan pengantar berbuka (secara bahasa dalam bahasa Arab), tapi adalah menyegerakan berbuka puasa. 

Ta'jil (تعجيل) secara bahasa adalah bersegera (al-isra') , seperti kalimat "ta'ajjalaj syakhsu"  seseorang bersegera, yaitu: bersegera dan melakukan sesuatu sebelum waktunya, yaitu cepat-cepat dan meminta dengan segera. Dan kata 'ajalah (العجلة) bermakna tergesa-gesa, antonimnya adalah bathu (البطء) kelambatan, penundaan dan jeda, dan artinya: kecepatan. Kata yang memiliki asal kata yang sama seperti a'jlah (roda, sepeda), ajil (cepat, dunia). 

Ta'jil adalah kejadian atau perbuatan yang tidak memiliki keterangan waktu, tempat dan subjek  (masdar). Dalam bahasa Arab kata Ta'jil berarti "penyegeraan" atau "pemercepatan". Asal-usul kata ta'jil berasal dari akar kata ع ج ل (ʿ-j-l) yang memiliki arti "cepat" atau "segera". Kata-kata turunan dari akar kata ini, seperti aajil (عاجل) dan ajlah (عجلة), juga memiliki arti yang sama dengan ta'jil, yaitu "cepat" atau "segera".
Secara keseluruhan, ketiga kata ta'jil, aajil, dan ajlah memiliki hubungan yang erat dengan konsep "cepat" atau "segera" dalam bahasa Arab. Asal-usul beberapa kata di atas berasal dari akar kata yang sama, yaitu ع ج ل (ʿ-j-l), yang memiliki arti dasar "cepat" atau "segera".

Rabu, 29 Maret 2023

Menelisik Kata Sahur, Suhur dan Sihir

Halimi Zuhdy

Secara singkat, kata sahur (السَحور) adalah makanan yang dimakan di waktu sahur, sebelum subuh, atau ketika waktu gelap. Suhur (السُحور) adalah proses makan sahur di waktu gelap. Sedangkan sihir (السِحْر) melakukan sihir di waktu gelap, atau dekat dekat dengan pagi. 

Tiga kata tersebut berasal dari akar kata yang sama, yaitu "س-ح-ر" (s-h-r), yang berarti "gelap" atau "malam". Kata "sahur",  "suhur" dan "sihir" mengacu pada waktu yang gelap di mana orang-orang bangun untuk makan sebelum fajar. sedangkan kata sihir adalah memalingkan waktu dari gelap (malam) ke fajar (pagi). 
Kata "sahur" dalam bahasa Arab berasal dari kata "سحور" (sahur) yang berarti "makanan sahur" atau "makanan sebelum fajar". Kata ini sangat akrab sekali dengan orang-orang yang melakukan puasa, yaitu mereka makan sahur sebelum melakukan puasa di pagi harinya. 

Sedangkan kata "suhur" dalam bahasa Arab berasal dari kata "سحور" (suhur) yang memiliki arti yang sama dengan "sahur". Meskipun kedua kata tersebut sama-sama digunakan untuk merujuk pada makanan yang dikonsumsi sebelum fajar saat berpuasa, namun penggunaan kata "sahur" lebih umum digunakan di Indonesia dan Malaysia, sedangkan kata "suhur" lebih sering digunakan di Timur Tengah. 

Tetapi, kalau ditelisik lebih dalam sahur dan suhur memiliki makna yang berbeda. Seperti penjelasan singkat di atas. Sahur adalah makan di waktu malam menjelang pagi, sedangkan suhur adalah kegiatan makannya. 

السَحور الذي يتناول في السحر وأما السُحور التسحر آكل ذلك الطعام. 

Ada pula yang mengartikan, sahur adalah memalingkan atau berubah. Sahur adalah berubah dari lemah ke kuat, orang yang makan sahur yang sebelumnya lemah menjadi kuat. Dan juga berpaling atau menahan dari kelezatan dunia (jasadi, badani), menuju kekuatan rohani. 

ولا سيّما إذا كان للصوم ، فيصرف الى حالة روحانيّة وإمساك عن اللذّات البدنيّة.

Kata di atas berasal dari satu akar adalah mengalihkan dari apa yang merupakan realitas dan kebenaran kepada lawannya, seperti mengalihkan mata dari apa yang dilihatnya secara lahiriah kepada sebaliknya, dan mengalihkan hati dari apa yang dianggap kontradiksi.

Allahu'alam bis shawab

Selasa, 21 Maret 2023

Folklor Arab di Indonesia

Folklor Arab, atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai "adab sya'bi al-Arabi", adalah kumpulan cerita rakyat, legenda, mitos, dan dongeng yang diwariskan dari generasi ke generasi di dunia Arab. Kisah-kisah ini disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya selama berabad-abad, dan kemudian direkam secara tertulis.

 
Folklor Arab meliputi berbagai topik dan jenis cerita, termasuk kisah-kisah keagamaan seperti kisah-kisah dari Alquran dan Hadis, serta kisah-kisah tentang Nabi dan para sahabatnya. Selain itu, ada juga kisah-kisah tentang peri, jin, dan setan, serta kisah-kisah tentang pahlawan dan penjahat, serta cerita romantis. 

Salah satu jenis cerita dalam folklor Arab adalah "Alf Laylah wa Laylah", atau yang dikenal di Barat dengan nama "One Thousand and One Nights". Kumpulan cerita ini menceritakan tentang petualangan seorang wanita bernama Scheherazade yang menahan eksekusi dengan menceritakan cerita yang menarik selama 1.001 malam. 

 Selain "One Thousand and One Nights", ada juga kisah-kisah tentang "Juha", seorang tokoh yang sering muncul dalam cerita-cerita rakyat Arab, yang dikenal karena kebodohannya namun juga kearifannya. 

 Folklor Arab memiliki pengaruh yang kuat pada budaya dan kehidupan sehari-hari orang-orang Arab, termasuk di Indonesia di mana ada komunitas orang Arab. Cerita dan kisah-kisah yang terkandung di dalamnya terus diceritakan dan dinikmati oleh generasi yang lebih muda sebagai bagian dari tradisi dan warisan budaya mereka.

Membicarakan Foklor Arab yang ada di Indonesia hampir tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan persinggungan masyarakat arab dengan masyarakat Nusantara itu sendiri. Persinggungan masyarakat Nusantara dengan masyarakat berhubungan dengan sistem perdagangan yang sudah ratusan tahun terjalin, hal itu dapat dilihat dari jalur pelayaran (silk road) masyarakat arab dan masyarakat Nusantara. Persinggungan yang dimulai dari sistem perdagangan yang terjalin menjadikan berbagai pola kebudayaan masyarakat nusantara dan arab saling mempengaruhi. Terutama yang memberikan pengaruh yang kuat adalah agama Islam. 

 Agama islam yang dibawa oleh masyarakat pedangang arab dalam berbagai literatur sejarah islam nusantara melakukan berbagai adaptasi dengan kebudayaan lokal. Sehingga islam yang berkembang dapat diterima sebagai sebuah syariat dan budaya dengan berbagai modifikasi budaya yang ada. Sehingga yang terjadi adalah munculnya sistem kebudayaan islam nusantara yang kemudian menjadi ciri khas masyarakat islam diIndonesia. 

Masyarakat arab, terutama masyarakat Hadrami yang datang pada periode tahun 1800-1900 memberikan banyak pengaruh dalam berbagai kebudayaan di Nusantara. Terutama dalam hal makanan, pakaian, musik, Pendidikan dan lain-lain. Agama islam yang menjadi agama mayoritas yang di peluk oleh masyarakat Indonesia menjadikan berbagai pengaruh kebudayaan mudah untuk diterima. Gambaran-gambaran masyarakat islami yang dutampilkan oleh tokoh-tokoh dari Hadrami memberikan pengaruh yang kuat seperti dalam berpakaian, alat musik, nyanyian dan makanan.

Dalam berbagai acara perayaan yang dilakukan oleh masyarakat arab Hadrami kebanyakan menggunakan berbagai pola kebudayaan mereka yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat lokal, seperti dalam perayaan haul dan maulid Nabi Muhammad SAW dan lain-lain. Buku ini membahas baik secara historis tentang persinggungan kebudayaan masyarakat arab dan masyarakat Nusantara dalam berbagai bentuk seperti makanan, musik, alat musik, pakaian maupun berbagai pengajaran lewat paribahasa-paribahasa yang mereka tampilkan. 

Buku ini merupakan kajian diskriptif tentang foklor masyarakat arab yang ada di Malang meliputi makanan, alat musik, nyanyian, pakaian dan paribahasa sebagai media pengajaran budi pekerti. Dalam buku ini juga dibahas tentang sejarah, makna dan fungsi dari berbagai bidang foklor tersebut dan berbagai pola kebudayaan yang akulturatif dengan kebudayaan lokal nusantara. Sehingga foklor arab yang berkembang dalam masyarakat seakan-akan tidak menjadi milik dari masyarakat arab semata, tetapi menjadi milik masyarakat nusantara secara umum.

Sebagai sebuah buku yang menyajikan berbagai fakta-fakta diskripstif dari penelitian lapangan, tentu saja memiliki kekurangan. Hal tersebut karena kajian yang begitu luas yang mungkin luput dari perhatian peneliti. Namun buku ini diharapkan mampu menjadi jembatan bagi penelitian-penelitian kebudayaan masyarakat arab dan masyarakat islam Nusantara. Hal ini karena peneliti melihat masih sangat minimnya kajian tersebut baik secara antropologis maupun secara sosiologis mengingat begitu banyak kajian-kajian yang bisa dilakukan berdasarkan fakta-fakta antropologis maupun fakta sosiologis yang ada disekitar kita. 

 Ahirnya saya sampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang membatu dalam penelitian buku ini, terutrama dari teman-teman yang bersedia menjadi narasumber, dukungan keluaraga tercinta dan teman-teman yang membantu mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Selamat Menikmati. 

 Penulis Buku 
Anwar Masadi 
 Halimi Zuhdy

Selasa, 28 Februari 2023

Mengapa Menggunakan "ghazwul Fikr" tidak "Harb Fikr?"


Halimi Zuhdy

Dalam bahasa Arab terdapat beberapa kata yang merujuk pada arti peperangan, yaitu; qital (قتال), ma'rakah (معركة), ghazwah (غزوة), sariyah (سرية), harb (حرب), ihtilal (احتلال), adwan (عدون). Sedangkan yang merujuk kepada arti kata pemikiran, adalah; fikr (فكر), nadhr (نظر), aql (عقل), ra'u (رأي), dan beberapa kata lainnya.

Sedangkan arti fikr (فكر) adalah pemikiran. Maka, kalau digabungkan dua kata ghazwul dan fikri, menjadi ghazwul fikri bermakna perang pemikiran, serangan atau invansi pemikiran.
Dalam banyak tulisan kata ghazwul fikr lebih populer dari pada harbul fikri, mengapa?, Mari kita tilik perbedaan beberapa kata peperangan dalam bahasa Arab, terutama kata "ghazwah" dan "harb".

Dalam 'Inab Baladi, Ghawu adalah Invansi yang terbatas hanya pada kehadiran angkatan bersenjata negara penyerang di wilayah negara yang diserang, ghazwu tersebut mirip dengan situasi di Ukraina. 

 يعد الغزو مرحلة سابقة على الاحتلال، ويقتصر أثره على مجرد وجود القوات المسلحة للدولة الغازية بأراضي الدولة المعتدى عليها، وتستمر حالة الغزو ما دامت المقاومة مستمرة بين الطرفين، وهو ما يشابه الوضع في أوكرانيا أواخر شباط الحالي.

Al-Asykari dalam Furuq Lughawiyahnya, bahwa ghazwu (perang) terjadi di negeri musuh. Maka, kata ghazwu (perang) adalah peeprangan yang terjadi di negeri musuh dengan tujuan untuk merampas, mengendalikan, memgambil kekayaan dan lainnya. 

Berbeda dengan kata "Harb". Harb adalah perang kolektif, tidak satu arah, tapi saling berperang antara dua negara atau lebih, atau organisasi atau apa pun yang melibatkan banyak kepentingan. Perang adalah fenomena kekerasan kolektif yang terorganisir yang mempengaruhi hubungan antara dua atau lebih masyarakat, atau hubungan kekuasaan dalam masyarakat. 

الحرب هي ظاهرة العنف الجماعي المنظم التي تؤثر إما على العلاقات بين مجتمعين أو أكثر، وإما تؤثر على علاقات القوة داخل المجتمع.

Bila ditilik dari makna kata "ghazwu" di atas, maka ghazwu fikri adalah invansi atau serangan pemikiran pada orang lain, lembaga lain, negara lain. Dan ghazwu fikri dalam banyak definisi adalah "invasi intelektual" atau "invasi ideologis". Ini mengacu pada gagasan tentang ideologi atau cara berpikir asing yang menyerang dan memengaruhi kepercayaan, nilai, dan budaya suatu masyarakat.

Ghazwah fikr merujuk pada perjuangan pemikiran yang dilakukan oleh para pemikir atau aktivis untuk memperjuangkan atau menyebarkan suatu gagasan atau ideologi, misalnya dalam hal agama, politik, atau sosial. Sementara itu, "Harb fikr" merujuk pada konflik atau pertempuran dalam ranah pemikiran atau ideologi, di mana dua atau lebih kelompok berbeda berusaha untuk memenangkan ideologi atau pandangan mereka. "Harb fikr" dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti diskusi atau debat, namun juga dapat mengambil bentuk yang lebih serius dan merugikan seperti tindakan kekerasan atau terorisme. Tapi, kata "Harb Fikr" tidak banyak digunakan dalam berbagai refrensi, karena tujuan dari istilah perang pemikiran adalah pada satu arah,  misalnya barat melakukan ghazwul fikri. 

Karena perbedaan makna ini, kata "Ghazwah fikr" lebih sesuai digunakan untuk merujuk pada perjuangan pemikiran yang damai dan bertujuan untuk menegakkan suatu gagasan atau ideologi secara positif, tapi dampaknya lebih parag dan luas. Sementara Harb fikr lebih tepat digunakan untuk merujuk pada konflik atau pertempuran dalam ranah pemikiran atau ideologi yang mungkin melibatkan tindakan kekerasan atau terorisme.

Allahu'alam bisshawab

Jumat, 24 Februari 2023

Nama-Nama Dosa dalam Bahasa Arab

Halimi Zuhdy

Dosa dalam Islam memiliki varian nama yang berbeda-beda dengan berbagai makna, serta berbagai akibat dari perbuatan yang berbeda.

Dosa (dalam arti umum) tidak membawa pengertian dosa itu sendiri, ia dianggap dosa (dengan nama-nama tertentu) setelah melakukan suatu perbuatan dengan hukum tertentu yang melekat, demikian juga dengan ampunan dalam dosa tersebut.

Nama Nama Dosa Menurut Bahasa Arab dalam Islam ada beberapa nama untuk menyebutkan kata dosa, yaitu; al-Itsm (الاثم), adz-Dzanb (الذنب), al-Khathiah (الخاطئة), asy-Syar (الشر), as-Sayyiah (السيئة), al-Ma'shiyah (المعصية), al-Jurm (الجرم), al-haram (الحرم), al-Fisq (الفسق), al-fasad (الفسد), al-Fujur (الفجور), al-Munkar (المنكر), al-Fahisyah (الفاحشة), al-Khabt (الكذب), al-Lamama (اللمم), al-Wizr wats-tsiqal.

Nama-nama tersebut memiliki arti yang berbeda, hukum yang berbeda dan cara pengampunan yang berbeda. Dengan nama-nama yang berbeda, menunjukkan banyaknya perilaku manusia yang bermacam-macam dengan perbuatan yang dilanggarnya.

Dosa (istm ) menurut bahasa adalah melakukan tindakan yang tidak dihalalkan.

Dzamb sesuatu yang mengikuti, segala perbuatan yang menyalahi aturan Allah dan RasulNya akan mendapatkan balasan di dunia dan Akhirat,

Khatiah, bermakna kesalahan, yaitu sesuatu perbuatan yang menyalahi perintah Allah dan Rasulnya, dan terkadang bermakna dosa besar.

Fisq, artinya keluarnya biji kurma dari kulitnya, orang yang melampaui batas hukum-hukum Allah (Mu'jam Maani),

Ishyan, keluar dari ketaatan, menyalahi perintahnya. 

Dalam al-Qur'an termasuk untuk kata dosa juga banyak digunakan seperti khati'ah, zanbun, Ismun, Fisq, Isyan, 'Utwun dan fasad dan Kata-kata ini digunakan oleh al-Qur'an untuk menyatakan suatu sikap dan perbuatan manusia yang bersifat pelanggaran terhadap moral dan hukum Tuhan. 

Nama Nama Dosa Menurut Bahasa Arab Dalam al-Qur'an termasuk untuk kata dosa juga banyak digunakan seperti khati'ah, zanbun, Ismun, Fisq, Isyan, 'Utwun dan fasad dan Kata-kata ini digunakan oleh al-Qur'an untuk menyatakan suatu sikap dan perbuatan manusia yang bersifat pelanggaran terhadap moral dan hukum Tuhan. Walaupun al-Qur'an menyebutkan kata-kata itu dengan istilah yang berbeda-beda, namun perbedaan yang prinsipil tidak ada, secara umum artinya hampir sama.

Secara istilah dalam bebarapa kitab, para ulama berada pada satu pemahaman, bahwa dosa adalah perbuatan yang melanggar perintah Allah dan RasulNya, yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dita'ati, dan pelakunya memberikan sangsi (uqubat) baik di dunia dan di akhirat. Atau meninggalkan perbuatan yang sudah ditetapkan hukumnya oleh Allah dan RasulNya.

Dosa dalam berbagai variannya adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah, pelakukan akan mendapatkan sangsi baik di dunia dan diakhirat, karena ia bentuk pembangkangan terhadap perintah Sang Pencipta, yang telah menjadikannya berada di dunia untuk menta'ati perintahNya dan menjahui segala laranganNya.

Dalam bentuk apa pun dosa itu, tetap merupakan pelanggaran, baik dosa; kecil, sedang, dan besar, dan setiap pelanggaran ada sangsinya. Sangsinya Allah yang menetapkan, walau pada akhirnya hanya Allah dengan segala rahasianya yang memberikan keputusan terakhir; diampuni atau disiksa. Ada dosa yang diampuni dan ada dosa yang tidak diampuni, ini juga hak Allah, tetapi Allah dalam banyak Ayat al-Qur'an menyatakan; bahwa Allah maha pengampun, bagi orang yang memohon ampunan padaNya.

Apakah Islam tidak tegas dalam memberikan ampunan, ketika semuanya harus dikembalikan kepada Allah?.

Di sinilah keindahannya, bahwa yang ghaib (transenden) hanya Allah yang tahu, dan hanya keimanan seseorang yang dapat menangkap keghaiban itu, dan ujian keimanan seseorang jika ia percaya akan hal yang ghaib.

Apa saja Kategori Dosa

Dosa memiliki tingkatan yang beragam, dan kerusakan akibat dosa itu juga beragam, maka hukumannya di dunia dan di akhirat beragam. dasar dasar dari dosa itu dua, yaitu meninggalkan perintah (tark ma'mur) dan mengerjakan larangan (fi'l mahdhur).

Dosa dari berbagai aspeknya di atas, dapat dimasukkan sebagai berikut :

1.Menurut kadarnya , yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa besar adalah dosa yang dilakukan dan akan diberikan sangsi di dunia dan di akhirat (neraka). Sedangkan menurut Adh-Dhahak Dosa besar adalah dosa yang telah diperingatkan oleh Allah, berupa hukuman yang pasti di dunia dan siksa di akhirat.

Sedangkan menurut Sufyan ats-Tsaury, Dosa besar ialah segala dosa yang didalamnya terdapat kedhaliman antara dirinya dan orang lain. Sedangkan dosa kecil ialah yang di dalamnya ada kedhaliman antara dirinya dan Allah, sebab Allah Maha Murah hati dan pasti mengampuni. Dosa besar ada yang diampuni dan tidak diampuni, yang tidak diampuni berupa syirik (menyekutukan Allah), sedangkan yang bisa diampuni adalah selainnya. Di antara dosa besar, sebagaimana dalam al-Qur'an dan Hadist adalah: “Dan, orang-orang yang tidak menyembah sesembahan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.”(Al -Furqan: 68).

“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian kerjakan, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian.” (An-Nisa': 31). “Orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.” (An-Najm: 32).

Dan Letakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah terhadap ketakutan apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia catat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”. (al-Kahfi; 49)

“Jauhilah oleh kalian tujuh kedurhakaan”. Mereka bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim , melarikan diri saat pertempuran, menuduh wanita-wanita suci yang lalai dan percaya. Diriwayatkan oleh (Bukhari dan Muslim)

Dalam Islam yang termasuk dosa besar adalah syirik, berzina, membunuh, berputus asa dari rahmat Allah, mendurhakai orang tua, merasa aman dari ancaman Allah, menuduh orang baik-baik berzina, memakan riba, lari dari medan pertempuran, memakan harta anak yatim, dan lainnya, masih ada beberapa dosa yang dikatagorikan sebagai dosa besar oleh al-Qur'an dan Hadis.

Sebagaimana riwayat yang menceritakan bahwa Sa'id bin Jubair berkata, “Ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang dosa-dosa besar, apakah jumlahnya ada tujuh? Maka Ibnu Abbas menjawab, Jumlahnya lebih dekat dengan tujuh ratus macam. Hanya saja tidak ada istilah dosa besar selagi disertai istighfar, dan tidak ada istilah dosa kecil selagi dilakukan terus menerus. Segala sesuatu yang dilakukan untuk mendurhakai Allah, disebut dosa besar. Maka barangsiapa yang melakukan sebagian dari dosa itu, hendaklah memohon ampunan kepada Allah, karena Allah tidak mengekalkan seseorang dari umat ini di dalam neraka kecuali orang yang keluar dari Islam, atau mengingkari satu kewajiban atau mendustakan takdir.”

Sedangkan dosa kecil adalah pelanggaran atau kedzaliman yang dilakukan seseorang yang dapat diampuni oleh Allah dengan melakukan pertaubatan, tanpa melakukan tebusan. Dosa kecil seperti melihat aurat orang lain, dengki, marah, dan lainnya. Tetapi, menurut kebanyakan ulama tidak ada dosa kecil, karena dosa kecil yang dilakukan terus menerus dan diremehkan akan menjadi dosa besar.

2.Dosa jasadiyah (jasad) dan batiniyah (batin)
Dosa jasad adalah dosa yang dilakukan oleh tubuh manusia, seperti; mata, telinga, tangan, kaki, hidung, kemaluan, dan bagian tubuh lainnya. Misalnya dosa mata, ketika seseorang tidak mampu menjaga pandangannya dari kejelekan, mata yang seharusnya melihat penciptaanNya dan segala sesuatu yang dihalalkan, maka dengan melihatnya akan memberikan kekaguman akan ciptaanNya, dan bersyukur akan keberadaanNya.

Demikian sebaliknya, jika ia tidak mampu menjaga pandangannya (lahadzat), maka akan mendatangkan kemurkaan Allah, seperti; melihat kemaksitan, aurat orang lain, dan sesuatu yang dilarang untuk dilihatnya. Karena melihat di antara sumber bencana yang menimpa manusia. Sebagaimana dalam al-Qur'an dan al-Hadis yang menjelaskan seorang muslim harus menjaga pandangannya, agar tidak masuk perangkap syaitan.

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka buat. (An-Nuur: 30)

“Pandangan adalah panah beracun dari panah-pandah Iblis. Barang siapa yang menundukkan pandangannya dari keelokkan wanita yang cantik karena Allah, maka Allah akan mewariskan dalam hatinya manisnya iman sampai hari kiamat”.(Musnad Ahmad)

Sedangkan dosa batin, adalah gerak hati atau rasa yang tidak baik, seperti; hasad, dengki, sombong, kikir, egois dan lainnya. Dan dosa batin, juga harus ditinggalkan seperti dosa jasad sebagaimana dalam al-Qur'an: “Dan tinggalkanlah dosa dhahir maupun batin” (Al-An'aam :120).

Dan beberapa ulama berpendapat, bahwa dosa batin lebih berbahaya dari pada dosa dhahir, karena dosa batinlah yang membangkitkan hasrat untuk melakukan dosa-dosa besar, seperti; hasad, dengki dan amarah, yang dengannya bisa melakukan pembunuhan terhadap orang lain. Tetapi sebaliknya, jika ia mampu mengendalikan batinnya dari melakukan perbuatan dosa, maka seluruh tubuh akan menjadi baik, sebagai hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “…

Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah seluruh jasadnyadan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya.Ketahuilah, segumpal daging tersebuta dalah hati” (HR.Al-Bukharidan Muslim).

3. Dosa secara umum
Dosa secara umum terbagi menjadi empat macam: malikiyah, syaithaniyah, sabu'iyah, dan bahimiyah. Empat macam dosa ini dilihat dari segi sifat-sifat yang dilakukan manusia yang seharusnya sifat tersebut tidak dimiliki dan tidak digunakann oleh manusia yang beriman kepada Allah.

Dosa malikiyah adalah dosa yang dilakukan oleh seseorang karena mengambil kepemilikan sifat Tuhan yang tidak dapat dimiliki oleh manusia. Atau seseorang yang memperlihatkan perilaku yang tidak pantas baginya karena merupakan sifat Tuhan, seperti; merasa besar ('udhmah), sombong (kibriya'), angkuh (jabarut), memaksa (qahru), merasa tinggi derajatnya ('ulwu), mempertuhankan diri (isti'badul khalqi), dan beberapa sifat lainnya. Termasuk di dalamnya adalah dosa menyekutukan Allah, menyekutukan nama dan sifat-sifanNya dengan menjadikan Tuhan selainNya, dan menyekutukanNya dalam berinteraksi (muamalah).

Dosa menyekutukan (syirk) tidak diampuni oleh Allah, dan masuk katagori dosa besar. Dosa syaithaniyah adalah perbuatan yang menyerupai perilaku syaitan, atau sifat-sifat syaitan ia gunakan sebagai sifatnya. perilaku setan, seperti; dengki (hasad), kelewat batas (baghyu), menipu (ghasyu), dendam (ghullu), merayu (khada'), makar (makr), memerintahkan maksiat kepada Allah (bima'shillah), melarang berbuat taat kepada-Nya dengan segal tipu daya (nahyu thaath), serta mengajak melakukan bid'ah dan kesesatan (bida' wa dhalal).

Rabu, 22 Februari 2023

Simbol atau Tanda Qaf/قف

Halimi Zuhdy

Dalam Al-Qur'an sering kita lihat simbol قف (qif, qaf, waqaf) yaitu simbol untuk menandakan berhenti (lebih utama). Simbol قف atau وقف tidak hanya ada (untuk) dalam Al-Qur'an, tapi dalam kitab-kitab atau naskah turast (klasik) juga banyak ditemukan. Simbol قف memiliki beberapa faidah, antara lain:

 Sebagai tanda, bahwa teks (kalimat, opini) tersebut penting untuk diperhatikan oleh pembaca  atau orang ketika melihat bacaan tersebut ( kata yang bertanda قف) lebih menarik perhatian, maka penulis/pengarang menulis kata “قف/berhenti”. Mungkin, sama dengan kita hari ini diberi tanda tebal, atau stabilo.

 Dan وقف juga sebagai tanda Wakaf, banyak buku yang diwakafkan oleh pemiliknya untuk kepentingan umum, dan dalam banyak sering kita melihat bahwa mereka menulis dalam kitab/buku yang diwakafkan dengan kata (قف), dan saya perhatikan di beberapa manuskrip mereka menulis (قف) dan maksud dengan itu (وقف ). Yang membedakan kedua penggunaan simbol tersebut adalah konteksnya.

Ref; Al-Makhthuthat, Muhammad Nouri Al-Musawi

Minggu, 19 Februari 2023

Menilisik Kata Pengajian

(Pahami sebelum Berkomentar)

Halimi Zuhdy

Heran dengan kata bunda ini, "Saya melihat ibu-ibu itu ya, maaf ya, sekarang kan kayanya budayanya, beribu maaf, jangan nanti saya di bully, kenapa toh seneng banget ikut pengajian. maaf beribu maaf. Saya sampai mikir, iki pengajian iki sampe kapan to yo. Anake arep dipakapake. Ya dong,"
Mengaji dari kata me dan ngaji. Dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan; Mendaras (membaca) Al-Qur'an, membaca tulisan bahasa Arab, belajar atau juga mempelajari. Kata "mengaji" sama dengan "mengkaji" yaitu belajar; mempelajari, memikirkan, menyelidiki, memeriksa. 

Sedangkan kata "pengajian" dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengajaran (agama Islam): menanamkan norma agama melalui pengajian dan dakwah. Atau juga bermakna pembacaan Al-Quran. Sedangkan "pengkajian" adalah proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan (pelajaran yang mendalam). Jelas ya!

Istilah pengajian yang sudah sangat akrab dengan kita (orang Indonesia) adalah para bapak/ibu atau anak-anak atau pula jamaah yang datang ke suatu majelis yang di dalamnya dihadiri seorang kyai, ustadz atau dai untuk menyampaikan ceramah agama. Pengajian itu adalah belajar ilmu agama, atau ilmu-ilmu lainnya yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Tidak hanya dunia saja lo! Jelaskan!

"Pengajian itu kolot, meninggalkan banyak kewajiban di rumah", misalnya ada yang ngomong seperti itu. Tidak lo ya! Pengajian itu membantu umat untuk memperbaiki akhlak, bersilaturahim, menambah ilmu, menguatkan kebangsaan, menguatkan iman dan lainnya. Di zaman sekarang mungkin juga di istilahkan dengan seminar, workshop, kajian atau lainnya. Hanya saja, kalau menggunakan kata "pengajian" seperti kuno. Bukankan kata pengajian ini berasal dari bahasa kita sendiri?, Masak kata kita kuno. Ngaji dari bahasa Jawa Lo! 

Pengertian di atas masih terlalu umum. Coba kita selidik lebih dalam lagi. Apa asal dari kata "Ngaji"?, Ada yang mengartikan, bahwa kata "nga" adalah dari sanga atau songo, yaitu sembilan. Sedangkan "ji" adalah siji (ini perlu didalami lagi). Kata sanga (sembilan) itu merujuk pada sembilan lubang yang ada dalam diri seseorang, 2 mata, 2 telinga, 1 mulut, 2 hidung, dan 2 lubang kemaluan. Kenapa lubang sembilan?, karena lubang-lubang ini perlu itu dikaji, dingajikan, diberi arahan, agar tidak keluar dari fungsinya. Agar tidak melakukan kemaksiatan. Maka, harus ngaji (mengikuti pengajian). Kalau melulu kepentingan dunia, mana untuk akhiratnya?!.

Bila seseorang telah mengikuti pengajian, maka diharapkan setelah selesai dapat mengamalkan apa yang ada dalam kajian itu. Misalnya, ibu-ibu, setelah mereka pulang dari pengajian dapat mendidik putra-putrinya lebih baik, berkepribadian baik, berakhlak, beribadah kepada Allah, rajin shalat dan lainnya. Demikian juga bapak-bapak, lebih sayang sama istrinya, anak-anaknya, dekat sama Allah, agamanya bagus, dan lainnya. Jelas Ya!.

Maka, mengaji sama dengan mengkaji. Mengaji tidak hanya membaca Al-Qur'an, dan pengajian tidak hanya mendengarkan ceramah agama saja, tetapi bisa berdialog, berdiskusi, dan juga bisa mengkaji agama lebih dalam. Oh ia, pengajian itu ciri khas Nusantara lo.

Yang banyak meninggalkan anak-anak sampai tidak terawat itu karena sering mengikuti pengajian atau karena ibu-ibu bekerja, menjadi ini dan itu?! Mari kita koreksi bersama-sama🥰. Maaf ya, tidak menyinggung siapa-siapa, hanya introspeksi diri sendiri saja. 

Allahu'lam Bishawab.

Sabtu, 11 Februari 2023

Permintaan Ashabul Kahfi Setelah Berada di dalam Gua

 (Menelisik Makna Ar-Rusyd dalam surat Al-Kahf)

Halimi Zuhdy

Perayaan besar sering dilakukan raja Dekianus. Pesta pora, menyembah berhala dan berkorban atas berhala-berhala yang disembahnya. Semua rakyat keluar atas titah sang raja, untuk mengikuti perayaan besar. Beberapa pemuda memisahkan diri, tidak mengikuti pesta kemaksiatan dan kemungkaran itu, tapi ada yang tahu keberadaan mereka dan diadukan pada raja Dekianus. Raja pun memanggil beberapa pemuda itu, mereka datang menghadap raja, tapi mereka malah berdakwah dan menolak untuk menyembah berhala. Raja Dekianus marah besar, karena disuruh menyembah Allah swt. Prajurit pun dipanggil untuk membunuh para pemuda yang membangkang itu. 
Itu adalah kisah awal Ashabul Kahfi (penghuni gua al-Kahfi). Tujuh pemuda yang mempertahankan akidahnya, menentang kemungkaran dan kemaksiatan, dan berdakwah atas nama kebenaran. Ketika mereka diburu untuk dibunuh oleh prajurit Dekianus, mereka menemukan gua (al-kahf). Ketika berada di gua inilah, beberapa permintaan diajukan kepada Allah (berdoa). Apa doa yang mereka pinta padaNya?. Apakah mereka meminta agar bisa bertahan di gua itu?, Atau mereka minta dibuat tertidur lama sampai ratusan tahun?,.atau meminta diselamatkan dari kejaran para prajurit raja?. Atau mereka meminta kekuatan dan kemenangan?
Tidak, mereka tidak meminta ditidurkan, mereka juga tidak meminta pertolongan (an-nashr), tidak pula meminta kemenangan (dhufr) dan kekuatan (tamkin) dan lainnya. Mereka meminta (berdoa) dengan doa yang sangat sederhana, tapi luar biasa, yaitu agar diberikan "Ar-Rusyd". 

{ إِذۡ أَوَى ٱلۡفِتۡیَةُ إِلَى ٱلۡكَهۡفِ فَقَالُوا۟ رَبَّنَاۤ ءَاتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةࣰ وَهَیِّئۡ لَنَا مِنۡ أَمۡرِنَا رَشَدࣰا }
(Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” [Surat Al-Kahfi: 10]

Dan permohonan yang sama, juga diminta oleh Jin ketika mendengar al-Qur'an pertama kali "Yahdi ila Rusydi". Demikian juga ketika Nabi Musa bertemu dengan orang shaleh, juga meminta satu perkara yaitu Al-Rusyd "mimma ullimta Rusyda". Dan dalam Al-Qur'an sangat banyak kata Rusyd ini, dan diartikan dengan petunjuk. Tapi, apa perbedaan kata "Rusyd" dan "Hidayah"?..menarik bila ditilik lebih jauh perbedaan dua kata yang diartikan sama (petunjuk), tapi pada hakekatnya memiliki maksud yang berbeda. 
Kira-kira, apa arti dari "rusyd, petunjuk" yang diminta oleh Ashab Al-Kahfi tersebut?. Rusyd adalah (1) sadad (tepat, mengenai sasaran, benar), (2) ishabah wajh haqiqah (menemukan kebenaran), (3) as-sair fittijah al-shahih (bergerak menuju kebenaran).

Menarik permintaan As-habul Kahfi ini. Para pemuda yang -biasanya- seumurannya suka berpesta dan berfoya-foya, tidak terlalu peduli dengan agama, berbeda dengan para pemuda yang dijaga oleh Allah, di antaranya ada pemuda ini. Permintaan mereka bukanlah kekuasaan untuk melawan diktator, atau ketenangan, kekayaan dan kekuatan, tetapi permintaannya adalah Al-Rusyd (petunjuk yang lurus). Karena mereka paham, bahwa dengan rusyd semuanya akan tercapai, kebahagiaan di dunia dan akhiratnya. Dan Allah memberikan banyak kebaikan (khairan adhima). 
Allah dalam Al-Qur'an menasehati kita;

{ .... وَقُلۡ عَسَىٰۤ أَن یَهۡدِیَنِ رَبِّی لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَـٰذَا رَشَدࣰا }
 dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” Ibrah dalam Ayat ini, dengan rusyd, perjalanan dipersingkat dan dimudahkan, diringankan dari berbagai penderitaan, keberhasilan yang terus bergulir. Dan hal ini akan terjadi, jika Allah sebagai Walian Mursyida, Allah yang membimbing dan memberi petunjuk. 
‏وعندما يهيئ المولى سبحانه وتعالى أسباب الرشد لنا، فإنه قد هيئ لنا أسباب الوصول للنجاح الدنيوي والفلاح الأخروي.
Ketika Allah menyediakan sebab-sebab rusyd (petunjuk, bimbingan) pada kita, maka Allah juga menyiapkan dan menyediakan sebab-sebab keberhasilan pada kita baik keberhasilan di dunia dan di akhirat.  
فاللّهمّ هيئ لنا من أمرِنا رشداً🤲

****
Kata Al-Rusyd dalam beberapa mukjam bermakna; petunjuk dan istiqamah. Jalan lurus. Ketepatan dalam melakukan sesuatu. Kedewasaan. Bimbingan. Akal dan beberpa makna lainnya. Dan khalifah yang empat, dinamakan dengan khalifah al-rasyidin. 
-Mudah-mudahan selanjutnya dapat mengkaji perbedaan Hidayah dan Rusydd

Minggu, 05 Februari 2023

Menelisik Asal Usul Kata Nahdlatul Ulama (NU) dalam Bahasa Arab

Makna NU#1 (Nahdlah)

Halimi Zuhdy

NU adalah singkatan dari Nahdlatul Ulama (dengan transliterasi lain; Nahdhah al-Ulama, Nahdla al-'Ulama, Nahdhatul Ulama). Nahdlatul Ulama secara bahasa diartikan dengan kebangkitan ulama. Tapi, tahukan kalian bahwa kata "Nahdlah" ini bukan hanya memiliki arti bangkit, tetapi memiliki sejarah tersendiri dalam bahasa Arab.
Mengapa kata "Nahdlah" yang dipilih oleh para pendiri NU? Mengapa tidak menggunakan "Izdihar, Taqaddum, Rif'ah, Majdu, Numuwwu, Nuhudh" atau kata lainnya yang senada (sinonim, mutaradifat) dengan kata Nahdlah.?. Alasan ini dapat dicari dalam tulisan panjang tentang Nahdlatul Ulama, karena penulis hanya akan mengkaji secara singkat tentang kata Nahdlah. Dan "alasan" penggunaan kata ini, pastilah sangat menarik bila ditilik lebih jauh. 

Kata Nahdlah (نهضة) adalah kata tunggal (mufrad), dan jamak-nya adalah Nahadlat (نهَضات) dan Nahdlat (نهْضات). Dalam Mu'jam Al-Ma'ani kata Nahdlah bermakna; thaqah, طاقة (energi, kekuatan, kapasitas, kemampuan, kapabilitas, kecakapan), quwwah, قوة (kekuatan, kekuasaan, tenaga, potensi, otoritas, kesanggupan). Juga bermakna al-Wastbatu fi sabili taqaddum al-Ijtima'i wa ghairihi (lompatan demi kemajuan sosial dan lainnya, atau melompat dengan cepat). 

Selain makna di atas, kata Nahdlah juga bermakna harkah (حركة), yaitu pergerakan, kelincahan, aktifitas. Dan bermakna himmah (همة), yaitu keinginan yang besar, hasrat, semangat, tenaga, kekuatan, vitalitas dan ambisi. Bila menggunakan wazan mufa'alah (مناهضة), maka bermakna haraba wa muqawamah (bangkit melawan penindasan dan tirani). 

Dari kata-kata di atas, dengan semua derivasinya menunjukkan makna bergerak, kuat, semangat, bangkit, dan lompatan untuk maju dan menjadi hebat. Mungkin, ini di antara alasan mengapa NU menggunakan kata Nahdlah (Allahu'alam bisshawab). 

Kata "Nahdhah" sangat populer di Arab, seperti An-Nahdhah Al-Arabiyah (Kebangkitan Arab), dan kata ini juga digunakan dalam politik, akademik, keamanan dan lainnya, seperti Nahdhatul Adab al-Arabi (kebangkitan sastra Arab). 
النَّهْضَةُ العَرَبِيَّةُ : الاِنْبِعَاثُ، الاِرْتِفَاعُ، التَّجَدُّدُ، التَّقَدُّمُ بَعْدَ التَّأَخُّرِ وَالاِنْحِطَاطِ عَرَفَتِ البِلاَدُ نَهْضَةً عِلْمِيَّةً
Kebangkitan Arab: kelahiran kembali, kebangkitan, pembaharuan, kemajuan setelah kemunduran, negara mengalami kebangkitan ilmiah. (Al-Ma'ani). 
عصر النَّهضة الأوربيّة: عصر التجديد الأدبيّ والفنيّ والعلميّ ابتدأ في إيطاليا وعمَّ أوربا في القرنين الخامس عشر والسادس عشر
Renaisans (kebangkitan) Eropa: Era pembaruan sastra, seni, dan sain yang dimulai di Italia dan menyebar ke seluruh Eropa pada abad ke-15 dan ke-16. (El-Ma'rifah)

Kata Nahdlah dalam NU, bila ditilik dari Asr Nadhah di atas, adalah kebangkitan tidak hanya pada tataran akademik saja, tapi juga sain, teknologi, sastra, seni dan lainnya. Dan ini menjadi harapan An-Nahdiyun (warga NU), bagaimana Indonesia di bawah organisasi yang sudah mencapai 1 Abad ini akan ada kebangkitan dari berbagai aspek. Bimasyiatillah.

Dalam Kamus Al-Ghina, Ar-Raid, dan Al-Wasit kata "Nahdlah" secara etimologi adalah bangkit dari tempat duduk (qiyam), siap-siap (isti'dat), berdiri dengan cepat, bangkit dengan gesit, bergerak dan bersegera. Dalam El-Ma'rifah bila menilik kata Nahdlah, maka akan ditemukan kata Asr Nahdhah (masa kebangkitan, Renaissance), An-Nahdhah (Renaisans) dalam arti spesifiknya adalah gerakan untuk menghidupkan kembali warisan masa lalu (ihya al-turas al-qadim), tetapi dalam arti yang lebih luas, an-Nahdlah adalah ibarat dari kebangkitan masa lalu dari berbagai aspeknya; seni, sastra, ilmu pengetahuan, studi, dan perubahan yang menyertainya dalam kehidupan sosial, ekonomi, agama dan politik.

Mungkin ada yang bertanya, mengapa NU dinamakan Nahdlah (kebangkitan), tetapi tetap mempertahankan yang lama (tradisi, bahkan dikesankan tradisional)?. Lah, inilah keunikan NU, dengan kalimat yang sering disampaikan para kyai dalam pengajiannya, "al-Muhafadhotu 'ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah, Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik". Bangkit, tidak menghilangkan sesuatu yang baik, bergerak tidak harus meninggalkan sesuatu di belakang, bergerak dan maju adalah sebuah keniscayaan bagi sebuah kebangkitan. 

Sebelum disepakati nama Nahdlatul Ulama,  para ulama hampir menyepakati nama "Nuhudh" (bangkit), yang merupakan masdar dari kata nahada-yanhadu-nuhudh wa nahdh. Mengapa tidak dipilih kata "Nuhudh" walau memiliki arti yang sama "bangkit"?. Alasannya, karena kata nuhudh dianggap bangkit tapi secara personal (sendiri-sendiri, secara individu). Berbeda dengan nahdlah yang bermakna bangkit dan bergerak. Dan bergerak tidak sendiri-sendiri, tapi bergerak bersama untuk maju. Dalam kata nahdhah ada harkah (gerak, bergerak) dan juga bersama, demikian kata Kyai Miftah dalam laman Republika. Yang mengusulkan nama Nahdhah, kata Kyai Miftah adalah Sayyid Alwi bin Abdil Aziz.

Kata "Nahdhah" sendiri memiliki sejarah panjang, sepanjang perjalanan dunia, baik di Barat atau di Timur, demikian juga dengan sejarah perjalanan keagamaan, pemerintahan dan perpolitikan di Indonesia. 

****
Berikutnya, insyallah akan ditilik secara bahasa dan secara filosofis kata "Ulama". 

*Dr. Halimi Zuhdy*
_Pengasuh PP. Darun Nun, Ketua RMI NU Kota Malang, Dosen Sastra Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang_


***

Sejarah NU, Asal Usul Nama NU, Makna Nahdhatul Ulama, Arti Kata Nahdlahtul Ulama

Kamis, 02 Februari 2023

Rahasia dalam Keunikan Bacaan Al-Qur'an (Gharaib Al-Qur'an)

Rahasia dalam Keunikan Bacaan Al-Qur'an (Gharaib Al-Qur'an)

Halimi Zuhdy

Qira'ah (bacaan) dalam Al-Qur'an terkadang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang dibangunnya (seperti dalam Ilmu Tajwid), hal ini tidak dianggap menyimpang dari kaidahnya, tetapi sebuah keunikan (gharaib) yang membutuhkan perhatian khusus. Dan juga membutuhkan latihan khusus dalam membacanya, karena membacanya tidak seperti kaidah yang ada.
Uniknya, setiap gharib Al-Qur'an bukan hanya sekedar keunikan, ia memiliki banyak asrar (rahasia) yang perlu selidik. Rahasia ini diungkap beberapa ulama bahasa Arab, ulama sastra dan juga ahli qira'at. Seperti pembahasan dalam vedio sebelumnya (dalam youtube Lil Jamik), kalimat "Irkam ma'ana" (اركب معنا) kalau mengikuti kaidah ilmu tajwid, maka dibaca dengan "Irkab" (qal-qalah, memantul), bukan dibaca idgham (memasukkan huruf Ba' pada huruf Mim). Ba'nya diidghamkan pada mim. Dan ini tidak biasa.

Uniknya, tidak hanya sekedar bacaannya yang diidghamkan (dimasukkan), tetapi ada rahasia di balik hal tersebut, di antaranya adalah; sebuah gambaran betapa Nabi Nuh dalam kondisi resah dan gelisah, dan juga bersegera. Ia melihat putranya yang berada di gelombang air bah yang dahsyat, ia memanggilnya dengan penuh sayang (ya bunayya) tetapi dengan cekatan dan bersicepat. Segera (cepat-cepat) di sini adalah gambaran dari kata "Irkamma'ana" (meninggalkan huruf qal-qalah), betapa Nabi Nuh ingin anaknya segera naik ke dalam perahu bersamanya agar selamat dari air bah. Dan dalam Ayat ini juga seakan-akan ada suara sedih (ranin), "kammmm", seolah-olah ada kesedihan dengan melihat putranya yang membangkang pada Allah swt. 

Yang juga perlu dipahami, tidak semuanya yang dianggap gharib adalah gharib menurut pendapat lainnya, gharib yang penulis sampaikan adalah dalam Qira'ah Imam Hafas (yang banyak digunakan di Indonesia dan beberapa negara lainnya), setiap bacaan ada marja'nya (bersanad) dan cara membacanya butuh talaqqi (belajar khusus) kepada guru atau qari yang sudah sudah mendapatkan ijazah. 

Memahami simbol-simbol memang tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut, akan banyak sudut yang berbeda dari pandangan berbeda ini wajar. Dalam qira'ah (bacaan) dalam Al-Qur'an ada tujuh pendapat (aliran, qiro'ah), atau bahkan lebih. Tapi, yang masyhur adalah Qiraah sab'ah, yaitu; Imam Nafi’ bin Abdurrahman (w. 169 H). Imam Abdullah bin Katsir (w. 120 H). Imam Abu Amr, Zabban bin Al-Ala’ Al-Bashriy (w. 154 H).  Imam Abdullah Ibnu AmirAl-Syamiy (w. 118 H). Imam Ashim bin Abi Al-Najud Al-Kufiy (w. 128 H).  Imam Hamzah bin Al-Zayyat (w. 156 H). Imam Ali bin Hamzah Al-Kisa’i (w. 189 H). 

Menariknya, dari setiap katagori memiliki alasan masing-masing. Dan yang dianggap Gharib (khusus, unik, berbeda) juga memiliki rahasia tersendiri, hal ini sudah sangat banyak dikaji oleh para ulama qiro'ah. 

Al-Qur'an laksana mutiara, yang tidak akan pernah purna dikaji dari berbagai sisinya, dan selalu memberikan kemilaunya. Dan yang paling penting dari sekian kajian itu adalah bagaimana berusaha untuk mempraktikkan (mengamalkan) pesan-pesannya, dan menjauhi larangannya. 

Allahu'alam bishawab

Minggu, 22 Januari 2023

Menelisik Arti Putra Nabi Ya'qub

(Ruben, Levi, Yusuf, Yehuda, Simon, Benyamin dan Dina)

Halimi Zuhdy

Setiap nama yang hadir ke muka bumi, pastilah memiliki arti atau makna. Dan setiap nama yang hadir memiliki rahasia, peristiwa, dan sejarah tersendiri. Ia tidak pernah hadir secara tiba-tiba, kemudian hilang. Apalagi, nama-nama yang terekam dalam kitab suci, kitab kejadian dan buku sejarah. Berikut, penulis mengintip beberapa nama yang cukup masyhur di dunia yang berasal dari putra-putri Nabi Ya'qub. 
Benyamin adalah putra Nabi Ya'qub (Jacob), saudaranya Nabi Yusuf, dan ia merupakan anak ragil dari 12 bersaudara. Benyamin berasal dari bahasa Abariyah (Ibrani). Nama ini terdiri dari dua kata yaitu "ben" dan "yamin". Ben dalam bahasa Arab adalah Ibnu (ابن) dan yamin adalah kanan (يمن). Maka, Bunyamin adalah anak tangan kanan, yaitu anak kesayangan, anak berkah dan yang dipercaya. 

Bagaimana dengan Levi atau orang menyebutnya juga Lawi?. Dan yang menarik, celana Jeans dengan merk Levi's berasal dari kata ini, benarkah?, Bisa benar, bisa salah. Lawi (Lavi) bin Ya'qub adalah putra ke tiga, setelah Ruben, Simon kemudian Lavi (Lawi). Bila ditilik lebih jauh, arti kata Levi adalah menggabungkan (مجامعة). Dari Levi lahir keturunan Nabi Musa dan Nabi Harun. Dan selain kesalehannya, keturunan ini dikenal dengan klan yang tegas dan kuat. 
Berikutnya adalah Nabi Yusuf adalah putra Nabi Ya'qub yang ke-11. Nama ini berasal dari bahasa Ibrani (ibrani taurati) yang bermakna, "Allah memberi hadiah, Allah melipat gandakan, Allah menambahkan". Nama ini cukup masyhur, demikian juga kisahnya. Di Barat dikenal dengan Yosep.

Kita juga sering mendengar nama Ruben, ini adalah putra pertama Nabi Ya'qub. Keturunannya tidak terlalu banyak, dan lemah, berbeda dengan keturuan Levi (Lewi). Ruben artinya dalam bahasa Ibrani هوذا ابن. Saya agak curiga, ben di sini sama dengan Bunyamin (min dan ben). Arti dari Ruben adalah "Lihatlah wahai anakku". Ada juga yang berpendapat Ibnu Ru'yah (anak mimpi), anak yang diimpikan kehadirannya. 

Simon. Nama ini cukup akrab di Eropa, dan pernah terkenal di Indonesia. Ada nama Simon Cowel, Simon Leviev dan lainnya. Simon dalam bahasa Arab Sam'an (سمعان) atau juga tertulis Syam'un (شمعون). Nama ini, dari dua kata Shama dan On, yang bermakna "Allah telah mendengar penderitaanku". Lahir dari ibu yang sama dengan Robin, Lawi, Yahuda, Zabulun dan lainnya. 

Yahuda, atau dalam bahasa Inggris Judah. Adalah putra Nabi Ya'qub yang nomor empat. Dalam bahasa Arab diartikan dengan yahmil (membawa) ya'tarifu (mengakui). Yahuda dikaruniai empat anak laki-laki, dan dari karunia inilah penamaan Yahuda disematkan. Yehudah juga bermakna  'bersyukur', akar katanya dari יָדָה - Yadah - bentuk infinitive-nya: לְהוֹדוֹת - Lehodot, yang artinya 'dia bersyukur atau dia memuji. 

Nabi Ya'qub memiliki 4 orang istri, yaitu Bilha, Zilfa, Lea, dan Rahel. Nabi Yusuf dan Bunyamen lahir dari rahim Rahel. Di antara keturunan Nabi Ya'qub (dari keturunan Yusuf) adalah Yosua (Yusa') dan Elisa (Ilyasa'), dua nama ini banyak digunakan di Indonesia. 

Satu satunya putri Nabi Ya'qub adalah Dina (Dinah, Dainunah). Dari istri beliau yang bernama Leah. Dinah berarti "keadilan" atau juga "orang yang menghakimi."  Tidak diragukan lagi bahwa namanya diberikan kepadanya sebagai bukti kepercayaan orang tuanya pada keadilan ilahi.

***

Dan bila ditilik lebih jauh setiap arti dari 12 putra Nabi Ya'qub ini sangat menarik. Di atas baru 7 putra dan putri Nabi Ya'qub AS. Nama Nabi Ya'qub bermakna "menggantikan", "semoga Tuhan melindungi", dan sejenis dengan nama beliau adalah James, Jakob, Jakov, Jakub, Ya'koub, Yakub, Yakup dan Ya'qoub.

Mari kita analisis lebih lanjut, terkait dengan Celana Jins bermerk Levi's😁