السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Tampilkan postingan dengan label Mendidik Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mendidik Anak. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Agustus 2025

Makna Kata Dhi'āfa (ضعافًا) dalam Al-Qur’an(Membincang Generasi Tangguh)


Halimi Zuhdy

Dalam Al-Qur’an, terdapat satu Ayat yang sangat menarik ketika membicarakan tentang generasi masa depan, yaitu firman Allah dalam Surat An-Nisā’ ayat 9:

{وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا۟ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا۟ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا}

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraannya). Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar." (QS. An-Nisā’: 9)
Dalam Ayat ini, Allah menyebut kata "ḍhi‘afā’" (ضعافًا) yang berarti "lemah-lemah" sebagai sifat dari generasi yang ditinggalkan. Padahal, jika dilihat dari kata sebelumnya yaitu "dzurriyyah" (ذُرِّيَّةً), yang merupakan bentuk tunggal (mufrad), seharusnya kata yang cocok secara struktur adalah "ḍha‘īfah" (ضعيفة), bentuk tunggal dari "lemah".

Namun Al-Qur’an dengan kebijaksanaan bahasanya justru menggunakan bentuk jamak: ḍhi‘afā’.

Mengapa Menggunakan Jamak, Bukan Tunggal?

Inilah letak keunikan dan kedalaman bahasa Al-Qur’an. Pemilihan kata jamak "ḍi‘afā’" bukannya tanpa maksud. Di balik penggunaan bentuk jamak ini, tersimpan pesan bahwa "kelemahan generasi tidak hanya dalam satu aspek, tetapi bisa dalam banyak hal".

Generasi yang lemah bisa berarti: Lemah dalam aqidah (keyakinan), lemah dalam ilmu pengetahuan, lemah dalam ekonomi, lemah dalam politik dan kepemimpinan, lemah secara fisik dan mental, dan lemah dalam kepribadian dan adab

Jika Al-Qur’an hanya menggunakan bentuk tunggal, maka pemahamannya akan terbatas pada satu sisi kelemahan saja. Namun dengan penggunaan bentuk jamak, Allah menunjukkan bahwa generasi masa depan bisa mengalami berbagai macam kelemahan, dan itu menjadi kekhawatiran nyata bagi orang tua yang bertanggung jawab.

Kewajiban Kita: Meninggalkan Generasi Tangguh

Ayat ini sebenarnya adalah teguran sekaligus peringatan bagi setiap orang tua atau siapa pun yang memiliki peran pendidikan dan pengasuhan. Allah mengingatkan: "jika kamu takut meninggalkan generasi yang lemah, maka bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah kata-kata yang benar".

Ini bermakna bahwa "ketangguhan generasi" tidak hanya dibangun melalui materi, tapi melalui keteladanan takwa, tutur kata yang baik, dan warisan nilai yang lurus.

Maka, jika kita ingin meninggalkan generasi yang kuat, maka harus dimulai dari sekarang: dengan memperkuat pendidikan, ketahanan ekonomi, spiritualitas, dan mentalitas mereka. Sebab, tidak ada gunanya meninggalkan warisan materi yang melimpah jika generasi yang mewarisinya justru rapuh dan kehilangan arah.

Ayat ini menegaskan: jangan tinggalkan generasi yang lemah, baik secara akidah maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Al-Qur’an mengajak kita berpikir jauh ke depan: jangan hanya pikirkan diri sendiri, pikirkan pula anak-anak dan cucu kita nanti, dalam kondisi seperti apa mereka akan tumbuh dan hidup. Karena generasi tangguh tidak tercipta secara instan, tetapi dibentuk dengan kesadaran, perencanaan, dan takwa yang ditanamkan sejak awal.

Semoga anak keturunan kita menjadi generasi tangguh.🤲

Allahu A‘lam bi al-Shawab

Masjid Akbar Surabaya
1 Agustus 2025

Kamis, 17 Juli 2025

Hidup Paling Nikmat

(Jangan Tinggalkan 3 Hal dalam Hidup)

Halimi Zuhdy

Kadang saya iri pada tukang becak yang bisa mendengkur di atas becaknya meski matahari terik. Tidurnya lelap sekali. Saya juga iri pada para petani yang makan lahap di pinggir sawah walau hanya ikan kering dan sayur sederhana. Nelayan yang diterpa ombak pun tampak nyaman seakan perahunya rumah paling damai. Atau para pemulung dan tukang sampah yang menyeruput kopi di tumpukan sampah, tak peduli bau menyengat, mereka tertawa bebas bersama kawan-kawannya. Asyik betul. Dulu waktu ikut orang ke kebun, nasi jagung, sayur maronggih, sambal acan, dan ikan kering adalah hidangan paling nikmat. Sampai hari ini, belum ada tandingannya. Aha.
Saya jadi teringat pesan seorang al-Hakim (orang bijak):

قال حكيمٌ لابنه: يا بنيّ، في حياتك لا تتنازل عن ثلاثة: أن تأكل أفضل الطعام، وتنام على أفضل الفراش، وتسكن في أفضل البيوت. فقال الابن: نحن فقراء، فكيف لي أن أفعل ذلك؟ فقال الحكيم: إذا أكلتَ فقط عندما تجوع، سيكون ما تأكله أفضل طعام. وإذا عملتَ كثيرًا وأنت متعب، سيكون فراشك أفضل فراش. وإذا عاملتَ الناس بالمعروف، سَتسكن في قلوبهم، وبهذا تكون سكنتَ في أفضل البيوت.

Seorang lelaki bijak berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, dalam hidup jangan pernah menyerah pada tiga hal: makanlah makanan terbaik, tidurlah di ranjang terbaik, dan tinggallah di rumah terbaik.” Anaknya menjawab, “Kita ini miskin. Bagaimana mungkin?” Si bijak berkata, “Jika kamu makan hanya ketika benar-benar lapar, apa pun yang kau makan akan terasa sebagai makanan terbaik. Jika kamu bekerja keras hingga lelah, tempat tidur apa pun akan menjadi paling nyaman. Dan jika kamu memperlakukan orang-orang dengan kebaikan, kamu akan tinggal di dalam hati mereka, itulah rumah terbaik.”

Pengalaman pribadi: waktu di pesantren, apa pun terasa enak. Tidur di mana pun nyenyak. Bahagia karena bersama teman-teman senasib; ngaji jauh pun ditempuh dengan gembira. Tidak kenal restoran, hotel, atau kafe. Makan ya duduk di dapur, kadang aroma sedap bercampur bau kamar mandi tetap saja lahap. 🤣

Ada lagi pesan kiai yang selalu saya ingat: “Santri kalau mau sukses lakukan tiga hal: satu, perbanyak tidur; dua, perbanyak makan; dan yang paling penting nomor tiga: kurangi belajar.”

Kita heran: kok bisa sukses kalau belajar justru dikurangi, sementara makan dan tidur diperbanyak? Kiai lalu menjelaskan sambil tersenyum. Maksud “perbanyak makan” adalah: santri akan makan lahap kalau belajarnya “berkurang” bukan malas, tapi selalu merasa kurang dalam belajar. Baca satu halaman kitab terasa belum cukup; lanjut lagi, dan lagi. Haus ilmu. Rakus kebaikan. Karena belajar tak pernah selesai, lapar pun gampang datang—makan jadi nikmat. Lelah belajar membuat tidur singkat pun terasa panjang dan pulas; inilah makna “perbanyak tidur.” Bukan jumlah jamnya, tapi kualitas tidurnya.

Jadi, apa yang disampaikan al-Hakim: hidup itu paling nikmat justru lewat letih yang bermakna. Al-ajru ba‘da ta‘ab pahala (dan kenikmatan) datang setelah lelah.

Banyuwangi, 17 Juli 2025

***
Gambar diambil dari OmanisForTolerance. com

Minggu, 17 September 2023

Anak-Anak Ramai di Masjid, Dilarang atau Dibiarkan!


Halimi Zuhdy

Masjid yang terletak di tengah perkampungan atau perumahan, dengan riuh ramai anak-anak menjadi permasalahan tersendiri. Keluhan dari jamaah semakin sering terdengar tentang keramaian anak-anak selama shalat jamaah. Tidak sedikit jamaah yang merasa terganggu oleh tingkah laku anak-anak yang kadang kala tidak sesuai dengan keinginan jamaah, mereka ke masjid ingin shalat dengan damai, tenang dan tentram. Namun, mereka menemukan anak-anak yang riuh, ramai, bising, lari-lari, berteriak bahkan terkadang gelut-gelutan ketika shalat jamaah. 
"Sudahlah, anak-anak itu tidak usah disuruh atau diajak ke masjid, buat ramai saja!, saya tidak bisa khusyuk shalat." Teriak salah satu jamaah yang merasa terganggu. 

"Gimana orang tuanya, kok membiarkan anak-anaknya main, tidak dijaga!" Tegur Agus, karena ada orang tua yang cuek, meskipun anaknya lari-lari dan menggangu jamaah. 

"Tidak apa-apa bawa anak, asalkan dijaga dan diperhatikan, tidak dibiarkan begitu saja, ini masjid bukan kebun binatang!". Jawab Sistomo.

Belum lagi jamaah yang terus mengeluh di grup WA Jamaah, "Wes angil dikandani (sulit diberitahu) bolak-balik sudah saya lapor,.tapi tetap saja, anak-anak ramai, jadi males ke masjid!".

Toyyib. Sebenarnya hal ini sangatlah alami di berbagai tempat, dan di setiap masa hal di atas menjadi perhatian dan perbincangan di berbagai masjid, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Selama, masih ada masjid dan anak-anak yang lahir di muka bumi, selama itu pula perbincangan ini ada. Tapi, masalahnya, apakah anak-anak dibiarkan ramai di masjid?, atau dibiarkan masjid sepi dari anak-anak?, atau anak-anak dibawa ke masjid tapi tidak membuat gaduh? Atau bagaimana?!. Pasti semua orang ingin yang nomor tiga, membawa ke masjid dan tidak gaduh, lah ini masalahnya, namanya anak-anak pasti gaduh dan suka bermain, walau ada yang diam dan pendiam, tapi kalau sudah berkumpul pasti mereka ramai. 

Pertama, hukum asalnya anak-anak dibawa ke masjid itu diperbolehkan, karena Nabi Muhammad saw pernah membawa Hasan, Husen dan juga Umamah. "Aku melihat Rasulullah SAW menggendong Umamah bintu al Ash, putrinya Zainab bintu Rasulullah, di pundak beliau. Apabila beliau shalat maka ketika rukuk, Rasulullah meletakkan Umamah di lantai, dan apabila bangun dari sujud maka beliau kembali menggendong Umamah” (HR. Bukhari no. 516). Hadis sangat jelas memperlihatkan kepada kita, betapa Nabi mencintai anak-anak, dan beliau tidak melarang anak-anak, termasuk cucu beliau untuk datang ke masjid, dan berikutnya, beliau bertanggung jawab terhadap apa yang beliau bawa (didampingi, digendong, dijaga). 

Nah, sudah jelas kan. Tidak ada larangan membawa anak ke masjid, tapi masalahnya, anak-anak ini ramai?!. Sekarang mencari solusi, bukan memperdebatkan boleh dan tidaknya membawa anak. Nah, bagaimana solusinya, ayo kita diskusikan. 

Anak-anak adalah harta berharga bagi umat Islam dan generasi berikutnya, mereka investasi yang paling luar biasa dibandingkan lainnya. Mereka adalah generasi penerus agama, penerus sujud kita. Bahkan, kehadiran mereka di masjid adalah anugerah yang tak ternilai. Namun, masalah timbul ketika harapan akan suasana khusyuk dan hening di masjid tidak selalu terwujud.

Kita semua, di masjid mana pun adalah sebagai jamaah dalam masjid kita masing-masing, dan kita memiliki tanggung jawab bersama untuk menciptakan solusi yang bijaksana. Semua jamaah, bukan hanya orang tua, harus terlibat dalam mendidik anak-anak dan mengawasi mereka selama sholat jamaah. Pendekatan ini harus dilakukan dengan penuh kasih sayang dan pengertian. 

Bila setiap jamaah, ketika di masjid merasa semua anak-anak yang ada di dalam masjid sebegai anak generasi sujudnya, maka selesai persoalan ramainya masjid, mengapa?. Karena perhatiannya sama. Menegur dengan baik, menjaga dengan penuh kasih sayang, dan mengajak mereka untuk berada di sebelahnya. Shalat bersama. Setelah shalat dikasih tahu, bukan dimarahi, apalagi dipukul. Selain anak betah di masjid, mereka akan merasa masjid adalah rumah kedua.

Pendidikan tentang tata tertib di masjid harus menjadi prioritas. Anak-anak perlu diajarkan arti pentingnya mengisi shaf dengan baik, serta bagaimana berperilaku dengan baik di dalam masjid. Bahkan, membuat perjanjian bersama anak-anak sebelum berangkat ke masjid dapat membantu mereka memahami betapa pentingnya berperilaku yang baik di tempat suci ini.

Selain itu, menjaga masjid adalah tanggung jawab bersama. Ini bukan hanya urusan takmir masjid. Kebersihan, ketertiban, dan keamanan harus menjadi perhatian setiap individu/jamaah. Ini akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak dan jamaah lainnya.

Jadi, kita perlu memahami bahwa masjid adalah tempat ibadah, tetapi juga adalah rumah bagi kita semua. Anak-anak yang hadir di masjid adalah anak-anak kita bersama, masa depan kita. Menghargai kehadiran mereka dengan cara yang positif, memberikan contoh yang baik, dan mendidik mereka tentang nilai-nilai agama adalah langkah-langkah penting menuju masjid yang lebih khusyuk dan ramah terhadap anak-anak. Ini adalah perjalanan bersama kita, menjaga tempat suci ini sebagai tempat yang sakral dan penuh cinta.

Dan bagi orang tua yang mempunyai anak kecil, dapat mengkondisikan, tidak membiarkan mereka mengganggu jamaah, tetapi dinasehati, diperingati, dan ajak dialog. Kalau hukum asalnya boleh, tapi akan menjadi haram membawa anak-anak (terutama yang belum tamyiz), apabila  membawa najis, dan hanya menjadikan masjid sebagai tempat bermain, yang menimbulkan kegaduhan, keramaian, riuh, dan menjadi tidak wajar. Maka, di antara solusi, agar kehadiran mereka tidak menjadikan berbalik dari hukum asal, hendaknya setiap jamaah mempunyai kepedulian terhadap anak-anak, dengan menjaga mereka, memperhatikan, dan mendampingi, terutama orang tuanya yang punya tanggung jawab lebih. 

Mudah-mudahan, anak-anak kita, menjadi generasi sujud kita. Tidak semua anak-anak senang ke masjid, dan apabila mereka sudah senang ke masjid, kita tidak menjadikan mereka benci masjid gegara amarah kita pada mereka, bangkan menganggap mereka sebagai pengganggu kekhusyuan.

Malang, 17 September 2023

Kamis, 13 Oktober 2022

Nabi dan Anak Kecil dalam Shalat

Halimi Zuhdy

Hati Rasulullah sangat lembut. Pernah Rasulullah sangat lama sekali sujud, dan para sahabat mengira terjadi sesuatu pada beliau, dan ada yang mengira beliau lagi mendapatkan wahyu. Nabi menyangkalnya dan kemudian bersabda, "Semua itu tidak benar, tetapi cucuku naik di atas punggungku dan aku tidak ingin segera (menurunkannya) sampai ia menyelesaikan hajatnya."
Menyimak hadis ini, sangat luar biasa. Betapa halus dan lembut hati beliau. Dalam kondisi beribadah pun, beliau masih sangat perhatian dengan anak-anak kecil. Abu Qatadah pernah bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sholat sambil membawa Umamah binti Zainab binti Rasulullah. "Apabila sujud, beliau menaruhnya. Dan bila berdiri, beliau menggendongnya."

إِنِّي لاَقُومُ فِي الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

 “Saat Aku sedang shalat, aku ingin memperlama shalatku, lalu aku mendengar tangisan bayi, aku pun mempercepat shalatku khawatir akan memberatkan (perasaan) ibunya” (HR. Bukhari Muslim).

"Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sedang sholat, kemudian cucunya Al-Hasan dan Al-Husein dan salah satu dari keduanya datang dan naik di atas punggung beliau. Apabila sujud, beliau memegang keduanya dengan tangannya dan bersabda, "Sebaik-baik punggung adalah punggung (yang kalian berdua) tunggangi." (HR. Ath-Thabrani).

Kelembutan seseorang itu tidak dapat dicipta, apalagi pada anak kecil. Sikap pada anak kecil adalah gerak hatinya, apabila kasar pada anak kecil biasanya tidak jauh berbeda pada selainnya. Bila lembut pada anak kecil, biasanya lembut juga dengan selainnya.

Minggu, 19 Juni 2022

Permainan Anak yang asyik


Halimi Zuhdy

Kangen melihat anak-anak bermain tanah, debu, lumpur dan pasir. Tanah dan debu menyatu dengan tubuh mereka. Tak ada yang meneriaki, walau baju mereka kotor dan penuh dengan debu. Orang tua pada asyik menyaksikan riang gembira anak-anak mereka. Mereka bebas penuh lumpur.  
Tanah, cellot (tanah liat), dan debu adalah mainan sehari-hari anak kampung, dulu. Entah hari ini, sepertinya sudah mulai langka. Hari ini lebih banyak memegang benda gepeng, yang di dalamnya ada gambar dan vedio yang bergerak bebas. Game, menjadi paling favorit. Entah sampai kapan?. 

Tanah dan debu menjadi benda asing. Beberapa orang tua, menjauhkan dari anak-anaknya karena dianggap benda kotor dan jorok. Tempat bermainnya tidak lagi di tanah, tetapi di lantai-lantai keramik. Sandal pun tak pernah lepas, karena anak-anak takut menyentuh tanah. Paving-paving menjadi bumi mereka. 

Keduanya, ada sisi negatif dan positifnya. Tetapi, kalau game si gepeng tidak di arahkan, maka menjadikan karakter anak seperti apa yang ada di dalamnya. Terlalu pemberani, ia. Temannya terkadang menjadi tempat bullyan. Teman-temannya menjadi sasaran permainan, terkadang tidak mengenal kasih sayang lagi seperti permainan perang di dalamnya. Entah. Beberapa berita tentang hal di atas sudah sangat jamak. Tugas orang tua tambah berat.

Tanah dan lumpur, menjadi teman yang paling asyik walau tidak bisa diajak berdialog dan tidak bergerak. Ia, memberikan banyak pelajaran. Mereka dapat berimajinasi bebas. Menciptakan ide-ide kreatif dengan tanah atau lumpur. Serta mampu mencari solusi dari berbagai masalah, dan dapat berfikir kritis. Asyik kan. 

Gambar di bawah, ada 4 anak bermain tanah. Mereka menumpuk tanah dengan menggariskannya dengan bentuk seperti masjid. Kemudian, mereka bermain peran. Laki-laki yang paling tua menjadi imam, di belakangnya ada dua anak yang menjadi makmum. Shalat berjamaah. 

Dan coba perhatikan, ada dua pintu di garis tanah itu. Satunya untuk laki-laki, dan satunya untuk anak perempuan. Yang perempuan memisahkan diri paling belakang dengan shaf sendiri. Alas kaki mereka, diletakkan di luar garis.

Mereka tidak hanya bermain, tetapi telah memerankan pengetahuan agama mereka. Mereka tidak hanya bermain dengan asyik, tetapi mereka menikmati ajaran agamanya. 

Hakadza yu'allimuhum.

Sabtu, 02 April 2022

Anak Gagal Masuk Sekolah "A"

Halimi Zuhdy

"Tadz, anak saya tidak lulus tes, apa anak saya tidak pinter ya?", kata Pak Dahlan setelah membuka surat hasil ujian masuk sekolah anaknya. 

"Bukan tidak pintar Pak Dahlan, mungkin anak Bapak tidak cocok di sekolah A", saya jawab dengan spontan.
"Ia tadz, memang tidak cocok, karena sekolah tersebut hanya memilih anak-anak yang pintar, anak saya kan bodoh, makanya anak saya tidak cocok sekolah di sini!", ia masih terlihat sedih sekali, apalagi di sampingnya ada istrinya yang tidak mampu menyembunyikan wajahnya, karena air matanya tak mampu ia tahan untuk terus menetes.

"Bukan seperti itu Bapak, anak Bapak itu hebat dan luar biasa. Karena setiap anak yang lahir ke muka bumi memiliki keistimewaan masing-masing yang Allah berikan, dan tentunya mereka hebat-hebat, begitu Bapak. Mungkin sekolah itu tidak cocok untuk anak Bapak". Saya mencoba menjelaskan apa yang dimaksud dengan tidak cocok tersebut. 

Sering kali kita dengar keluh kesah beberapa orang tua seperti kalimat di atas dan beberapa kalimat lainnya yang tidak jauh berbeda,  ketika anak-anak mereka tidak diterima di perguruan tinggi, sekolah, madrasah, atau lembaga-lembaga yang mereka favoritkan.

Terkadang mereka menyalahkan anak-anaknya, atau juga menyalahkan sekolahannya, dan terkadang mereka merasa kiamat karena tidak diterima di tempat yang sudah menjadi tujuannya, seakan-akan tidak ada tempat lain yang lebih bagus lagi.

Terkait dengan cerita di atas, saya mendapatkan ilmu dari seorang pengasuh salah satu pondok masyhur di Jawa Tengah. Bermula dari surat yang dibungkus amplop putih, yang di dalamnya tertulis beberapa kalimat dan beberapa kata yang dicoret "lulus/tidak lulus". Sebelum amplop itu saya robek, saya dengarkan sambutan Kyai tersebut. Saya lihat Kyai menarik nafas panjang, kemudian diam, dengan suaranya yang lembut dan pelan, ia seperti mau merangkai kalimat yang terbaik untuk orang tua yang hadir di sana, "Putra atau putri bapak/ibu yang belum diterima di pondok ini, bukan berarti anak bapak/ibu tidak hebat, hanya saja pondok ini tidak cocok dengan putra bapak, seperti biji tanaman dengan kwalitas yang bagus kemudian dipaksa di tanam di tempat yang tidak cocok, maka hasilkan tidak tidak tumbuh dengan baik bahkan rusak ". 

Kalimat yang cukup menarik dan sangat mengena sekali, dan menjadi obat penenang, terutama bagi mereka yang datang dari jauh dengan berbagai perjuangannya, dan tertulis tidak dalam surat itu TIDAK LULUS. 

Saya jadi teringat, tidak ada anak lahir di dunia yang tidak istimewa, semua adalah hadiah terbaik yang Allah berikan pada dunia, tetapi dalam perjalanannya yang kemudian berubah, pergaulan, lingkungan, dan lainnya, sehingga semuanya berubah sesuai dengan yang mengitarinya. Tetapi, kehadirannya ke muka bumi adalah pilihan terbaik, karena satu benih berjuang dengan benih-benih lainnya, tetapi yang terpilih adalah yang lahir di bumi. Bukankah itu, adalah pilihan terbaikNya. 

Tidak semua lembaga yang dianggap favorit itu cocok dengan anak didik, bisa saja lembaga yang biasa-biasa saja itu lebih cocok suasananya, kurikulumnya, dan metodenya.  Seperti biji kurma dengan kwalitas terbaik, yang ditanam di tempat yang tidak tepat, misalnya ditanam di sawah, maka biji tersebut tidak akan pernah tumbuh dengan baik, bahkan rusak. 

Bukan biji atau sawahnya yang tidak baik, tetapi biji tersebut ditanam di tempat yang tidak cocok.

Kurma bisa tumbuh di negeri tropis, tetapi kebanyakan kurma tumbuh di negeri gurun. Sawah yang subur, tidak baik untuk biji ini, tetapi gurun yang kering lebih cocok untuk biji kurma tersebut. Maka, biji dan tempat yang cocok (sesuai) akan menghasilkan tumbuhan yang bagus. 

Demikian juga dengan anak. Anak yang tidak masuk pada sekolah yang diangap favorit belum tentu anaknya tidak hebat, bisa saja tidak cocok dengan tempat itu, maka tidak sedikit anak yang berada di tempat yang dinggap luar biasa, tetapi anak tersebut tidak tumbuh dengan baik. Tetapi sebaliknya, kadang tempat yang biasa-biasa (lembaga), menghasilkan anak yang luar biasa.

Maka, orang tua tidak harus galau bila anaknya tidak diterima di lembaga tertentu. Karena sangat banyak lembaga yang lebih cocok  dengan karakter sang anak. Banyak orang menjadi hebat tidak dalam lembaga yang diinginkan, bahkan lembaga yang tidak diinginkan sebelumnya mampu mengangkatnya menjadi hebat. Maka, tetap husnudhan padaNya, atas pilihan terbaikNya. Bukankah pilihanNya, tetap yang lebih baik?. Dan kegagalan anak tidak harus disesali, bisa saja kegagalan itulah yang dapat menjadikannya ia tangguh, menjadi manusia pembelajar dalam setiap kondisi. 

Mudah-mudahan anak-anak kita diberikan tempat yang terbaik untuk berproses menjadi hamba Allah yang terbaik. 

Allahu'alam Bishawab

Kamis, 26 Agustus 2021

Hadiah Paling Indah untuk Anak

Halimi Zuhdy

Saya tertegun ketika membaca sebuah Maqal yang berjudul "Madza Qaddamta Li Auladik" kira-kira kalau diartikan, "Apa yang Engkau hadiahkan untuk anakmu?". Saya jadi berfikir, hadiah apa yang pantas dan bermanfaat bagi anak-anak nantinya; pulau, hotel, apartemen, kendaraan atau apa?, sepertinya kurang pantas memberi hadiah di atas, apalagi sampai hari ini saya belum punya satu kamar hotel pun untuk saya hadiahkan. Wkw
Ah, ketimbang menghayal yang tidak-tidak, sepertinya hadiah di atas memang tidak cocok untuk anak-anak. Oh ia, hadiah-hadiah indah dan keren dari ulama dahulu untuk anak-anaknya adalah hadiah berupa kitab. Imam ibn Ajurmiya mengarang kitab "Al-Jurmiyah" untuk putranya. "Bulughul Al-Maram" yang dirajut oleh Ibnu Hajar juga untuk anaknya. Imam Al-Saqqaf mengarang kitab "Al-Aud al-Hindi" ia hadiahkan untuk anaknya. 

Ada juga kitab yang luar biasa "Umdah al-Salik" yang dikarang Ibnu al-Naqib al-Misr al-Syafi'i ia hadiahkan untuk putra tercintanya. Imam al-Hafidh al-Iraqi mengarang kitab "Taqrib al-Asanid wa Tartib al-Masanid" yang kemudian ia beri syarah dalam "Tharh al-Tadrib" setelah seelsai beliau hadiahkan pada putranya, Abi Zar'ah al-Iraqi. Dan yang menarik Abu al-Walid al-Baji mengarang kitab khusus untuk anak-anaknya dan juga untuk anak-anak di muka bumi, "Al-Nasehah al-Walidiyah". 

Ibnu Hajar ketika kehilangan kedua putrinya pada masa pandemi yang banyak menelan korban pada waktu itu, ia mengarang kitab "Badz al-Ma'un fi Fadhail al-Ta'un". Dan kitab ini paling banyak dirujuk pada masa pandemi Covid-19. "Lamiyah al-Af'al" kitab yang dirajut oleh Ibnu Malik juga dihadiahkan untuk anaknya. Ini, beberapa kitab yang dirajut orang tua (ulama) untuk putra-putri tercintanya, sebagai hadiah dalam hidupnya. Hadiah beberapa kitab para ulama di atas, pada akhirnya tidak hanya sebagai hadiah untuk putra putrinya tetapi untuk generasi setelahnya, sampai hari ini, kita menikmati kitab-kitab berharga tersebut. 

Kira-kira kitab apa yang akan kita hadiahkan untuk generasi kita, khususnya untuk anak-anak kita?. Kitab tidak hanya menjadi hadiah untuk generasi setelahnya, tetapi ia menjadi monumen penting pada setiap zamannya. Ia menjadi masdar ilmu pengetahuan dan perkembangan keilmuan setelahnya. Kitab adalah hadiah paling berharga untuk generasi setelah. 

Mudah-mudahan kita juga bisa memberikan hadiah paling indah untuk generasi setelah kita. 

Malang, 26 Agustus 2021

Minggu, 27 Juni 2021

Bayangkan!! Ketika Anakmu Sudah Besar

Halimi Zuhdy

Ketika anakmu sudah besar!
Suara-suara teriakan, tangisan, tengkar tak lagi terdengar di rumahmu. Sepi, senyap, hening dan lengang. Engkau akan merasa tenang,  tapi tidak tenang senang dalam riuh piuh. Maka, nikmatilah tangisan, teriakan, dan tengkar itu, anak-anak itu pasti berteriak dan bertengkar.....
Ketika anakmu sudah besar!
Coretan-coretan di dinding, gambar-gambar tak berbentuk, warna-warni di lantai,  robekan kertas yang berantakan, takkan lagi kau temukan. Apakah sekarang kau senang? Saya yakin, kau masih kangen dengan coretan-coretan dan celoteh itu terulang lagi.

Ketika anakmu sudah besar!
Ketika kau lagi tiduran, tidak ada lagi yang menginjakmu. Ketika kau shalat, tidak ada lagi yang gendong di atas punggungmu. Ketika kau membaca atau menulis, tidak ada yang merebut buku dan pensilmu. Ketika kau tidur, tidak ada lagi yang membangunkanmu. Apakah hari ini kau lebih asyik dengan duniamu? Atau kau ingin masa itu terus ada dalam hidupmu. Saya yakin, kau kangen dengan itu! 

Ketika anakmu sudah besar!
Tidak ada lagi riuh di kamar mandi, tidak ada lagi yang berebutan masuk menggedor pintu. Tidak ada lagi yang menyiram air dan membasahi rumahmu. Tidak ada lagi yang berciprat lantai indahmu. Tidakkah kau merindukan itu? 

Ketika anakmu sudah besar!
Kau sudah jarang ke alun-alun, ke tempat wisata, ke tempat-tempat bermain, kau sudah jarang berenang bersama di pantai, kolam, sungai. Kini, kau lebih khusyuk dengan dirimu, apakah kau lebih indah? 

Ketika anakmu sudah besar!
Kamu akan bermain sendiri, tidak ada lagi yang menarik tangan tuk bermain, berlari, bahkan kini kau hanya asyik dengan anak-anak orang di televisi.

Masih ingatkah ketika anakmu menangis, teriak-teriak, tertawa tanpa sebab, kadang kau membentaknya dan mencubitnya?!

Kini, mereka sudah jarang tampak di rumah. Sudah tak ada lagi ada tangisan, teriakan, bahkan riuh tawa mulai sepi. Mereka sudah punya teman sendiri, ngombrol dengan teman dekatnya, bahkan mwreka sudah jarang pulang. Kini, di rumah sudah tak lagi ada riuh. Teriakan tak lagi terdengar, mereka sudah punya alam sendiri di luar sana. Kini, kau berdua, atau hanya sendiri.

Ada nasehat menarik dari Dr. Muhammad bin Umar Bazmul;
"Aku membayangkan semua yang pernah terjadi pada anak-anakku dan diriku. Air mataku mengalir deras, maka dengarkan semua keluhan anakmu. Yang terjadi hari ini, akan menjadi kenangan esok, ajaklah mereka bermain..temani mereka selalu sebelum mereka hilang dari kalian... 

Sekarang..anak-anakmu cerewet bertanya padamu, jawablah!! Ketika mereka sudah besar kadang kau tak lagi menemukan satu patah katapun dari mereka. Duduklah di samping mereka! Ajaklah berjalan-jalan bersama mereka. Esok, mereka kadang enggan diajak duduk dan berjalan bersama. Sekarang hati mereka sepenuhnya untukmu. Esok hati mereka sudah bercabang...maka nikmatilah sekarang!!mumpung anak-anakmu masih kecil... Nikmatilah tangisannya, kegaduhannya, teriakannya, nakalnya. Jangan mudah marah!!Semuanya tidak akan pernah kembali lagi".

Nikmatilah mereka dengan sepenuh. Cintailah mereka! Ajaklah mereka bermain-main. Biarkan mereka melukis dinding itu, suatu saat kau akan merasakan betapa mereka ingin mengabadikan tulisan itu, agar kau tahu, mereka juga ingin berkarya. Mereka belum bisa menulis status sepertimu, maka mereka menulis status di tembok-tembok kadang mobilmu juga menjadi kanvas untuk diukir anak-anakmu.

Malang

Kamis, 10 Juni 2021

Kegalauan Orang Tua dalam Mendidik Anak

(Doa Orang Tua untuk Anak dalam Al-Qur'an)

Halimi Zuhdy

"Orang tuanya biasa-biasa, anaknya kok sukses-sukses semua ya ustadz?" salah seorang jamaah pengajian bertanya pada salah satu ustadz ketika sesi tanya jawab hampir ditutup.
"Pertama, kita harus memahami sukses dan puncak kesuksesan. Sukses itu, apabila seseorang berada pada tempat yang ia cita-citakan. Apa pun itu. Sukses bukan hanya dilihat dari satu aspek atau satu pekerjaan, sukses bukan karena dia menjadi presiden, menteri, guru, dokter, dosen, pengusaha, penulis, hakim, da'i kondang, youtuber, tiktoker, dan pekerjaan lainnya yang menghasilkan banyak pulus atau kemasyhuran" jawab sang ustadz sambil tersenyum.

"Kesuksesan seorang anak itu apabila ia taat kepada Allah dan Rasulnya, serta berbakti kepada orang tuanya, dan taat pada Ulil amr". Si penanya terdiam, sepertinya ia lagi menunggu jawaban pertanyaan pertama.

Tentang anak, banyak orang tua yang menghabiskan energinya untuk mengurusnya, memikirkannya, bahkan sampai-sampai stres karena anak-anak yang tidak patuh pada orang tuanya.

Orang tua dibuat bingung dengan mencari tempat sekolah dan kuliahnya. Bahkan hidupnya hanya dihabiskan untuk "mensukseskan" anaknya. Kesuksesan anak, menurutnya, adalah bila sudah bla..bla..bla. Anak harus menjadi A, B dan C. Bila tidak menjadi A atau B, seperti kehilangan arah dan merasa tidak mampu mensukseskan anaknya. 

Benar, mendidik anak itu tanggung jawab orang tua. Orang tua tidak bisa berleha-leha dan hanya memasrahkannya pada sebuah lembaga pendidikan. Ia butuh pengorbanan, tidak hanya fisik dan psikis, lahir dan bathin, tetapi ada sesuatu yang sangat dianjurkan adalah menengadahkan tanganya ke langit, memohon kepada yang menciptakan anak, Yang menghadirkan buah hati ke muka bumi, Yang menumbuh kembangkan fisik dan menguatkan batinnya, Dialah Sang Penguasa Semesta. Demikian kata sang Ustadz.  

Dalam Al-Qur'an banyak sekali kalimat doa orang tua untuk anak-anaknya. Sebagaimana doa-doa para Nabi untuk keturunannya. Hal ini menunjukkan, tidak cukup orang tua mendidiknya, tetapi juga memohon kepada Sang Pemilik, agar anak-anaknya menjadi orang-orang yang shaleh. Sukses tidak hanya di dunia, tapi juga akhiratnya. 

رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً

Artinya, "Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa."

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Artinya, "Wahai Rabb kami, Jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah taubat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat, Maha Penyayang."

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعاءِ
 
Artinya, "Ya Tuhanku, berikan aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha mendengar doa."

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
 
Artinya, "Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk anak shalih."

وأَصْلِح لِي فِي ذُرِّيَتي

dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku

وإنّي أُعِيذُها بكَ وَذريتها من الشَيطانِ الرَجيم

dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk

ربِّ اجْعَلنِي مُقِيمَ الصَّلاة ومن ذُرِّيتي ربنا وتقبل دعاء

 Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

واجْنبنِي وبنيَّ أن نعبُدَ الأصْنَام

dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala.

Kata para ulama, di antara kesuksesan seorang anak (menjadi saleh) karena panjatan doa-doa orang tua. Maka, jangan hanya tenggelam dengan berbagai metode pendidikan, tetapi melupakan wasilah yang luar biasa, yaitu doa. 

أن تستغرق كثيرًا في الوسائل التربوية الحديثة، وتغفل عن الوسيلة العظمى، وهي: كثرة الدعاء لهم

Ketahuilah mendidik anak itu sebuah tangguh jawab, dan sungguh ia merupakan beban yang  sangat berat, maka memohonlah (berdoa) pada Allah atas pendidikan anakmu, karena Allah sebaik-baiknya pemberi pertolongan

 واعلم تربية الأبناء مسؤولية و أن الحمل ثقيل فاستعن بالله على تربية أولادك فهو خير معين

Sebagaimana yang disampaikan oleh Namir yang termaktub dalam Kitab Al-'iyal li Ibni Abi Hayyan, mereka berkata "Pembelajaran adab dari orang tua, sedangkan kesalehan (kebaikan) dari Allah 
 فعن نمير :
 قال كانوا يقولون:"الأدب من الآباء والصَّلاح من اللَّه عز وجل".

Mudah-mudahan anak cucu kita sukses dunia dan akhiratnya. Fiddunya hasanah wa filakhirati hasana.

Malang, 8 Juni 2021

Selasa, 11 Agustus 2020

Mengapa Tuhan Tidak Menjauhkan Keburukan dari Kita?

Halimi Zuhdy

Ada dialog menarik yang ditulis oleh Dr. Jasim al-Muthawwa’ dengan putranya.

“Ayah, mengapa Allah tidak menjaga kita, agar kita terhindar dari semua keburukan, kerusakan, dan kesusahan?. Belum sempat dijawab oleh Dr. Jasim, anak tersebut mengajukan pertanyaan yang masih berkaitan dengan pertanyaan pertama.
"Dosa apakah yang sudah dilakukan oleh orang-orang yang meninggal dunia karena gempa bumi atau ledakan bom atau banjir bandang yang menghanyutkan?”.

“Ayah, Dan dosa apa yang dilakukan anak-anak kecil yang tenggelam di lautan atau yang lahir dalam kondisi cacat?”, ia terus nyerocos dengan berbagai pertanyaan. 

“Apa dosa-dosa orang-orang miskin, sehingga hidup dalam kemiskinan?”, “Ayah, Mengapa keburukan ada di dunia?”, dan ia mengakhiri pertanyaan seperti pertanyaan pertama, “Mengapa Allah tidak menjauhkan kita dari berbagai macam keburukan?”.

Ternyata masih tersisa pertanyaan yang menggelitik pikiran sang Ayah, “Ayah,  seandainya saya melakukan sesuatu dengan baik, sesuai dengan peraturan yang sudah ada, mentaati segala perintah dan menjahui segala larangan, tapi mengapa masih didera berbagai musibah dan cobaan?”.

“Dimana keadilan Allah dan kasih sayangnya?. Kata putra Dr. Jasim

Yang menarik jawaban Dr. Jasim al-Muthawwah pada putranya, dengan bahasa yang sederhana, jelas dan lugas  “Apa yang kau tanyakan dan kau pikirkan, itu juga ditanyakan oleh banyak orang, bahkan setiap orang mempertanyakan itu wahai anakku” 

Ia menghela nafas panjang, “Pertanyaan yang sangat penting seperti tadi juga sudah ditanyakan dan dipikirkan oleh para inteletual dan para filosof terdahulu, karena kebaikan dan keburukan itu sudah ada mulai zaman dahulu, anakku. Pertumpahan darah, peperangan, malapetaka juga terjadi mulai zaman dahulu, baik ia terjadi karena ulah manusia atau karena qadar”.

Dr. Jasim melanjutkan dengan menatap wajah anaknya dalam-dalam, serta melihat keningnya yang lagi mengkerut dengan berbagai pertanyaan yang bergumul di dalamnya. “Tetapi anakku, kesalahan kita adalah melihat berbagai peristiwa buruk itu hanya melihat dari satu sisi dari berbagai sisi yang ada, dan kemudian kita menghukuminya secara sama”.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10217564681898092&id=1508880804

Penjelasan yang cukup panjang itu, sepertinya membuat anak Dr. Jasim kebingungan, dan memperjelas apa yang disampaikan ayahnya. “Apa maksudnya Ayah?”. 

“Begini anakku, misalnya gigimu rusak (bolong) dan sakitnya luar biasa, kemudian kamu mendatangi dokter gigi, dan dokter memeriksa dan membedahnya, dan kamu merasakan sakit ketika dioprasi, tetapi setelahnya kamu merasakan enak dan hilang rasa ngilu (sakit di gigi). Anakku…bila kamu membiarkan sakit itu terus menderamu dan kamu menganggap dokter itu jahat atau tidak sayang karena telah membuat kamu sakit ketika oprasi kecil tadi, bukankah anggapanmu itu salah?. Bukankah dokter melukai dan sedikit membuatmu sakit agar setelahnya kamu dapat beristirahat dan bahagia?..dan seringnya kamu hanya melihat sakit ketika dioprasi tanpa melihat sisi lainnya secara utuh. Maka yang menjadi masalah sebenarnya bukan sakitnya, tapi bagaimana kita melihat sakit tersebut, engkau hanya merasakan sakit sebentar ketika dibedah, tetapi setelahnya engkau akan merasakan nikmat yang luar biasa”. Jawaban Dr. Jasim pada putranya.

Atau saya bericontoh lain yang mungkin lebih mudah kamu pahami, anakku. “Kamu pasti tahu mobil kan?, kalau kau perhatikan knalpot ketika kau mengendari mobil, bau tidak enak, dan suaranya yang kadang membuat bising di telinga. Tetapi bila kau hanya melihat satu sisi saja, ia sangat mengganggumu. Tapi kamu tidak merasakan itu, karena kamu tahu manfaat knalpot yang diletakkan di mobil, dan pasti kamu tidak menyebutkan malapetaka atau musibah, bahkan kau akan menyebutkan kebaikan. Mengapa? Karena kamu tahu manfaat besar dari klnapot itu kan?. Dapat menggerakan dan menjalankan mobil.

"Horee, saya sekarang mengerti, ternyata dalam setiap keburukan tersimpan kebaikan, tapi terkadang saya tidak mampu melihat sisi baiknya" Anaknya menimpali dengan senyum bahagia. 

Dr. Jasim menjawabnya, "Inilah pandangan muslimin melihat setiap kejadian dalam kehidupan, kita sebagai hamba Allah yang beriman, percaya pada qada' dan qadar Allah, baik dan buruknya. Karena asal kehidupan itu adalah kebaikan bukan keburukan". 

Anaknya mangguk-mangguk, Dr. Jasim melanjutkan penjelasannya, "Anak-anak yang sehat itu adalah asal, yang berkebutuhan khusus itu pengecualian. Kehidupan alami itu asal, malapetaka (gempa dll) itu pengecualian. Maka, kisah Nabi Musa AS dengan Nabi Khidir AS itu sebuah contoh bagaimana melihat keburukan dalam kebaikan. Bagaimana akhirnya kita dapat melihat keadilan dan kasih sayang Allah". 

"Sekarang, saya tambah mengerti" Kata putranya, dengan senyumannya yang dikulum.

"Anakku, Kita umat Islam, kita percaya bahwa sebagian kita adalah musuh bagi sebagian yang lain, manusia itu diuji dalam kehidupannya, dan engkau tidak menyebutnya dengan keburukan atau petaka tapi hal itu adalah ujian bagi seorang muslim agar Allah memandang sejauh mana kesabaran dan ketabahan seorang muslim dalam menghadapi ujian dan ia rida terhadap takdir baik dan buruknya. Karena keberadaan kita di dunia adalah sebagai hamba Allah, dan Allah menguji kita dengan kebaikan dan keburukan, sejauh mana kesabaran, ketabahan, ketahanan, dan keimanan kita padaNya, Wanablukum bil khair wa syar fitnah (Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan)." 

"Anakku, ada hal lain yang lebih penting, sehingga kau melihat sesuatu yang buruk kau dapat membacanya dengan kaca mata yang benar, yaitu setiap kau melihat sesuatu  pandanglah dengan pandangan dunia dan akhirat. Dunia hanyalah bagian dari kehidupan, bukan segalanya tentang kehidupan. Orang miskin terkadang pedih di dunia, tapi ia dapat bahagia di akhirat. Ini sisi lain, yang dapat kau lihat dalam kehidupan". 

"Benar Ayah, saya benar-benar mengerti bagaimana kasih sayang Allah dan keadilanNya, bagaimana melihat kebaikan dan menyikapi keburukan" Wajah berbinar-binar dari anak Dr. Jasim, setelah mendapatkan penjelasan dari Ayahnya tentang menilai keburukan dan menyikapinya.

Malang, 11 Agustus 2020

www.halimizuhdy.com
IG: halimizuhdy3011
FB: halimizuhdy
Youtube: One Hubb

Selasa, 26 Mei 2020

Mendidik Anak: Hindari 3M, Lakukan 3K.

(Untuk Orang Tua dalam Mendidik Anak)

Halimi Zuhdy

Hindari 3M;

1. MENGKRITIK
Selalu mengkritik anak akan menimbulkan ketakutan, ketidakpercayaan diri. Orang tua yang selalu mengkritik anaknya dalam berbagai aktifitas akan tumbuh dalam diri anak tersebut sifat "Penakut". Bila sifat tersebut tertanam dalam diri anak, ia akan takut melangkahkan kakinya, takut bermimpi, takut berkreasi, bahkan takut untuk melakukan sesuatu yang biasa apalagi yang luar biasa. Orang tua yang selalu mengkritik anaknya, ia sebenarnya menghancurkan diri si anak dari dalam.

2. MEMBANDINGKAN
Orang tua hendaknya tidak selalu membandingkan anaknya dengan saudaranya, temannya, tetangganya dan orang lain. Karena setiap anak dilahirkan berbeda dengan kemampuan berbeda pula. 

Membandingkan dengan orang lain hanya akan menjadikan anak marah, jengkel, bahkan ia takut menjadi dirinya sendiri. Si Anak akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, selalu mengukurnya.k Kalau ia tidak sama, ia bingung, takut salah, dan ia akan menjadi anak yang lemah. Maka tanyakanlah padanya? "Apa yang biasa kamu lakukan, apa yang akan kamu lakukan?"

3.MENGELUH
Orang tua hendaknya tidak selalu mengeluhkan keberadaan dirinya terhadap anaknya, misalkan "Saya sudah siapkan semua fasilitas; sekolah bagus, makanan, motor, mobil, tapi kenapa kau masih seperti ini. Ayah sudah capek dengan kamu, kamu kok belum rajin, tidak pernah dapat rangking dll". 
Jika keluhan orang tua  selalu dilontarkan  pada anak, ia akan merasa serba salah dan selalu merasa berdosa. Anak akan ciut dalam bergaul, menjadi tidak semangat, meskipun tujuan kita untuk menyemangati, tapi kita keliru. Mengeluh hanyalah sifat para pemalas.

Maka, gantilah dengan 3K. 
1.KESUKSESAN
Fokuslah  pada keberhasilan anak, jika ia berhasil dalam hal apa pun, maka doronglah dan kuatkanlah dengan pujian dan  kegembiraan. Seperti anak yang mulai memakai baju sendiri, "Wah anakku tambah pintar". 

Anak mulai shalat, "Masyallah, kamu hebat banget, nanti tambah disayang Allah dan orang tua". 

Anak rajin mengerjakan tugas sendiri, "Ciri ciri orang sukses sepeti kamu ini". 

Atau anak perempuan yang sudah belajar memakai hijab, "Anak Salehah, dan anak hebat selalu memakai hijab lo, dan calon penghuni sorga". 

Dan berbagai contoh lainnya. Doronglah anak agar selalu fokus pada kesuksesannya dan yakinkan bahwa ia bisa, jika ia melakukan kebaikan kebaikan pujilah dan kuatkan dengan kata kata yang mampu mempertahankan kebaikan tersebut.

2.KEBAIKAN AKHLAK
Kunci keberhasilan seseorang seringkali diukur dengan banyaknya prestasi akademik, jabatan, kekayaan, tapi kadang orangtua jarang peduli bagaimana akhlak anak benar benar manjadi sebuah kewajiban untuk selalu diperhatikan, bahkan kesuksesan orang tua, jika anaknya  mampu meniru kebaikan kebaikan/akhlak yang baik dari orang lain. Maka orang tua selalu memantau perilaku anaknya, baik cara makannya, minumnya, berpakaian, dan juga bergaul dengan orang lain, dan yang paling utama orang tua benar benar menjadi tauladan dalam berakhlak yang baik. 

"Sebaik baik kalian, adalah berbuat baik kepada keluargamu (Hadits)" artinya, jadilan teladan bagi anak anak, jangan biarkan anak mencontoh prilaku orang lain yang tidak baik,sehingga berakibat rusaknya moral dan kemudian sulit untuk diperbaiki.

3.KELEMBUTAN
Berlaku lembutlah dengan anak anak, karena dengan sikap lembut, perkataan lembut, akan menumbuhkan kasih sayang di antara keluarga, dan dengan sikap inilah akan dapat memperhalus budi mereka.

“Maka dengan rahmat dari Allah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada-Nya (QS. Al­i Imran: 159)

Halimi Zuhdy 
PP.Darun Nun Malang

Diadaptasi dari maqulah Syekh Khulfan dalam Annaml wan Nahl.

Jumat, 04 Oktober 2019

M o m e n t

Halimi Zuhdy

Setiap detik itu adalah moment terpenting hidup kita. Tapi mengapa sering diabaikan? Bahkan, tak peduli dengan apa yang terjadi.

Kerikil yang menyapa. Debu yang menerpa. Daun yang melambai-lambai. Dan, air yang terpercik ke baju kita, bukanlah sebuah kebetulan. Ia sudah termaktub rapi di Lauh Mahfud-Nya. Malaikat bekerja sedemikian rupa.

Namun, kadang kita lupa, bahwa moment apapun adalah paling indah dalam kehidupan. Mengapakah kita lupa mengabadikannya. Walau tidak ada (yang) abadi kecuali keabadian-Nya.

Ketika kita mengambil gambar (menfoto), mengapa kita memilihnya? Bukankah setiap moment itu istimewa. Benar. Tapi ada moment-moment (yang) sangat istimewa. Sebagaimana Allah memberikan waktu-waktu istimewa. Pada setiap harinya, setiap bulannya, dan setiap tahunnya. Dalam satu minggu, hari Senin, Kamis dan Jumat. Dalam satu bulan, ada Ayyamul Bedh, 13,14 dan 15. Dalam satu tahun, bulan al-Muharram, Ramadlan, dan lain sebagainya.

Untuk apa? Agar kita terus menunggu waktu istimewa dengan melakukan kebaikan-kebaikan itu. Pada waktu yang istimewa itulah kita perkuat rindu dan cinta. Agar ikatan semakin erat. Bila ada kedekatan, maka rahmat akan terus mengalir pada kita.

Mengabadikan moment terindah dalam setiap detiknya. Selalu membekaskan nama-Nya di setiap waktu dan tempat, fadzkuruni azkurkum. Dzikir itu akan direkam. Diputar dalam setiap roda kehidupan. Tentunya nanti akan kita saksikan dalam layar lebar Mahsyar. Di mana tiap manusia menunggu pemutaran film kehidupan mereka. []

Jum'ah Mubarokah...

Ket: Ketika Abah Zawawi melukis wajah suram ini,wkwkwk.
Gus Aziz Progresif terima kasih.

Jumat, 30 Agustus 2019

Hanya Orang sembarang, Yang Berlaku Sembarangan


Oleh Halimi Zuhdy

Setiap lewat jalan Bandung selalu disambut dengan plang yang bertuliskan "Bila Anda Bukan Orang Sembarangan, Jangan Buang Sampah Sembarangan", kata-kata ini seperti memecut saya,  Apakah saya termasuk orang sembarangan? walau urusan sampah, khususnya kepada anak-anak, pasti saya arahkan untuk membuangnya pada tempatnya. Tapi, kata itulah yang menggelitik tangan ini untuk menuliskannya.

"Sembarangan" kalau dalam bahasa Arab bisa disamakan dengan "Kedhaliman", dhalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

الظلم هو وضع الشيء في غير موضعه، وهو الجور، وقيل: هو التصرف في ملك الغير ومجاوزة الحد.
Kata "Dhalim" ini, satu kata  dari "dhalam" yang bermakna kegelapan.

Gelap itulah yang membawa seseorang pada prilaku yang tidak menentu, sembarangan, sporadis, dan cendrung meletakkan sesuatu pada  selain tempatnya. Maka, butuh "Nur", untuk meneranginya. Nur kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Berkait dengan sampah, masih banyak masyarakat kita yang kurang peduli. Saya sering melihat mobil bagus, tapi perilaku orang di dalamnya tidak sebagus mobilnya, buang  sampah sembarangan di jalan, ia menggap jalan raya sebagai tempat sampah. Ngennes.

Belum lagi pengendara motor, pejalan kaki, dan lainnya, yang mereka seperti tidak sadar melemparkan sesuatu (sampah) sembarangan, ketidaksadaran inilah buah dari kebiasaan mereka, mereka yang biasa membuang sampah sembarangan.

Sehingga banyak narasi (plang) bagi mereka yang membuang sampah  sembarangan, mungkin masyarakat yang sadar kebersihan sudah sangat terusik sekali, seperti, "Hanya anjing yang membuang sampah di sini", "Ya Allah, Aku Rela Miskin 7 Turunan, Kalau Buang Sampah Sembarangan", "Ya Allah, Cabutlah Nyawa Mereka Yang Membuang Sampah di Sini", "Yang Membuat Sampah di Sini, Tak Dungono Kesurupan", "Bila Anda Tidak Mampu Membuang Sampah Pada Tempatnya, Mata Telankan Makanan/Minuman Beserta Kemasannya". Masih banyak kalimat lebih kasar dari kalimat di atas, walau tidak sedikit kata yang diperhalus.

Suatu saat, atau sudah terjadi, bagi yang membuang sampah di Penjara. Wkwkwwk.

Seperti adanya “polisi Tidur” , apakah hanya alat untuk memperlambat pengendara mobil atau motor, atau ada sesuatu di balik semakin maraknya pemasangan polisi tidur itu.

Setelah saya coba merenung, itu sangat terkait dengan perilaku dan akhlaq masyarakat pengendara dan masyarakat pemakai jalan tersebut. Kenapa harus ada polisi tidur? Karena sudah tidak lagi peduli dengan keselamatan orang lain, atau bahkan dirinya, atau kecepatan yang tidak terkontrol sehingga banyak orang mengalami kecelakaan.

Kemudian diberiperingatan disepanjang jalan, dengan tulisan “harap pelan-pelan”, tetapi juga di _labrak_, ini menandakan bahwa bahasa tulisan sudah tidak dipedulikan, peringatan apapun sudah diabaikan, apakah tidak bisa membaca? Saya yakin, pasti bisa, namun sudah abai.

Ditambah lagi dengan tulisan “ngebut benjut”, tapi tulisan itu pun seperti angin lewat, pengendara masih saja abai, sama dengan tulisan “hanya anjing yang kencing di sini”, “hanya sampah masyarakat yang membuang sampah di sini”, itu adalah kemarahan masyarakat yang terganggu dengan sesuatu yang dilanggar, berarti tanda apakah itu, ketika banyak yang sudah tidak peduli dengan lingkungan, keselamatan, kesehatan, keindahan, keamanan, dan lainnya. Kenapa harus ada kata-kata yang begitu menghentak?
.
Aturan demi aturan dilanggar, peringatan demi peringatan diabaikan, berarti ada yang sakit dengan masyarakat tersebut, sehingga karena masyarakat sekitar jalan itu terganggu atau sering terjadi kecelakaan, maka jalan terakhir adalah dipasang “polisi tidur”, dilambatkan paksa, dihentikan paksa, karena sudah tidak peduli dengan peringatan dan kata-kata.

Bagaimana dengan mereka yang tetap saja, membuang sampah sembarangan? Apakah ada Polisinya?.wkwkwkw.

Mudah mudahan kita tetap berakrab dan mengamalkan maqalah " An-nadhafatu Minal Iman".

Malang, 30 Agustus 2019

Minggu, 21 April 2019

Kiat Sukses Ala Nabi Musa AS

Halimi Zuhdy

Tadi malam, ketika mengisi pembelakalan wawasan keislaman, bagi santri akhir kelas XII Ma'had Al-Qolam MAN 2 Kota Malang, dengan tema "Kiat Sukses Berorganisasi dan Akademik", saya teringat kisah-kisah Salafus Shaleh, yang namanya masih selalu dikenang dibernagai lembaga pendidikan dan lainnya, mereka tidak hanya sukses dalam karir akademiknya, tapi juga dalam berorganiasi (jam'iyah), walau berbeda bentuknya dengan sekarang. 

Dan juga saya teringat kisah Nabi Musa AS, ketika sampai di Daerah Madyan, setelah dikejar-kejar tentara Fir'aun, ia tidak membawa bekal apapun, ia tidak memiliki sepetak tanah pun, tempat tinggal juga tidak ada, tidak ada pekerjaan untuk menghidupi kesehariannya, tidak pula memiliki pendamping hidup (istri). 

Ia hanya berteduh di tempat-tempat yang bisa menghalanginya dari terik mentari. Dengan kerendahan hatinya, dan keimanan yang membara, ia menengadahkan tangannya ke langit dan berdoa:
"رَبِّ إِنِّي لِمَآ أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ"
"Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". (QS. Al-Qoshos:24).

Sabtu, 30 Maret 2019

Memilih Nama Anak

(Apalah arti sebuah nama?)

Halimi Zuhdy

"Apalah arti sebuah nama", kata-kata ini dianggap tidak etis pada satu sisi, namun bisa menjadi etis pada konteks lainnya, misal bila dikaitkan dengan sebuah ketawadu'an (Rendah hati) atau menghilangkan nama diri untuk menghindari kesombongan, atau menjadi baik bagi orang yang mencari "nama" an sich.

Kata-kata di atas menjadi tidak etis, bahkan dianggap tidak ikut sunnah, bila tidak mempedulikan arti sebuah nama, misalkan nama anak. Hanya asal saja.

Suatu hari, ada seorang sahabat  bertanya pada Nabi Muhammad saw, dalam riwayat Abul Hasan. “Ya Rasulullah, apakah hak anakku terhadapku?”. Nabi menjawab: “Engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di tempat yang baik”.

Bila kemudian hanya sekedar memberi nama, dan tidak dipahami artinya, bahkan nama tersebut tidak memiliki arti yang baik, maka hal tersebut termasuk orang tua yang tidak memberi hak kepada anaknya.

Nama itu bukan hanya pembeda, di dalam nama tersebut ada sebuah harapan besar, bahkan nanti  di hari kiamat, nama itu menjadi sebuah kebanggaan bagi dirinya, ia akan dipanggil dengan nama itu. “Baguskan namamu, karena dengan nama itu kamu akan dipanggil pada hari kiamat nanti,” kata Rasulullah. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hiban).

Maka, nama adalah sebuah identitas, cita-cita, doa, harapan besar orang tua, dan ia akan menjadi kebanggan dirinya dengan penyematan nama itu. Dan nama itu, bisa menjadi pembeda aqidah,      identitas keluarga, dan keturunan nantinya.

Ada beberapa hal yang dianjurkan dalam pemberiaan nama sebagaimana dalam kitab "Tarbiyatul Aulad" yang rangkai oleh Dr. Nasih 'Ulwan; a) Tidak menggunakan nama Tuhan, kecuali diberi kata Abduh sebelumnya. b). Nama yang tidak memiliki arti ketundukan kepada selainNya, seperti "Hamba Kopi" dll. c).  Nama yang artinya tidak mudah hilang, lekang, dan sirna.

Pemberian nama, dianjurkan pada hari ketujuh sebagaimana Hadis Shahih, “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama pada hari itu juga.”(HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah, Ahmad). Atau pada hari ketika ia dilahirkan, "Pada suatu malam, aku dianugrahi seorang bayi dan aku namai ia dengan nama ayahku, yakni Ibrahim.” (HR. Muslim)

Namun, pencariannya bisa kapan pun, bisa saja sebelum memiliki Istri, sebagai motivasi untuk mendapatkan seorang anak shaleh dengan calon istri shalehah. Atau ketika, ia berada pada malam pertama, dan membayangkan seorang ulama hebat, dengan namanya, sebagai tafaulan pada beliau. Atau mendiskusikan dengan istri, atau meminta kepada seorang   'Alim dengan harapan anaknya diberikan nama terbaik sesuai dengan karakternya. Pencarian tersebut oleh ulama tidak dibatasi. Namun, yang disunnahkan memberikannya anaknya pada hari ketujuh,atau hari pertama dilahirkan.

Pengalaman penulis mencari nama, ada yang terinspirasi dari; pengarang kitab, keunikan nama, sultan, pengalaman, makna yang dimiliki, yang kemudian dicari di mu'jam bahasa Arab, serta kekhasan kalimatnya dan sejarah yang mengitari kelahirannya. Artinya, ketika ditanya oleh anak suatu saat, maka segudang jawaban sudah termaktub. Misal;  Mohammad Nayif Azmi, Mohammad Najid Al-Izzi, Athifah Muhibatullah, Athirah Rahmatillah. Kedua anak pertama dan keempat menggunakan ism Fa'il dengan awalan yang sama "Mim dan Nun", (Moh. Nayif dan Moh. Najid) demikian dua  putri, ke dua dan ketiga Athifah dan Athirah. Yang semuanya bersajak. Sedangkan arti dan sejarahnya sangatlah panjang. He.

Sekilas penulis bahas arti  anak yang ke-empat, Mohammad Najid Al-Izzi. Dalam tulisan bahasa Arab: محمد ناجد العزي. Kata Mohammad, sudah sangat mafhum, sebuah tafaul kepada Sang Nabi Allah, akhlaq dan kepribadiannya, serta aqidah yang dianutnya. Bagaimana perintah dan sunnah baginya, suatu saat adalah menjadi napaknya.

Sedangkan kata, "Najid" memiliki banyak arti, dan bagus; pemberani, ketingian akhlaq, terdidik, intelek, penyuka keunggulan dan lainnya. Mengapa nama ini dipilih, karena; 1) maknanya yang bagus, 2) berawalan "Nun" untuk menyamakan dengan kakaknya, juga menggunakan awalan "Nun" dan ism Fa'il, 3) jarang digunakan di Indonesia, beda dengan Najib dan beberapa alasan lainnya.

ناجد : أصل الاسم، عربي،
اسم عربي يطلق على الذكور، وهو من الفعل نجد أي إرتفع، ويدل على السمو ورفعة الشأن، كما يعني الغالب، الواضح، الشجاع، ويمكن أن يصبح اسم مؤنث "ناجدة". وصاحب اسم ناجد يتميز بشخصية مهذبة، مثقف وكثير الإطلاع والتعلم، يحب أن يكون متفوق ومميز في العمل، ويساند من يحتاج الدعم.

Sedangkan "Al-izzi" selain maknanya yang baik, dan sebuah tafaul akan memperoleh "kemuliaan",  juga menyamakan dengan kakaknya "Azmi" yang diawali "Ain", namun ditambah "al". Bisa juga "Najid Izza, atau Najid Izzi".

Malang, 29 Maret 2019

#MohonDoaAtasPenamaanAnak_tasmiyah

Senin, 19 Juni 2017

Buta, Penghafal Al-Quran



Halimi Zuhdy

@halimizuhdy3011

Sungguh mata yang saya gunakan sepertinya terlalu banyak melakukan dosa (mudah-mudah Allah mengampuni), banyak melihat kesia-siakan dalam kehidupan fana ini. Sungguh, tiada sekejap mata memandang pun, yang tidak ada pertanggung jawabannya, semua akan dicatat oleh Allah. Untuk apa mata ini gunakan?. Melihat anak-anak kecil yang buta tetapi penghafal Al Quran, sepertinya ada pesan kuat dari Allah, "Yang buta saja bisa menghafal Al-Quran, bagaimana dengan matamu yang begitu indah dan kuat memandang dunia, apakah tidak malu dengan mereka?". Beberapa yang saya tahu dari ribuan orang yang masih kecil dan buta, tapi sudah hafal Al Quran atau masih proses penyelesaian, seperti; Mu'ad Mesir, Mashithah Indonesia, Husain Muhammad Thohir Saudi, Jihad AlMaliki Riyad KSA, Abdullah Ammar dan lainnya. Mereka digerakkan oleh Allah untuk membawa Al Quran ke sekitar kita dengan pesan yang luar biasa.

Senin, 23 Januari 2017

IBU, Penggerak Karakter (Cerita Luar Biasa)



(1)

Suatu hari, seorang guru bertanya kepada murid- muridnya,

"nanti kalau sudah besar cita citanya apa?"

Jawaban mereka bervariasi, ada yang ingin jadi; pilot, dokter, arsitek dan sederet cita-cita seputar pekerjaan tersebut, tetapi ada satu di antara para murid yang memiliki cita-cita berbeda, yaitu cita citanya ingin jadi Sahabat. semua murid tertawa mendengarkan cita-cita murid tadi, karena merasa aneh dan mungkin lucu.

Senin, 23 Mei 2016

Hindari 3M, Lakukan 3K

(Untuk Orang Tua dalam Mendidik Anak)

Hindari 3M;

1. MENGKRITIK
Selalu mengkritik anak akan menimbulkan ketakutan, ketidakpercayaan diri, bahkan orang tua yang selalu mengkritik anaknya dalam berbagai aktifitas, akan tumbuh dalam diri anak tersebut sifat "penakut", jika sifat tersebut tertanam dalam diri anak, ia akan takut melangkahkan kakinya, takut bermimpi, takut berkreasi bahkan takut untuk melakukan sesuatu yang biasa apalagi yang luar biasa. Dan selalu mengkritik anak akan menghancurkannya dari dalam.

2.MEMBANDINGKAN
Orang tua hendaknya tidak selalu membandingkan anaknya dengan saudaranya, temannya, tetangganya dan orang lain. Karena setiap anak dilahirkan berbeda dengan kemampuan berbeda pula. Membandingkan dengan orang lain hanya akan menjadikan anak marah, jengkel, bahkan ia takut menjadi dirinya sendiri, ia akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, selalu mengukurnya, kalau tidak sama, ia bingung, takut salah, dan menjadi orang yang lemah. Maka tanyakanlah padanya?"Apa yang biasa kamu lakukan, apa yang akan kamu lakukan?"

3.MENGELUH
Orang tua hendaknya tidak selalu mengeluhkan keberadaan dirinya terhadap anaknya, misalkan "saya sudah siapkan semua fasilitas, sekolah bagus, makanan, motor, mobil, tapi kenapa kau masih seperti ini, ayah sudah capek dengan kamu, kamu kok belum rajin, tidak pernah dapat rangking dll". Jika keluhan orang tua  selalu dilontarkan  pada anak, ia akan merasa serba salah dan selalu merasa berdosa, anak akan ciut dalam bergaul, dan akan mengurangi semangatnya, meskipun tujuan kita untuk menyemangati, tapi kita keliru. Mengeluh hanyalah sifat para pemalas.

Senin, 04 Juni 2012

Tuhan, Punya Tempat?




Kalau Tuhan ada di lagit, bagaimana aku menggapaiNya, kalau Tuhan ada di mana-mana, bagaimana aku mampu menyatu denganNya, kalau Tuhan dekat mengapa aku sering tak mampu berkomunikasi dengaNya.

Beberapa hari ini saya dibrondong pertanyaan tentang Tuhan oleh anak saya. Pertanyaan biasa, namun cara menjawabnya yang tidak biasa, membutuhkan energi untuk berfikir, jawabannya harus bisa memahamkan, dan juga benar.  Saya harus mengingat-ingat kembali ilmu kalam di Madrasah dulu, atau Teologi Islam yang diajarkan di Perguruan tinggi, tapi pertanyaan itu juga menggelitik pikiran, karena ditanyakan oleh anak sekecil seperti Nayif Azmy. Namun, beberapa hari ini, pertanyaan itu agak sedikit terobati oleh Film di MNCTV Raden Kian Santang, film anak kecil yang cukup baik, yang semuanya dimuarakan pada Tuhan.

Rabu, 06 Juli 2011

Mendidik Anak bag .2



Menyampaikan Ajaran kepada anak
b. Fantasi (Menggambar)

            “Heh…..Adi, jangan corat-coret tembok itu..!!!” Pak Joko membentak Adi dengan keras.
            “Pa, mana bukunya?” Adi dengan nada meringis dan ketakutan
            “Wiss….gak usah nulis aja, tembok dicorat-coret, gak punya mata tah….!” Sambil merampas krayonnya
            “Pa, Adi ingin menggambar…? sambil menangis dan memohon-mohon agar krayonnya dikembalikan
            “kamu gak pintar sih…!, kalau mau nulis yang di buku lah….” Pak Joko beranjak sambil meninggalkan anaknya yang lagi menangis.


Dialog di atas kadang kita jumpai dalam beberapa keluarga, anak lagi-lagi sebagai korban dari kemewahan, keindahan dan kemapanan. Orang tua lebih memilih untuk menjaga pemandangan rumahnya yang bersih, dibandingkan kreatifitas anaknya yang masih dalam tahap pertumbuhan, orang tua rela membentak anaknya hanya karena coretan sedikit yang bisa dibersihkan dengan air atau dicat ulang dengan biaya yang sangat murah, dibandingkan merusak psikis dan emosinya, yang kemudian berakibat pada kecerdasannya baik emosional, spritualnya dan IQnya. Orang tua tidak sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dalam mendidik dengan membentak, menakut-nakuti, memarahi, mengancam bahkan memusuhinya.
Banyak cara untuk membangun kecerdasan anak, di antaranya adalah dengan menggambar. ketika anak berusia 1,5 tahun, mereka gemar sekali mencorat-coret yang bagi orang dewasa gambar mereka seakan-akan tidak ada artinya, hamper seperti benang kusut saja. Tetapi hal tersebut penting bagi perkembangan saraf sensorik dan motorikhalus di tangan, jari dan lengan anak, ungkap Wijanarko.
Menggambar akan membangun sebuah kecerdasan pola pikir, ia dapat meniru banyak benda yang ada dunia yang dapat membangun wawasan dunia, dengan mewarnai ia dapat membangun emosi, mengaluskan rasa dan melejitkan imajinasi, setiap anak yang ingin menggambar ia akan memilih gambar yang cocok dengannya, dan pasti ada benda yang paling ia senangi, dan suatu saat ia akan menjadikannya sebagai idola. Misalkan memilih harimau, mungkin karena ketangkasan dan kekuatannya, ketika ditanya mengapa memilihnya, ia menjawab agar menjadi hebat seperti harimau, mengapa memilih kancil mungkin ia menjawab “kancil itu cerdas dan cerdik saya ingin sepertinya” demikian mengapa mereka memilih gambar.
Tahap berikutnya mewarnai, ketika anak sudah menggambar ia akan mewarnai, ketika ia memilih warna, ia akan menyesuaikan dengan warna benda tersebut, hal tersebut membutuhkan kecerdasan khusus atau seni khusus, ada kehalusan rasa dan emosi. Biarkan ia mewarnai sampai capai, jangan dicegah agar emosinya dan imajinasinya mengalir deras, baru setelah melalui tahapan-tahapan berikutnya bisa kita arahkan, bukan mewajibkan, karena setiap anak mempunyai rasa artistic sendiri dan tidak harus sama dengan rasa kita, membiarkan bukan menterlantarkan, tapi mengajarkan untuk berimajinasi total.
Sebagai orang tua hendaknya memanfaatkan waktu menggambar anak dengan  mengajarkan tanggungjawab, tertib, sopan, dll. Banyak sifat-sifat yang baik bisa diajarkan, tergantung bagaimana orang tua mengolah kata. Piker dan tubuh. Semua bisa dibuat ajang untuk menularkan pelajaran.
Orang tua bisa berkomunikasi dengan anak sambil sama-sama menggambar. ketika anak melihat orang tua menggambar sambil menerangkan gambar yang sedang dibuat serta memasukkan pengajaran, konsep,  nilai hidup atau tuntutan kepada anak, ia jauh akan lebih betah mendengarkan. Wijanarko berpendapat, saat mendidik, mereka harus mendengar dan kita harus ingat, daya konsentrasi mereka sangat pendek maka segala hal yang mereka sukai, kita pakai sebagai jembatan untuk mengajarkan sesuatu. Itu memang membuat proses mendidik anak memerlukan bukan kualitas, tetapi juga kuantitas, berupa waktu yang sukup disediakan dan dikhususkan bagi anak.
Menggambar seperti menuagkan ide dan rasa, mengajak anak menggambar berarti mengajak mereka untuk berfikir dan berimajinasi. Membiarkan anak  menggambar, berarti membebaskan anak untuk selalu berproses menemukan dirinya….

Malang, 6 Juli 2011