السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Tampilkan postingan dengan label Sastra Arab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra Arab. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 Juli 2025

Dalam Bahasa Arab, satu huruf bisa menjadi sebuah kalimat perintah?


Di antara keindahannya, ada sisi yang jarang kita dengar: dua puluh fi‘l amr (kata kerja perintah) yang hanya terdiri dari satu huruf saja. Iya, satu huruf. Tapi maknanya luas dan dalam.

Dan yang menarik, hampir semuanya dibaca dengan harakat kasrah, kecuali satu: huruf "رَ" dari kata "رأى" (melihat). Ia dibaca dengan fathah, seakan mengisyaratkan bahwa melihat itu membuka, menyibak, dan menyadarkan. 😁
Semuanya ditulis oleh Ahmad Taimur Pasha (wafat 1348 H) dalam kitab pilihan beliau, dan juga tercantum dalam kitab “Lijam al-Aqlam” karya Abu Turab az-Zahiri.

Berikut dua puluh fi‘l amr yang hanya satu huruf:

1. إِ – dari kata "وأى": artinya berjanjilah
2. تِ – dari "أتى": artinya datanglah
3. ثِ – dari "وثى": maksudnya melaporkan kepada penguasa
4. جِ – dari "وجى": artinya potonglah
5. حِ – dari "وحى": artinya sampaikanlah wahyu atau isyarat
6. خِ – dari "وخى": artinya berniat atau menujulah
7. دِ – dari "ودى": artinya bayarlah diyat
8. رَ – dari "رأى": lihatlah
9. رَ – dari "ورى": artinya rusakkan dari dalam
10. سِ – dari "وسى": artinya cukurlah
11. شِ – dari "وشى": artinya hias atau ukirlah (seperti pada kain)
12. صِ – dari "وصى": artinya sambungkanlah
13. عِ – dari "وعى": artinya ingat dan kumpulkan
14. فِ – dari "وفى": artinya tepati janji
15. قِ – dari "وقى": artinya lindungilah
16. كِ – dari "وكى": artinya ikatlah atau tutuplah
17. لِ – dari "ولى": artinya pimpinlah
18. مِ – dari "ومى": artinya tunjuklah dengan isyarat
19. نِ – dari "ونى": artinya istirahatlah atau lelahkan
20. هِ – dari "وهى": artinya melemahkan atau melemas

Apa pedannya😁 di zaman yang sibuk dan penuh bising ini, mungkin kita bisa belajar dari bahasa Arab, bahwa kekuatan tidak selalu datang dari panjangnya kata, tapi dari ketepatan dan kedalaman maknanya. Sedikit, tapi bermakna. Satu huruf, tapi membuka banyak hal. Toyyib.

Jumat, 27 Juni 2025

Apakah AI bisa menerjemahkan karya sastra?



Jawabannya, mungkin saja. Karena setiap karya tulis bisa diterjemahkan oleh AI, tapi untuk karya sastra terkadang ia bisa keliru dalam menangkap rasa.  AI bisa mengenali kosakata puitis dan struktur kalimat kompleks, tetapi sering kali gagal menangkap kedalaman rasa, ironi, sindiran halus, atau perasaan ambigu yang disengaja oleh penulis sastra. Ia memang tidak punya perasaan seperti manusia🤩. Kadang dimarah-marahi, ia tidak membalas, ia sabar banget. 
Setiap penulis punya gaya khas pilihan kata, ritme, atau metafora yang tidak selalu punya padanan langsung dalam bahasa lain. AI mungkin akan meratakan keunikan ini, menjadikannya terlalu netral atau kaku. Karena AI adalah mesin, yang sudah sangat rapi dan terstruktur dalam sistemnya. Kadang ia, tidak bisa meniru gaya setiap orang, kecuali mungkin diperintah untuk meniru karya seseorang, seperti  gaya Ahmed Hamed Al-Gohary, sastrawan Arab yang ia lahir Djibouti. Bisa, tapi tetap saja kaku. 

Dan, karya sastra sering kali mengandung referensi budaya, sejarah, atau lokalitas yang butuh pemahaman kontekstual yang lebih mendalam. AI bisa keliru menangkap makna jika hanya bergantung pada data linguistik sajo.he. 

Proposal di atas yang berjudul "Istirati Al-ta'lim fi mu'alajati tahaddiyat ta'allum al-tarjamah al-adabiyah bistikhdami al-dzaka' al-isthina'i fi jami'ati Maulana Malik Ibrahim Al-Islamiyah Al-Hukumiyah Malang" ini akan mengulas tentang   problematika AI dalam menerjemahkan karya sastra Arab. 
 
AI adalah alat bantu atau mesin bantu atau khadim, bukan pengganti dalam menerjemahkan karya sastra. Untuk mempertahankan rasa, jiwa, dan keindahan bahasa, penerjemah manusia tetap tak tergantikan. Maka, yang mengambil prodi terjemah jangan pernah khawatir akan tergantikan oleh AI, walau AI bisa membantu terjemahan awal (draft kasar), juga bisa membantu mencari padanan kata, membantu mengecek konsistensi istilah atau struktur kalimat, menjadi mitra awal dalam proses kreatif, tetapi hasil akhir tetap perlu sentuhan manusia. Rasa manusia tidak akan tergantikan🤩

Gairah Menuntut Ilmu dan Sastra


Ibnu Ma’sum Al-Madani (wafat 1120 H) menulis  dalam kitabnya Silāfat Al-‘Asr fī Maḥāsin Al-Syu’arā’ tentang kecintaannya kepada ilmu dan upayanya mencari ilmu pengetahuan dan sastra. Cuplikan dalam gambar, beliau menuliskan. 
“Sejak aku mulai menggunakan mata hatiku untuk melihat luasnya alam, dan Allah Sang Maha Pemurah memberikan kewajiban belajar padaku (taklif), aku tak pernah berhenti, tekadku selalu menyala bagaikan bintang yang menembus gelap, demi mencapai kebaikan dan keutamaan. Langkahku teguh dan tajam, seperti pedang yang siap memangkas segala rintangan demi meraih kejayaan. Sungguh, ilmu adalah kemuliaan dan kebanggaan, dan apabila seseorang memilihnya, dia akan menemukan harta yang tak ternilai.
Aku gemar mencari makna-makna yang masih perawan, gagasan-gagasan yang masih murni, pada pagi dan petang, dan hatiku selalu bergelora demi menemukan keindahan dan hikmah di balik segala sesuatu.”

Sebagaimana yang diceritakan juga oleh Dr. Muhammad Nuri, bahwa Ibnu Maksum juga melukis kata-katanya "Aku gemar mencari makna-makna yang indah, menyelami syair dan tulisan, dan berhias diri dengan adab, sebagaimana mata dihiasi bulu mata. Dari khazanah sastra, aku memilih yang paling bernilai, yang kuno dan yang baru, dan dari keindahan kalimat, aku petik yang paling unik dan menawan. Dari taman ilmu, aku petik bunga dan buahnya, dan aku perhatikan kisah dan riwayat, terutama dari para ulama dan sastrawan, yang syair dan prosanya masih bergema". 

"Sungguh sering aku bersusah payah mencatat kalimat dan kisah yang langka, sesuai pepatah: ‘Segala sesuatu yang baru punya kenikmatannya.’ Hingga aku mengumpulkan tulisan-tulisan yang halus dan lembut, seakan embusan angin pun iri, dan kalung perbedaannya membuat gadis-gadis tercengang.”

Selasa, 26 November 2024

Puisi Unik, Masa Ottoman dan Mamluk



Halimi Zuhdy

Pertama kali melihat gambar lingkaran di atas, saya kira adalah jimat sejenis rajah. Saya perhatikan huruf perhuruf, kata dan kalimat, ternyata bukan. Ia adalah bait-bait indah puisi Arab masa lalu.  Ia contoh seni sastra dalam bentuk شعر الدائرة (syi'r al-dairah) atau puisi lingkaran, yang populer pada masa Dinasti Mamluk dan Ottoman (ustmaniyah). Aha, ini penting untuk dicari contoh lainnya. 
Bentuk puisi ini adalah bagian dari inovasi sastra (ibda' al-adab al-araby) di era tersebut, namun seiring waktu mulai ditinggalkan. Sayangnya, puisi-puisi seperti di atas, sering menghilang dan bahkan lenyap, bila tidak ada generasi setelahnya yang melanjutkan, baik puisi tentang politik, sosial, dan lainnya, dan juga kurangnya naqit yang peduli tentang karya seperti di atas.

Setelah dilacak di beberapa referensi saya menemukan keterangan cukup asyik. Bahwa puisi ini dimulai dari pusat lingkaran dengan huruf 'ع' dan berbunyi

عشقتكَ نورا من مقامك يسطع * وعيني غدت من فرط عشقك تدمع

Setiap baris puisi ini berakhir dengan huruf yang menjadi awal dari baris berikutnya. Misalnya, kata تدمع (tadamma') pada akhir baris pertama, dibalik menjadi عمدت (ammadat) yang menjadi awal baris kedua, dan begitu seterusnya. Teknik ini menciptakan pola yang saling terhubung, menunjukkan keindahan dan kerumitan seni puisi pada masa tersebut. Tidak hanya menekankan kesahisan kaidah arudhiyahnya, tapi juga pada setiap titik-titik lingkarannya. Asyik banget. 

Kalau ditilik lebih dalam puisi dan lingkaran dalam gambar tersebut, ada hubungannya yang sangat erat. Erat sekali, seperti dua kekasih yang sulit dilepas.wkwkwkw. Gambar lingkaran pada puisi di atas menunjukkan hubungan visual antara bentuk puisi dengan struktur kata-katanya. 

Uniknya, tampak ada konsep berulang dan tak terputus. Dan lingkaran melambangkan sesuatu yang berulang dan tak berujung, seperti aliran perasaan cinta dalam puisi ini. Setiap akhir baris puisi kembali ke awal baris berikutnya, mirip dengan bentuk lingkaran yang tidak memiliki titik akhir atau awal yang jelas. Ini menekankan sifat abadi dari cinta yang diungkapkan oleh penyair. Amazing.wkwwk. 

Juga, yang menarik adalah simetri Puisi dan struktur kata. Dalam puisi ini menggunakan teknik palindromik (mutanawib), dalam Al-Qur'an juga kita menjumpai beberapa Ayat. Apa itu mutanawib? di mana kata di akhir baris bisa dibalik atau digunakan lagi untuk memulai baris berikutnya. Dalam gambar lingkaran, setiap segmen saling berhubungan dan mengarah kembali ke pusat (huruf 'ع' di tengah), mencerminkan simetri dan keterkaitan kata dalam puisi tersebut. Aha. 

Coba perhatikan lebih dalam lagi, kita akan menemukan pusat sebagai simbol cinta (romzu al-hubb). Apa itu? Huruf Ain (ع). Huruf 'ع' di tengah lingkaran, yang merupakan awal dari kata عشق (cinta), menjadi titik pusat dari semua baris puisi. Ini melambangkan cinta sebagai pusat atau inti dari keseluruhan puisi, di mana segala sesuatu berpusat pada satu emosi yang kuat. Dahsyatiyah, kata ada sastra Arab 😁

Apakah masih ada lagi keunikannya?, ada dong. Yaitu bentuk estetika visual dan makna puitis. Penggunaan bentuk lingkaran (dairah) juga menambah nilai estetika pada puisi ini, menjadikannya tidak hanya indah secara puitis tetapi juga secara visual. Setiap baris puisi melingkari pusat lingkaran, menciptakan pola artistik yang menggambarkan perasaan cinta yang mengelilingi dan merangkul.

Khalasahnya, ia bukan hanya sekedar gambar, sekedar lingkaran atau bukan hanya sekedar bentuk pemanis, tapi gambar lingkaran di atas adalah bagian integral dari makna puisi, di mana setiap baris saling berkaitan dalam satu aliran cinta yang tak terputus. Wow. Cinta🤩🥰. Serasa muda lagi. 

Malang, 10 November 2024

***
@sorotan

Sabtu, 09 November 2024

Syair Arab yang Semakin Menggeliat



Halimi Zuhdy

RMI PBNU keren. Mengadakan lomba yang jarang diminati, tapi sangat penting untuk disyiiarkan. Lomba menulis syair/Nadham Arab. Seni mengubah syair berbahasa Arab yang pernah populer di pesantren dengan pelajaran 'Arudl, tapi mulai redup. Tapi, kini difasilitasi lomba nadham/syakr Arab oleh RMI PBNU. Dan, Insyallah ke depan bait-bait syakr Arab akan menggeliat dan mungkin akan marak lagi. Tahun kemarin hadiahnya umroh bagi pemenang pertama. Tahun ini apa?, malam ini pengumumannya.he.
"Lomba Syair Berbahasa Arab diharapkan membangun kembali kekayaan intelektual dan sastra yang pernah luar biasa dan sekarang kurang diminati", kata Kyai Hodri Ariev. Lah, ini yang menjadi alasan "kurang diminati", maka agar banyak yang meminatinya, di antaranya adalah dengan dihargai, disyiarkan, dan dilombakan. 

Asyik banget, tadi siang dalam grand final, saya mendengarkan bait-bait syair Arab didendangkan oleh para santri dari berbagai pondok pesantren di Indonesia. Ini, bukan bait-bait karangan orang Arab, tapi karya santri Indonesia. Mereka tulis sendiri. Dan memilih salah satu bahar dalam gubahannya. Indah banget.  Ada yang merajut bait syair dengan bahar Rajaz, ada pula bahar Thawil, bahar Bashit dan banyak yang menggunakan Wafir. Wafir dan Rajaz menjadi pilihan Favorit. Entah kenapa. 

Dibandingkan dengan tahun kemarin, peserta tahun ini membeludak. Dan karyanya bagus-bagus. Kadang bingung memilihnya, tapi harus dipilih yang terbaik dari yang baik-baik. Penilaiannya, selain kaidah syair (Arudh, Qawafi, Nahwu, Sharraf), ada juga uslub, pilihan diksi (ikhtiyar kalimah), keindahan kata, dan lainnya. Temanya bebas. Dan, juga bagaimana menampilkannya, walau penilaian ini tidak dominan. 

Tahun ini, peserta grand final tidak diundang ke PBNU Jakarta, hanya lewat online, tidak seperti tahun sebelumnya, berjibaku dengan teks dan diskusi panjang di ruang perpustakaan PBNU, Kramat Raya. Lewat zoom. Terkadang suaranya terputus-putus, kadang tidak jelas, dan bahkan tiba-tiba hilang. Dan juga tidak tahu, apakah ada pembisiknya, tapi pasti ketahuan sih.he.

"Dengan kemampuan syair ini kita berharap mampu menghaluskan perasaan, mempertajam rasa, dan sekaligus sebagai motivasi agar santri tidak hanya mampu membaca kitab tetapi mampu memahami pernik-pernik dasar dan mendasar Bahasa Arab sebagai salah satu modal penting dalam memahami Al-Qur'an dan al-Hadits," kata Kyai Khodri. 

Selama ini, banyak lomba-lomba Syair Arab, tapi hanya taqdim atau qira'ah atau ilqa' Syair. Bukan menulis syair. Maka, lomba penulisan syair  Arab sangat jarang sekali di lombakan. Kalau di Timur Tengah, ada banyak. Ada Lomba Amir Syuara', dan ini lagi berlangsung. 

Semoga lomba syair Arab terus istiqamah, dan dapat memompa santri untuk terus berkarya.

***
Juri Musabaqah Syair/Nadham Arab 

***
Cc Hamzah Sahal

Kamis, 03 Oktober 2024

Menilik Tingkatan Cinta dalam Bahasa Arab



Halimi Zuhdy

"Emangnya cinta ada tingkatannya?." Ada lah!. Cinta itu rasa. Rasa itu adalah perasaan. Perasaan itu bermacam-macam. Seperti lidah merasakan makanan, maka ada makanan yang sedang, enak dan enak banget. He. 

Demikian juga dengan cinta. Cinta biasa, cinta biasa-biasa saja, dan cinta banget. Kalau ini, ngarang saja. Lah, dalam bahasa Arab, cinta itu ada 14 tingkatan, sebagaimana dalam gambar di atas, yaitu; الهوى (Al-Hawa), الصبوة (As-Sabwa), الشغف (Asy-Syaghaf), الوجد (Al-Wajd), الكلف (Al-Kalaf), العشق (Al-‘Isyq), النجوى (An-Najwa), الشوق (Asy-Syaq), الوصب (Al-Washb), الاستكانة (Al-Istikanah), الود (Al-Wudd), الخلة (Al-Khillah), الغرام (Al-Gharam), dan الهيام (Al-Hiyam).
Sedangkan penjelasa singkatnya, dari tingkatan di atas dimulai dari kata "al-hawa", seringkali kata ini kita terjemah dengan hawa nafsu, yang arti awalnya adalah keinginan, dan mempunyai beberapa makna; cinta, nafsu birahi, kecenderungan, kegemaran, khayalan dan keinginan yang datang tiba - tiba. Maka, (1) الهوى (Al-Hawa) adalah tingkat pertama dari cinta, yang berarti mulai menyukai seseorang.

Sedangkan tingkatan (2) adalah الصبوة (As-Sabwa), yaitu tahap di mana cinta menjadi lebih mendalam dan muncul rasa saling ketertarikan antara dua orang. Juga bisa diartikan dengan "hanin", kasih sayang. (3) yaitu الشغف (Asy-Syaghaf), cinta yang menyentuh hati terdalam, di mana perasaan cinta telah memasuki relung hati. Lah, ini semakin dalam, dibandingkan dengan al hawa dan al-subwah. Dan kata saghaf ini sering digunakan sebagai pengganti kata hubb. 

Berikutnya, adalah (4) الوجد (Al-Wajd), tahap ketika cinta telah begitu mendalam, dan pikiran terus dipenuhi oleh orang yang dicintai. Wow. Kalau sudah penuh, apakah masih ada tempat lainnya?😁. Ternyata, ada tapi agak sedikit membuat perih, apa? Yaitu (5). الكلف (Al-Kalaf) perasaan cinta yang kuat, hingga menyakitkan.

Sebenarnya, ada banyak kemiripan antara satu kata dengan kata lainnya, tapi namanya kata yang berbeda, maka pasti ada maksud yang berbeda. (6) العشق (Al-‘Isyq) tahap cinta yang intens, melibatkan pengorbanan besar dan kecintaan yang mendalam. Tidak hanya cinta berjalan indah, tapi dalam keindahan terkadang ada sandingan, tapi sandungan ini bukan halangan, tapi untuk lebih hati-hati menemukan cinta. Maka, ada (7) النجوى (An-Najwa), adalah cinta yang penuh dengan kerinduan dan kesedihan karena jarak atau perpisahan.

Seringkali "rindu" dianggap berbeda dengan "cinta", apakah emang berbeda?. Lah, kata ini (8) الشوق (Asy-Syaq) adalah tahap kerinduan dan perasaan ingin bertemu dengan orang yang dicintai. Ini, juga namanya cinta. Berikutnya, (9) الوصب (Al-Washb) cinta yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan, seolah-olah seperti penyakit. (10) الاستكانة (Al-Istikanah), adalah tahap di mana seseorang merasa tunduk dan patuh terhadap orang yang dicintai

Berikutnya; (11) الود (Al-Wudd) cinta yang lembut dan penuh kasih sayang, biasanya terjadi antara pasangan. Lah, ini ynag sering kita dengar dengan mawaddah, dalam samara (sakinah, mawaddah wa rahmah). (12) الخلة (Al-Khillah), tahap penyatuan cinta, di mana dua orang menjadi satu dan tidak terpisahkan. Khalil, cinta yang memenuhi celah, sampai penuh. Berikutnya adalah (13 ) الغرام (Al-Gharam), yaitu salah satu derajat cinta tertinggi, di mana cinta terus menerus dan tak terpisahkan. Dan cinta yang paling tinggi adalah (14) الهيام (Al-Hiyam), Derajat cinta tertinggi, yang mencapai tingkat kegilaan atau cinta tanpa batas. Tapi, yang jelas tidak benar-benar gila lo! 

Terus, dimana posisi kata "hubb"? Lanjut di youtube Lil Jamik

***
Marja' ; Bainunah

Malang, 03 Oktober 2024.

Selasa, 20 Agustus 2024

Ilmu Balaghah dan Bahasa Arab


Halimi Zuhdy

Ketika membaca kata "ra'du, petir" dalam bahasa Arab dan melafalkannya, serta  membayangkan bagaimana petir itu bergemuruh, menyambar, menghantam dan menggelegar.  Antara lidah dan tenggorokan, tersedot kedalam, dan membuat suara menghembus kuat keluar. Urutan suara petir menurut orang Arab. Dimulai dengan رعدت السماء (Langit menggelegar). Jika suaranya semakin keras, maka disebut أرعدت ودوت (bergemuruh dan berdentum). Ketika semakin kuat, suaranya menjadi قصفت وقعقعت (berderak dan berdetak). Pada akhirnya, ketika mencapai puncaknya, disebut جلجلت وهدهدت (bergemuruh dan bergetar).

Untuk mengkajinya butuh ilmu Balaghah, Maka belajar bahasa Arab tanpa mendalami ilmu balaghah ibarat menikmati taman yang indah namun tanpa memahami keindahan bunga-bunganya. 

Balaghah, yang merupakan ilmu tentang keindahan bahasa dan seni retorika, adalah kunci untuk menyelami lautan makna yang dalam dari bahasa Arab, terutama dalam memahami Al-Qur'an. Setiap kata dalam Al-Qur'an dipilih dengan keindahan yang sempurna, memiliki makna yang mendalam dan pesan yang kuat. Tanpa pemahaman balaghah, kita hanya akan meraba permukaan, kehilangan pesona dan kekuatan kata-kata yang telah dirangkai dengan keindahan dan ketelitian.

Bahasa Arab bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sebuah seni yang kaya dengan metafora, analogi, dan keindahan struktur kalimat yang tiada tanding. Ilmu balaghah mengajarkan kita untuk memahami dan merasakan keindahan tersebut, sehingga kita tidak hanya membaca, tetapi juga menikmati setiap ayat dan kata yang diucapkan. Yuk tilik, dalam web halimizuhdy. com

Menguasai bahasa Arab tanpa ilmu balaghah bisa dibandingkan dengan memiliki kunci tetapi tidak tahu pintu mana yang harus dibuka. Sebaliknya, dengan memahami balaghah, kita membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam, menghargai seni bahasa yang tersembunyi, dan menemukan hikmah yang terkandung di balik setiap lafaz. Bisa dilihat contoh-contohnya di IG, puisi_Arab

Inilah mengapa mempelajari bahasa Arab secara menyeluruh, dengan ilmu balaghah sebagai pemandunya, menjadi esensial untuk benar-benar menikmati dan merasakan keindahan bahasa Al-Qur'an. Wow, bisa sisimak di Youtube Lil Jamik
Asyiknya pembelajaran bahasa Arab, atau bahasa apa pun di dunia, seperti mempelajari budaya mereka, dan bagaimana kata-kata lahir dengan kebahagiaan dan kesusahan, dan bagaimana setiap kata itu punya sejarahnya sendiri. 

Insyallah, besok malam bersama Al-Wahyu

18 Agustus 2024

Minggu, 30 Juni 2024

“Qaddukal Mayyas” Bukan Shalawat!

Halimi Zuhdy

Ada yang bertanya tentang kebenaran shalawat "قدك المياس يا عمري", yang dipopulerkan oleh Sabah Fahri ini. Apakah lagu tersebut benar-benar sebuah shalawat atau sekedar nyanyian biasa?!. Lah, ini pentingnya belajar bahasa Arab, tidak semua yang berbau bahasa Arab itu shalawat, doa dan Ayat-Ayat al-Qur’an.
Akhir-akhir ini banyak sekali lagu-lagu bahasa Arab yang dicampur adukkan dengan lagu-lagu relegi dan shalawat. Bahkan lagu-lagu nyanyian tempat ibadah, juga dianggap lagu-lagu relegi umat Islam, asalkan berbahasa Arab, maka dianggap shalawat. Saya lebih mentahlil (analisis) sedikit tentang latar belakang lagu di atas (Qaddukal mayyas ya Umari”), sedangkan beberapa lagu yang viral lainnya, semoga ada waktu menuliskannya. 

Pertama, coba dicek link Youtube yang menuliskan tentang lagu ini; Shalawat Viral Qaddukal Mayyas (Penma Musik), sholawatan Qadduka Mayyas (17 Record), Lirik Sholawat Qodduka Mayyas (Sang Perindu) dan masih banyak sekali chenel Youtube, istagram, tiktok dan lainnya yang menuliskan Qaddukal Mayyas sebagai shalawat Nabi. 

Bahkan media seperti Kumparan, Teknozan, Surya, PanduanIslami, dan lainnya juga ikut-ikutan, seperti dalam kalimat, “Akhir-akhir ini, sholawat Qoddukal Mayyas sering digunakan sebagai backsound video di media sosial. Beberapa penyanyi pun berlomba-lomba membuat cover sholawat ini dan diunggah ke channel YouTube pribadi”. Terus apa salahnya, bila dianggap shalawat? 

Salahnya adalah ia bukan kalimat-kalimat pujian kepada Nabi, dan toh kalau pujian ia salah alamat. Pujian tuk kekasih/pacaran. Lirik lagu tidak mengandung unsur pujian atau penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Lirik lagu tersebut lebih fokus pada kecantikan dan pesona seorang wanita yang dicintai oleh sang penyanyi.

Lagu ini sering dinyanyikan dalam konser dan acara hiburan yang tidak pantas dikaitkan dengan konteks religi. Video-video di YouTube yang menampilkan lagu ini menunjukkan penampilan penyanyi yang membuka aurat dan tidak sesuai dengan norma agama.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lagu "قدك المياس يا عمري" bukan sebuah shalawat dan tidak boleh disalahartikan sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai umat Islam, kita perlu berhati-hati dalam menyikapi berbagai informasi dan konten yang beredar, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat religius. Pastikan untuk selalu mencari informasi dari sumber yang terpercaya dan kredibel.

Toyyib; mari kita sedikit melirik beberapa kalimat yang ada dalam lagu tersebut;
قـدك الميــاس يـا عـمــــري
Tubuhmu yang ramping, wahai hidupku (bisa juga tubuhmu, atau pinggangmu yang indah gemulai) wahai kekasihku. 
لِغُـصـين الــبــان كــم يـُذري
Seperti dahan pohon willow yang melambai (goyangannya, gemulainya, seperti pohon kelor). Dan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan “Your swaggering body oh my love, as lean as a moringa twig”. 

Dan seterusnya….

Dari awal sudah sangat tampak sekali bahwa ini bukan shalawat, tetapi rayuan dan ungkapan seorang laki-laki pada perempuan tentang tubuh gemulainya dan lainnya. maka, sangat tidak elok, kalau nyanyian di atas dinyanyikan diacara Dibaan, Shalawatan dan apalagi ditulis di berbagai chenel dengan Shalawat Quddakal Mayyas.

Maka, bila tidak tahu maknanya dan tidak jelas asal muasalnya, lebih aman baca shalatawat yang sudah masyhur😁

****
Lagunya seperti di link berikut.

Sabtu, 18 Mei 2024

Pembelajaran Sastra Arab bagi Non Arab

Halimi Zuhdy

Konferensi ADIA (Asosiasi Dosen Ilmu Adab) 2024 di Aceh mengundang beberapa pemateri dari luar negeri, di antarnya adalah Prof. Dr. Mustofa dari Mesir. Kebetulan, Prof. Mustafa pernah juga di undang seminar Sastra Arab di UIN Malang, dan pernah satu forum sastra di Universitas Syarif Ali Brunai Darussalam. Beliau setiap hari menulis di WAG Muhibbul Lughah Al-Arabiyah tentang Baitul Maqdis, menarik sekali. 

Dalam konferensi ini beliau menyampaikan tentang "Tadris al-Adab al-Arabi lin natiqina bighair al-Arab, muqarabah intiqaiyyah takamiliyaj" yaitu tentang pembelajaran Sastra Arab bagi non Arab dengan pendekatan eklektif integratif. 

Kata beliau, sastra secara umum merupakan nilai kemanusiaan, peradaban, dan pengetahuan yang sangat tinggi. Kekayaan sastra tercermin dalam jiwa penulis, harapan, dan minatnya. Sastra adalah buku, di mana ide, visi, dan mimpi penulis terwujud dalam barisannya. 

Menariknya, sastra adalah mimbar di mana seruan pembaruan dan reformasi dikumandangkan. Sastra adalah pemandu yang membawa penerima ke apa yang bermanfaat bagi mereka. Sastra adalah obor yang menerangi jalan kebebasan dan keadilan bagi manusia. Sastra adalah panggung di mana seni hiburan yang murni dan relaksasi yang bertujuan dipamerkan. 

Sastra adalah sayap kedua yang membantu sayap material untuk membawa manusia terbang di atmosfer kehidupan ini. Manusia memiliki tubuh dan jiwa, dan fokus pada aspek material saja hampir mengubah manusia menjadi roda gigi kaku dalam mesin bisu. Sedangkan fokus pada aspek spiritual saja akan menyebabkan hilangnya peradaban. Demikian kata Prof Mistafa, dalam pengantar sebelum masuk pada pendekatan eklektik. 

Terus, apa manfaat mempelajari bahasa Arab?, beberapa yang beliau sampaikan, saya simpulkan dari ppt dan juga orasi beliau. 

1. Mengembangkan kemampuan berbahasa Arab. Mempelajari sastra Arab membantu meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berbicara bahasa Arab. Hal ini karena sastra Arab menggunakan bahasa yang kaya dan beragam, serta struktur kalimat yang kompleks.

2. Meningkatkan gaya bahasa, dengan mempelajari tingkat bahasa yang tinggi yang ditandai dengan kefasihan dan kreativitas, para pelajar dapat memenuhi syarat untuk berkreasi di masa depan.

3. Mendalami budaya Arab, sastra adalah wadah budaya. Abdullah bin Abbas mendefinisikan puisi sebagai diwan orang Arab, yaitu catatan kehidupan mereka dengan segala dimensinya, politik, dan sosial.

4. Memperkuat hubungan budaya, sastra Arab dapat memperkuat hubungan budaya antara orang Arab dan bangsa lain yang berbicara bahasa non-Arab, baik Muslim maupun non-Muslim.

Sedangkan tantangan dalam Mengajarkan Sastra Arab, juga tidak sedikit, di antaranya, kata beliau; 

1. Tidak adanya kurikulum, atau kurikulum yang kurang tepat, scara umum, kurikulum pengajaran bahasa Arab di banyak institusi tidak dirancang khusus untuk pengajaran sastra Arab. Hal ini menyebabkan kurangnya materi yang relevan dan menarik bagi pelajar non-Arab.

2. Penggunaan materi yang tidak tepat, dalam beberapa institusi, terdapat perbedaan besar antara pengajaran sastra Arab untuk orang Arab dan non-Arab. Bahkan, seringkali menggunakan materi yang sama tanpa membedakan.

3. Melibatkan pelajar Non-Arab dalam Isu yang tidak relevan, terkadang, pelajar non-Arab dipaksa untuk mempelajari masalah sejarah, konspirasi politik, dan perselisihan agama dan sektarian yang tidak relevan dengan mereka.

4. Penggunaan pendekatan lama, pengajaran sastra Arab sering kali didasarkan pada pendekatan sejarah dan geografis yang sudah usang, tanpa memperhatikan kritik yang banyak diajukan terhadapnya.

Lanjut #2 PembelajaranSastraArab Prof Musthafa

Aceh, 18 Mei 2024

Selasa, 14 Mei 2024

Menilik Polemik Musik dan Syi’ir Arab


#3 PolemikMusikSyiir

Halimi Zuhdy

Terkait dengan polemik musik dan syi'ir yang masih terus bergulir, penulis tidak akan masuk ke subtansi pembahasan dan kemudian masuk pada ranah hukumnya, hanya melihat sepintas, mengapa terjadi perdebatan tersebut?, karena penulis perhatikan dari berbagai tanggapan,perbedaan, dan perdebatan adalah pada berbedaan definisi musik dan syi’ir itu sendiri. Andai, definisi musik dan syi'ir Arab sudah dibatasi dan disepakati oleh mereka, maka akan menemukan titik temu yang jelas. Kalau terkait hukum musik mulai dulu sudah jelas, terdapat perbedaan padangan ulama,; haram, mubah, dan halal. Itu pun masih diperselisihkan, kapan menjadi halal, kapan menjadi haram, demikian juga dengan mubah.? 
Tulisan ini, penulis tertarik untuk memulainya dengan sebuah hadis tentang syi'ir, riwayat Muslim nomor 4193

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ الثَّقَفِيُّ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ يُحَنِّسَ مَوْلَى مُصْعَبِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ نَسِيرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْعَرْجِ إِذْ عَرَضَ شَاعِرٌ يُنْشِدُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُذُوا الشَّيْطَانَ أَوْ أَمْسِكُوا الشَّيْطَانَ لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ رَجُلٍ قَيْحًا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا

Telah menceritakan kepada kami (Qutaibah bin Sa'is Ats Tsaqafi); Telah menceritakan kepada kami (Laits) dari (Ibnu Al Had) dari (Yuhannas) budak Mush'ab bin Az Zubair dari (Abu Sa'id Al Khudri) dia berkata; "Ketika kami sedang berjalan bersama-sama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di 'Arj, tiba-tiba datang seorang penyair bersenandung. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tangkap setan itu! Sesungguhnya perut orang yang dipenuhi muntah lebih baik daripada perut yang penuh dengan sya'ir (sajak)." Pengambilan hadis ini, terinspirasi dari status KH. Ma'ruf Khozin 

Lah, terkait dengan kata “syi’ir” pada hadis di atas, apa yang kita pikirkan?, kalau kita artikan syi'ir Arab (puisi) secara istilah dan itupun masih menurut pendapat salah satu penyair (ulama), yaitu syi’ir adalah suatu kalimat yang berirama dan bersajak, yang diungkapkan tentang suatu khayalan yang indah dan juga melukiskan sebuah kejadian. Atau dalam bahasa Arabnya;

الشعر هو الكلام الموزون المقفى المعبر عن الأخيلة البديعة والصور المؤثرة البليغة

Dan masih banyak definisi lainnya tentang syi’ir Arab dalam buku-buku sastra Arab, itu pun masih tergantung pada pembagiannya; ada syi'ir mursal, hurr, syi'ir multazim.

Apa yang dimaksud "syi’ir" dalam hadis di atas? Kalau kita benar-benar konsisten dengan kata “syi’ir” di atas, maka hukum dari syi’ir adalah haram. Syi’ir apa pun itu. Menulis, membaca, mendendangkannya juga haram. Kalau kita hanya terpaku pada sebuah kata lo! “Syi’’ir”. Dan, apalagi ada yang mengartikan syi'ir di atas dengan nyanyian atau musik, maka pasti berdampak hukumnya dan pasti akan diperdebatkan. 

Apa yang akan terjadi, maka semua kata yang ditulis indah dan masuk katagori syi’ir maka hukumnya adalah haram. Atau sesuatu yang terkait dengan syi'ir adalah haram. Tapi, benarkah kata syi'ir itu adalah syi'ir yang hanya sebuah tulisan dan berqafiyah (irama) itu masuk katagori haram?. Lah, ini kemudian berkembang, bukan ada syi'irnya tetapi ada aktifitasnya (dampaknya). Sama dengan "sikkin" (pisau), misalnya ada kalimat "lebih baik memakan darah, dari pada memegang pisau!" Kalau kita artikan pisau secara harfiah, maka semua pisau jelek. 

Bagaimana dengan syi'ir, buktinya tidak ada ulama yang mengharamkan syi’ir secara definisi. Beda lagi dengan syi’ir yang ditarik pada ranah lainnya, mengapa hadis itu muncul. Dalam maktabah syamilah, mengapa syi’ir kemudian tidak baik (buruk, haram), maka dijelaskan demikian;

“Oleh karena itu, ketika kalian melihat seseorang yang sangat menyukai syi’ir (puisi)- bahkan syi’ir itu sangat bagus – tapi dia menghabiskan waktunya, siang dan malam untuk membaca dan menulis puisi, menghadiri pertunjukan, membuat rima, dan sebagainya. Dan hidupnya siang dan malam, dan mungkin bertahun-tahun telah berlalu dalam hidupnya seperti ini, dan dia tidak pernah berpikir untuk mengambil Al-Qur’an di tangannya dan membacanya. Maka, orang ini, meskipun kita akui bahwa dia menulis puisi yang bagus, dia tercela karena hal itu membuatnya lalai dari mengingat Allah, dan lalai dari firman Allah SWT. Maka kejelekkan itu datang di sini - dan saya katakan: hanya kejelekkan - karena puisi ini, meskipun bagus, telah membuatnya lalai dari Kitab Allah dan dari sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan jika puisi itu jelek, maka itu haram; karena pertama, itu jelek dalam dirinya sendiri, dan kedua, itu membuatnya sibuk - dari mengingat Allah.Dan saya telah mengatakan di awal ceramah: para ulama berbeda pendapat tentang puisi: ada yang memujinya secara mutlak, dan ada yang mencelanya secara mutlak. Tapi yang benar adalah apa yang akan datang”.(Maktabah Syamilah). 

Ini yang penulis maksud, maka kata “syi’ir” saja masih terus menjadi perdebatan, ini belum masuk kepada definisi secara luas, yang kemudian ada yang mengartikan atau menyamakan, atau memasukkan iqa’ (musik) dalam syi’ir, belum lagi perbedaan iqa’ dan musik (apakah sama?), belum lagi macam-macam syi'ir yang ada 15 macam (bahkan lebih), belum lagi syi'ir dengan sinonimnya (rujuk tulisan sebelumnya).

Terus definisi syi'ir yang tepat, benar dan jelas seperti apa?, lah disinilah membutuhkan pembacaan hati dan pikiran yang luas (tidak merasa paling dahsyat). 

Sebelum penulis menjelaskan musik, mari kita lihat sekilas dua perbedaan mendasar, walau hal ini masih menjadi perbedaan;

Secara umum syi’ir (puisi) dan musik merupakan dua bentuk seni yang sama-sama indah dan mampu membangkitkan emosi pendengarnya. Meskipun memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran, keduanya memiliki perbedaan yang jelas dalam cara penyampaiannya. Berikut adalah beberapa poin penting yang membedakan puisi dan musik (ini secara umum lo). 

Medium (al-wasilah)
1. Syi'ir, menggunakan kata-kata yang tersusun rapi dan penuh makna.
2. Musik, menggunakan nada, melodi, dan irama yang disusun untuk menghasilkan bunyi yang indah.

Struktur (al-bunyah)
1. Syi'ir, memiliki struktur yang lebih terdefinisi, seperti bait, rima, dan irama.
2. Musik, memiliki struktur yang lebih fleksibel, tidak terikat pada aturan baku.

Penyampaian (taqdim)
1. Syi'ir, biasanya dibaca atau dideklamasikan dengan suara.
2. Musik, biasanya dimainkan dengan menggunakan alat musik atau dinyanyikan dengan suara.

Penafsiran (ta’wil, at-tafsir)
1. Syi'ir, maknanya lebih spesifik dan mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang lugas.
2. Musik, maknanya lebih ambigu dan terbuka untuk interpretasi karena tidak terikat pada bahasa.

Fungsi (al-wadhifah)
1. Syi'ir, dapat digunakan untuk bercerita, melukiskan gambaran, menyampaikan pesan moral, atau membangkitkan emosi.
2. Musik, dapat digunakan untuk menghibur, menari, mengiringi ritual, atau mengekspresikan emosi.

Syi'ir dan musik adalah dua bentuk seni yang indah dan memiliki kekuatannya sendiri. Syi'ir lebih fokus pada makna dan penyampaian pesan melalui kata-kata, sedangkan musik lebih fokus pada melodi dan irama untuk membangkitkan emosi. Keduanya dapat dinikmati dan diinterpretasikan dengan cara yang berbeda-beda oleh setiap individu.

Lah, karena ketidakjelasan definisi, maka syi’ir, dianggap maknanya luas, bisa merujuk pada puisi, syair, nyanyian, dan bahkan teks dengan rima dan irama. Sedangkan musik, sering disalahartikan sebagai alat musik, padahal merujuk pada bunyi yang dihasilkan. Dan, selama mempunyai definisi sendiri-sendiri, dengan rujukan masing-masing, maka tidak akan pernah ditemukan titiknya. Ia akan terus berhadapan dengan koma dan koma. 

Lanjut #4 Polemik Musik dan Syi’ir

*Guru Ilmu Arudh dan Qawafi, penulis Fann Kitab al-Syi'ir al-Arabi.

Menguak Istilah Syair, Syi’ir, Puisi dan Musik


Part #2

Halimi Zuhdy

Terpaksa menguak tulisan lama, karena ada yang memaksa untuk menjelaskan tentang perbedaan syi'ir (puisi) dan musik. Ada yang menganggap bahwa syi'ir itu adalah musik, dan musik itu adalah syi'ir, sehingga ada kata "surat musik". Tapi, saya tidak masuk pada perdebatan yang seru tersebut, hanya saja, sedikit akan mengurai perbedaan mendasar, minimal menurut bahasa (lughatan), dan yang saya ketahui dan saya pahami. Tujuannya, agar masyarat bahasa Arab (yang saya ajar), mampu membedakan mana istilah syi'ir dan mana istilah musik. 
Pernah saya ditegur, ketika ada mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang, ketika tampil memainkan musik dengan melagukan syi'ir (puisi Arab), istilahnya musikalisasi puisi. "Tadz, saya gak suka ada istilah musikalisasi puisi, puisi ya puisi, musik yang musik, gak usah dicampur", kata salah satu dosen M, dan kemudian pergi. Musikalisasi berbeda dengan puitisasi lo! Apa bedanya. Terus baca tulisan ini. 

Kata “puisi” dan “syair” sudah sangat mashur di telinga orang Indonesia. “Puisi” di antara pengertiannya adalah bentuk karya sastra yang terikat oleh irama, rima dan penyusun bait dan baris yang bahasanya terlihat indah dan penuh makna. Sedangkan “syair” dalam banyak buku pembelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu jenis puisi, dan jenis ini, dikatagorikan pada puisi lama, seperti; mantra, pantun, karmina, seloka, gurindam, dan talibun. 

Dan syair adalah tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi sama. Menurut Hooykaas, syair merupakan jenis puisi lama yang berkembang di Indonesia, hanya saja namanya merupakan serapan dari bahasa Arab, syi'ir (الشعر). 

Keduanya memiliki kemiripan namun berbeda, istilah puisi sering digunakan dalam bahasa Indonesia, sedangkan syair digunakan dalam bahasa Arab, walaupun istilah syair juga sudah menjadi bagian dari puisi, namun dalam bahasa Arab tidak dibaca Syair, tetapi Syi’ir. Kalau Syair adalah penulisnya, sedangkan Syi’ir adalah karangannya. Kalau “syair” berarti rambut, bukan puisi. He. Tetapi kesalahan itu akan menjadi sebuah kebenaran, bila sudah menjadi kesepakatan bersama. Maka, anggaplah, syair itu syi'ir. 

Banyak yang salah memahami, seakan-akan syair itu puisi dan puisi itu adalah syair, bukan hanya syair dan puisi yang melebur dan kabur, tapi istilah yang lain juga demikian, seperti menulis dan mengarang. Menulis dan mengarang pada dasarnya berbeda, kalau menulis seringkali menyelipkan pemikiran orang lain dalam tulisannya, dengan mengumpulkan data dan kemudian menganalisisnya, atau sekedar mengumpulkan yang kemudian mengkompelasikan dengan tulisan-tulisan lain, seperti makalah popular, artikel, opini. Sedangkan mengarang, murni dari pemikiran sendiri seperti novel, cerpen, dan puisi. Namun, mengarang dan menulis sudah dianggap tidak ada bedanya, ya..menulis. menulis karangan.wkwkwk. untung tidak karangan menulis. 

Mari kita lihat asal kata syair yang dianggap dari bahasa Arab, secara etimologis, kata syi’ir (bukan syair) berakar dari kata شعر- يشعر- شعرا- شعورا yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengkomposisi, atau menggubah sebuah syair (Abu al-Fadl, 1990: 409). Menurut Jurji Zaidan, syair berarti nyanyian (al-ghina`), lantunan (insyadz), atau melagukan (tartil). Asal kata ini telah hilang dari bahasa Arab, namun masih ada dalam bahasa-bahasa lain, seperti شور dalam bahasa Ibrani yang berarti suara, bernyanyi, dan melantunkan lagu. Diantara sumber kata syi`r adalah شير (syir) yang berarti kasidah atau nyanyian. Nyanyian yang terdapat dalam kitab Taurat juga menggunakan nama ini. (Muzakki)

Sejarah menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi lebih dahulu berkecimpung dalam dunia nazham daripada orang-orang Hijaz. Dengan demikian, pengalaman dan kemahiran mereka telah memperkuat keberadaan kata syi’ir yang berkaitan dengan kasidah atau nyanyian. Berdasarkan sumber itu, orang-orang Arab dipandang kuat telah mengambil kata syi`ir dari orang Yahudi untuk menyebut istilah kasidah. Kemudian mereka mengganti huruf ya` dalam kata شير dengan huruf `ain, maka jadilah kata syi`ir (شعر ), dan selanjutnya kata ini dipergunakan pada pengertian syair secara umum (Ahmad Husein al-Thamawi, 1992: 46).

Berbeda dengan al-`Aqqad, ia memandang kata syi`ir harus dikembalikan kepada bahasa aslinya, yaitu bahasa Semit. Karena itu, kata شيرو pada suku `Aqqadi kuno merujuk kepada suara nyanyian di gereja. Dari kata ini, kemudian berpindah ke dalam bahasa Ibrani (شير) dengan arti melagukan (insyadz) dan ke dalam bahasa Aramiyah yang bersinonim dengan kata شور , ترنم (menyanyikan) dan ترتيل (melagukan) (Ahmad Husein al-Thamawi, 1992: 47).

Bagi orang Arab, kata syi`ir mempunyai arti tersendiri sesuai dengan pengetahuan, kemampuan, dan kebiasaan mereka. Dalam pandangan mereka, syi`ir berarti pengetahuan atau kepandaian (`ilm/fathanah), dan penyair itu sendiri disebut dengan al-fathin (cerdik pandai). Pendapat ini ada kemiripan dengan pengertian poet dalam bahasa Yunani, yang berarti membuat, mencipta (dalam bahasa Inggris padanan kata poetry erat berhubungan dengan kata poet dan poem). Poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, dan orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi (Henry Guntur Tarigan, 1984: 4). Dalam tradisi masyarakat jahiliyah, mereka meyakini bahwa para penyair memiliki pengetahuan magis, karena itu mereka dikenal sebagai “ahl al-ma’rifah” , yaitu sekelompok orang yang dapat memprediksi kehidupan dan kejadian di masa yang akan datang (Ahmad Amin, 1975: 55).

Secara terminologis, para Ahli `Arudh mengatakan bahwa pengertian syi`ir itu sama (muradif) dengan nadzam. Mereka mengungkapkan: Kata-kata yang berirama dan berqafiah yang diciptakan dengan sengaja. Dan masih banyak pendapat-pendapat yang lain terkait dengan kata-kata syair (insyallah buat buku dulu, syair dalam kajian sastra Arab).

Sedangkan istilah Puisi, sebagaimana yang penulis temukan dalam beberapa buku, kata “puisi” berasal dari kata Yunani kuno yaitu : ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) diartikan sebagai seni tertulis yang mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Atau berasal dari poesis yang berarti penciptaan.

Kemudian puisi diartikan suatu ciptaan tentang sesuatu keindahan dalam bentuk berirama. Citarasa adalah unsur yang diutamakan. Hubungan dengan budaya intelek atau dengan suara hati hanya merupakan hubungan yang selari. Jika bukan secara kebetulan, ia tidak ada kena mengena langsung sama ada dengan tugasnya atau dengan kebenaran, demikian menurut Edgar Allan Poe. Sedangkan menurut H.B Jassin H. B. Jassin, Puisi merupakan pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandungi fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan

Kalau kita tangkap dari beberapa definisi dari syair Arab , dipahami bahwa sebuah ungkapan dapat dikategorikan kepada karya sastra genre syair apabila ungkapan tersebut memenuhi enam kriteria: 1) kalam (bahasa), 2) ma`na (gagasan), 3) wazan (irama), 4) qafiah (sajak), 5) khayal (imajinasi), dan 6) qasd (sengaja).

Dan tidak terlalu jauh dengan definisi puisi dalam bahasa Indonesia yang puisi tersebut tidak lepas dari imaginasi, pemikiran, idea, nada, irama, kesan pancaindera, susunkata, kata-kata kiasan, kepadatan, perasaan, perasaan yang bercampur-baur dan sebagainya.

Puisi dan syi'ir pada akhirnya adalah sebuah ungkapan imajinatif, yang berirama dengan susunan kata yang tersusun dengan penuh kiasan, kepadatan dan perasaan. Ada kesamaan dalam macam/jenis keduanya. Dalam syair menurut Thaha Husein dan Ahmad al-Syayib membagi syair dari segi isinya menjadi tiga macam: 1) syair cerita/epic poetry (syi`r qishashi), 2) syair lirik/liric poetry (syi`r ghina`i), dan 3) syair drama/dramatic poetry (syi`r tamtsili). Sementara `Abd al-Aziz bin Muhammad al-Faishal menyebut syair cerita dengan istilah syi`r malhami, walaupun pengertiannya tidak ada perbedaan, dalam puisi tidak jauh berbeda.

🎥 Dosen Sastra Arab UIN Malang

Berikutnya; #3
Asal Kata Musik, dan Perbedaannya dengan Syi'ir

Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab, dan Mutiara Hikmah 👇🏻

🌎 www. halimizuhdy. com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  FB *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy* 
🗜️ Tiktok  *ibnuzuhdy*

Mohon masukannya poro suhu; Prof Djoko Saryono K. M Faizi Binhad Nurrohmat Akhmad Taufiq Sosiawan Leak Malkan Junaidi dan lainnya

@sorotan

Kamis, 15 Februari 2024

Sastra Perlawanan (muqawamah) Palestina, Siapakah Penerus Ghassan kini?

Halimi Zuhdy 

Rafah pertahanan terakhir rakyat Gaza. Darah mulai membuncah, membasahi tanah Rafah, merenggut nyawa tak berdosa. Di tengah tragedi kemanusiaan ini, ada pertanyaan di mana suara sastrawan perlawanan Palestina, setelah Al-Syahid Ghassan Kanafi, Mahmoud Darwis dan lainnya. 
Memang Gaza hari ini tak butuh kata-kata, tapi perlu makanan, obat-obatan, keamanan, dan bahkan butuh kemerdekaan. Tapi, bukankah kata-kata adalah ruh dari kebangkitan?. 

Dahulu, sastrawan seperti Mahmoud Darwish dan Ghassan Kanafani menjadi penjaga api perlawanan. Puisi dan prosa mereka membangkitkan semangat rakyat Palestina, menggemakan kisah penderitaan dan perlawanan mereka. Darwish, dengan puisinya yang penuh metafora dan simbolisme, melukiskan keindahan tanah air yang hilang dan rasa rindu yang mendalam. Kanafani, dengan novelnya yang sarat kritik sosial dan politik, mengobarkan api perlawanan terhadap penjajahan Israel.

Namun, kini mereka telah tiada. Generasi baru sastrawan Palestina tampak bangkit untuk mengisi kekosongan ini. Suara mereka mulai menggema, meneruskan tradisi perlawanan dalam bentuk karya sastra yang menyentuh hati dan membangkitkan kesadaran.

Beberapa nama mulai muncul di kancah sastra Palestina kontemporer. Suheir Hammad, seorang penyair perempuan, mengangkat suara perempuan Palestina dalam puisinya yang berani dan penuh semangat. Ada juga Mohammed El-Kurd, seorang penyair muda dari Gaza, menggunakan media sosial untuk menyebarkan puisinya yang menggambarkan realitas pahit kehidupan di bawah blokade Israel. 

Ada deretan lainnya, seperti Rana Anani, seorang penulis novel, mengeksplorasi tema-tema seperti identitas, trauma, dan harapan dalam karyanya.

Meskipun masih muda dan belum mencapai ketenaran seperti Darwish dan Kanafani, para sastrawan ini menunjukkan potensi besar. Mereka memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan tradisi sastra perlawanan Palestina, menyuarakan kisah rakyat mereka, dan menginspirasi generasi baru untuk terus berjuang.

Namun, tantangan yang mereka hadapi tidaklah mudah. Di bawah penjajahan Israel, akses terhadap pendidikan dan sumber daya terbatas. Kebebasan berekspresi juga dikekang. Para sastrawan Palestina sering kali harus berhadapan dengan sensor, intimidasi, bahkan penangkapan.

Meskipun demikian, semangat perlawanan tetap hidup dalam jiwa para sastrawan Palestina. Mereka terus berkarya, menuangkan rasa sakit dan harapan mereka ke dalam puisi, prosa, dan berbagai bentuk seni lainnya. Suara mereka adalah suara rakyat Palestina, suara yang tidak akan pernah dibungkam.

Di Mana Kita Menemukan Para Sastrawan Baru?

***
Suara mereka adalah suara kemanusiaan, suara yang harus didengar oleh seluruh dunia.

****
Insyallah sekilas, akan kita sampaikan diacara Webinar HISKI, besok.

Jumat, 08 Desember 2023

Sastra Arab Perlawanan



Halimi Zuhdy

Membaca sastra Arab perlawanan, yang terngiang adalah nama Ghassan Kanafani. Ia  seorang sastrawan Arab Palestina yang sangat berpengaruh, dikenal luas sebagai pelopor sastra perlawanan Palestina ( Adab al-Muqawamah). Seperti ada deburan ombak dalam setiap baris puisinya. 

Ketika saya berkunjung ke rumah Prof. Dr. Muhammad Majid Al-Dakhil di Al Hasn, Guru Besar Sastra Arab di Universitas Al Balqa' Yordania (yang berasal dari Palestina), saya disuguhi banyak buku, bukan hanya buah-buah Zaitun yang segara. Saya mendapatkan banyak wawasan tentang "Adab Muqawamah". Beliau banyak meneliti tentang tentang "Muqowamah Falestinia" dan pergumulan sastra perlawanan di Timur Tengah. Dan saya lagi meneliti tentang "Tajalliyat Shira' fi Adab arabi al maashir wa al-harb al-araby",. yaitu tentang pergerakan, peperangan, perlawanan, kekacauan Timur Tengah  dan sastra Arab Modern. Tulisan ini sudah terbit dengan kata kunci Tajalliyata Shira' (bisa dibaca di jurnal). 

Pertemuan yang indah, setelah berkeliling di kebun Zaitun miliknya, ia memaparkan pemikirannya tentang perlawanan, kekacauan dan pergerakan di Syam (Palestina, Yordania, Suria dll) yang dikaitkan dengan teks sastra yang muncul. 

Sastra Arab perlawanan (Adab muqawamah) di Palestina adalah fenomena yang berkembang sejak tahun 1948, ketika Israel menduduki sebagian besar wilayah Palestina. Sastra ini digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan kemarahan, penderitaan, dan harapan rakyat Palestina. 

Sastra perlawanan Palestina mencakup berbagai genre, termasuk puisi, prosa, dan drama. Puisi adalah genre yang paling populer, dan banyak penyair Palestina terkemuka telah menulis puisi-puisi yang mengilhami perlawanan (muqawamah). Beberapa contoh puisi perlawanan Palestina yang terkenal adalah "Mautini" karya Ibrahim Tuqan dan "Palestina" karya Mahmud Darwish. Dan beberapa karya cerpen, novel dan drama dari Ghassan Kafani, seperti; mawt sarir raqm 12 (Ranjang Kematian No. 12) Beirut, 1961. Cerpen. 'ard alburtuqal alhazini (Negeri Jeruk Sedih). Beirut, 1963. Cerpen. rijal fi alshamsi (laki-laki di Bawah Sinar Matahari ). Beirut, 1963.  sebuah novel.  Novel; Umm Saad. Beirut, 1969. A'id ila Haifa (Kembali ke Haif). Beirut, 1970. Novel. Al-syai al-akhar (The Other Thing). Diterbitkan setelah kemartirannya, di Beirut, 1980. Cerpen.

Saya berbincang dengan Prof Khalil di Universitas Yordania, setelah berkunjung ke Yarmuk. Kata beliua, bahwa prosa juga merupakan genre yang penting dalam sastra perlawanan Palestina. Beberapa novel dan cerita pendek Palestina yang terkenal menggambarkan penderitaan dan perjuangan rakyat Palestina. Beberapa contoh prosa perlawanan Palestina yang terkenal adalah novel "Al-Quds" karya Ghassan Kanafani dan cerita pendek "Al-Kawakib al-Thalathat" karya Khalil al-Sakakini.

Sastra selalu menjadi perlawanan yang luar biasa untuk melawan tirani kekuasaan, teks bergerak dengan cepat, menghempas dan bahkan menjungkalkan penguasa dengan deretan bait-bait puisi revolusi, walau tidak ada bom untuk meledakkan kawasan tertentu, tapi ada sastra yang mampu menggerakkan manusia untuk mengacaukan kemapanan atau sebaliknya. 

Sastra bukan hanya deretan kata manis, setiap hurufnya adalah ruh, kalimatnya adalah kilatan petir. Bagaimana  penguasa terjungkal ke jurang karena puisi yang didegupkan setiap harinya, bagaimana kekuatan intifadah palestina dengan sihir puisi sebelum berangkat ke medan perlawanan. Seperti tiga penyair, yang terkenal dengan penyair perlawanan;  Taufiq Ziyad, dengan puisinya "Huna Baqun". Mahmud Darwis, " Sajjil Ana Arabi", dan "Khitab Fi Suqil Bathalah ya Adhuu Syamsi" oleh Sami Qosim. 

Teks sastra tentang; indahnya mati, pahala berperang, martir , nasionalisme, kebebasan, surga dengan syahid, adalah  tema penting dalam membangkitkan ruh perjuangan. Seperti mendapatkan penyut api, ia bergerak pasti, memukaukan setiap pejuang yang haus mati. 

Afan Fathukan, seorang penyair Palestina, menurut para pengamat, puisinya lebih militan dari 20 lebih penjuang yang paling militan, ruh puisinya membangkitkan para pemuda tuk berjuang membela agama dan tanah airnya. 

Di Palestina ada; Said al-Muzayin, Ibrahim Tauqan,  Samih Al-Qosim, Maurid Barghauti, Souad, Harun Hasyim Rashid, Afad Fatukan, said Abi Nahs, Ghassan Kanfani, Ishaq Musa, Ilyas Khauri. Di Suria  ada;  Nizar Qobbani, Dhahi Khulfan, Imaduddin Musa, Maha Bakr, Muhamamd Ulauddin, Tamam Talawi, Shalah Ibrahim Hasan.

Dan di setiap negara, para penyair mengobarkan pemberontakan pada penguasa tiran, revolusi dan kemerdekaan. Maka tidak heran, sastra adalah perlawanan ampuh, mereka tidak lagi mengenal waktu menulis, dikala api membara atau dikala salju mendera. Ia tetap melawan, semakin kuat intimidasi, semakin kuat pula aksi dan kreatifitas diri.

Dan selengkapnya dapat disimak di www.halimizujdy. com dan di Youtube Lil Jamik, ada di IG (halimizuhdy3011).

Sabtu, 18 November 2023

Cara Menulis Qoshidah (Puisi) Bahasa Arab

Halimi Zuhdy

Menulis sama dengan kemahiran lainnya (mendengar, berbicara dan membaca) yang membutuhkan latihan yang terus menerus. Tidak cukup belajar teori, apalagi hanya ikut workshop, seminar atau pelatihan satu tahun sekali. Bagi penulis qashidah (syi'ir, puisi) Arab, butuh pemahaman dalam tata bahasa Arab, ini merupakan hal yang penting untuk dikuasai oleh penulis. Dengan menguasai tata bahasa Arab, penulis akan dapat menyusun qosidah secara baik dan benar. 
Tata bahasa Arab tidak cukup, maka ditambah dengan kemampuan ilmu Arudh dan Qawafi, dan agar tambah keren, ditambah lagi dengan ilmu balaghah. Memahami Ilmu Arudh dan Qawafi sebuah kewajiban bagi penulis qoshidah Arudhiyah, puisi yang terikat. Dan bagi penulis puisi hurr (bebas, tidak terjkat) juga penting, untuk memahami tafi'latnya. 
Selanjutnya, berlatih secara terus menerus. Latihan menulis kalimat berbahasa Arab, latihan ini akan membantu penulis untuk meningkatkan kemampuannya dalam menulis qoshidah. Penulis dapat berlatih dengan menulis puisi, prosa, atau bahkan sekadar menulis kalimat-kalimat bahasa Arab. Atau sering-sering menulis quotes (iqtibasat) berbahasa Arab, dan juga sering membacanya. 

Selain sering-sering membaca dan menulis quotes, juga sering membaca qosidah-qosidah Arab, maka akan membantu penulis untuk memahami struktur dan gaya penulisan qosidah. Penulis dapat membaca qhosidah-qosidah Arab klasik, modern, atau bahkan qosidah-qosidah yang ditulis oleh penulis sendiri. Maka, ATM itu sangat membantu; amati (A), tiru (T) dan modifikasi (M). Ini kok hurufnya di dalam kurung?, agar tidak lari.wkwkwk

Toyyib, intinya; gunakan bahasa Arab yang baik dan benar. Buatlah qoshidah yang memiliki tema yang jelas dan menarik. Gunakan kata-kata yang indah dan bermakna. Susunlah qoshidah secara sistematis dan logis. Periksa kembali qoshidah untuk memastikan bahwa qoshidah tersebut sudah benar dari segi tata bahasa, kaidah penulisan, dan maknanya.
Teruslah berlatih!!!!. Selengkapnya dapat dibaca di buku ini (cara dan praktiknya).

Kamis, 05 Oktober 2023

Buku Minah Al-Madhi, Para Sahabat Nabi yang Penyair

Halimi Zuhdy

Dalam pengantar Buku "Minah Al-Madhi", dijelaskan kedudukan Puisi Arab di kalangan orang Arab sangat penting. Puisi dianggap sebagai alat komunikasi yang kuat, media budaya, seni, dan bahkan alat pendidikan dalam masyarakat Arab pada masa itu. Puisi bukan hanya sebagai kumpulan kata-kata indah, melainkan juga berfungsi sebagai alat pers, radio, dan bahkan budaya secara keseluruhan.
Selain itu, tulisan tersebut juga menggarisbawahi fakta bahwa banyak dari sahabat Nabi Muhammad SAW ternyata adalah penyair atau memiliki pemahaman yang mendalam tentang puisi Arab. Mereka menghasilkan puisi untuk memuji dan mendukung perjuangan umat Islam pada saat itu. Puisi dijadikan sarana untuk mendukung agama Islam dan memperkuat dakwah.

Dalam buku ini juga menyoroti bahwa dalam budaya Arab, puisi memiliki kekuatan besar. Satu bait puisi bisa mengangkat suku bangsa atau meruntuhkannya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Arab pada masa itu untuk memahami dan menghargai keindahan puisi dan kekuatannya.

Terakhir, tulisan tersebut mencerminkan betapa pentingnya puisi dalam pemahaman mereka terhadap Al-Quran. Para penyair dan sastrawan saat itu sangat terlibat dalam memahami dan mengapresiasi keindahan ayat-ayat Al-Quran, sehingga bisa menjelaskan mengapa begitu banyak penyair dan intelektual terlibat dalam menjelaskan pesan Al-Quran dan keajaibannya.

****
Kitab yang sangat menarik ini bisa didownload di internet, membaca setiap rajutan para sahabat yang penyair seperti melihat mutiara-mutiara indah, dan agak malas beranjak dari kursi untuk meninggalkan bait-bait pujian pada Nabi Muhammad ini.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0cFD3xS3kpeHLwwUiBKdi2zGEVXUbVkxE9KFhD8QcJiNwbJ4Ahsj7D88gvJMcK8JVl&id=1508880804&mibextid=Nif5oz

Mengapa Orang Arab Perlu Menuliskan Syi'ir?



"Al-Hasan bin Rashiq al-Qairawani," seorang sastrawan terkemuka dari masa Arab awal, membahas aspek menarik dalam sejarah puisi Arab kuno. Dia menyatakan bahwa pada awalnya, kata-kata Arab tersebar tanpa urutan (nasrt), tetapi kemudian orang Arab merasa perlu untuk menyanyikan/menuliskan keutamaan moral mereka, kekhasan budaya mereka, mengingat hari-hari baik mereka, dan tanah air mereka yang penuh kenangan.
Dia mengatakan, "Semua kata-kata tersebar begitu saja, maka orang Arab perlu untuk menyanyikan kebaikan akhlak mereka, kemuliaan akar leluhur mereka, mengingat hari-hari baik mereka dan tanah air mereka yang indah. Ini akan menginspirasi jiwa mereka untuk kebaikan dan mendidik anak-anak mereka tentang perilaku yang baik."

Dia melanjutkan, "Mereka [orang Arab] kemudian berpikir bahwa mereka menemukan cara untuk menyusun kata-kata ini dan membuatnya berimbang dalam puisi. Ketika mereka berhasil melakukannya, mereka menyebutnya sebagai 'syair' karena mereka merasakannya dengan mendalam (syu'ur)."

Dengan kata-kata ini, kita bisa merasakan kekayaan budaya Arab kuno dan bagaimana puisi menjadi bagian integral dari identitas mereka, menjadi sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai dan etika mereka yang mendalam.

Sumber : “Kitab Sejarah Adab Arab”: Al-Rafi’i, vol.3, hal.17 (sumber dari IG Hadharatul Arab wal Muslimin)

Kamis, 24 Agustus 2023

Diwan Al-Qahwah (Antologi Puisi Kopi)



Buku Keren, tapi belum di tangan. Hanya sempat membaca pengantar di balik cover karya hangat ini. Puisi-puisi tentang kopi yang ditulis mulai abad kesembilan hijriyah. 
Dalam pengantarnya, Majid Al-Ahdal menulis

"Buku ini adalah sebuah kumpulan puisi (Diwan Syi'ri) yang saya himpun dengan sistematis. Beberapa puisi dalam buku ini saya temukan dari naskah-naskah kuno, dan juga beberapa catatan karya sastra dan sejarahnya. Niat saya hanya untuk merangkum lebih banyak materi yang terkait dengan Adab Al-Qahwah (karya sastra tentang kopi) dalam format yang terstruktur, saya menyadari, bahwa buku ini tidak mungkin memuat semua hal tentang kopi. Ada beberapa puisi yang sulit saya tulis dalam buku ini karena butuh rujukan yang jelas, kalau tidak jelas, saya tidak memasukkan dalam buku ini.

Selain itu, dalam buku ini, saya berusaha untuk memadukan pandangan sejarah kopi dengan emosi, dan juga mengklarifikasi beberapa bagian yang belum terungkap dalam sejarah kopi di dunia Arab, saya ungkap dalam buku ini. 

(Dalam pengantar panjangnya), Saya meyakini bahwa dalam pengantar ini, saya telah memberikan wawasan, manfaat, dan temuan yang tidak dapat ditemukan dalam sumber lainnya. Dalam hal ini, saya berkeyakinan bahwa saya telah memberikan sesuatu yang berbeda dan bernilai" 

Kurang lebihnya seperti itu, bagi yang sudah dapat bukunya, mohon berbagi🥰

Ini daftar isinya, Keren Banget 
Dan ini
Pasti Asyik Poool

Selasa, 21 Maret 2023

Folklor Arab di Indonesia

Folklor Arab, atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai "adab sya'bi al-Arabi", adalah kumpulan cerita rakyat, legenda, mitos, dan dongeng yang diwariskan dari generasi ke generasi di dunia Arab. Kisah-kisah ini disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya selama berabad-abad, dan kemudian direkam secara tertulis.

 
Folklor Arab meliputi berbagai topik dan jenis cerita, termasuk kisah-kisah keagamaan seperti kisah-kisah dari Alquran dan Hadis, serta kisah-kisah tentang Nabi dan para sahabatnya. Selain itu, ada juga kisah-kisah tentang peri, jin, dan setan, serta kisah-kisah tentang pahlawan dan penjahat, serta cerita romantis. 

Salah satu jenis cerita dalam folklor Arab adalah "Alf Laylah wa Laylah", atau yang dikenal di Barat dengan nama "One Thousand and One Nights". Kumpulan cerita ini menceritakan tentang petualangan seorang wanita bernama Scheherazade yang menahan eksekusi dengan menceritakan cerita yang menarik selama 1.001 malam. 

 Selain "One Thousand and One Nights", ada juga kisah-kisah tentang "Juha", seorang tokoh yang sering muncul dalam cerita-cerita rakyat Arab, yang dikenal karena kebodohannya namun juga kearifannya. 

 Folklor Arab memiliki pengaruh yang kuat pada budaya dan kehidupan sehari-hari orang-orang Arab, termasuk di Indonesia di mana ada komunitas orang Arab. Cerita dan kisah-kisah yang terkandung di dalamnya terus diceritakan dan dinikmati oleh generasi yang lebih muda sebagai bagian dari tradisi dan warisan budaya mereka.

Membicarakan Foklor Arab yang ada di Indonesia hampir tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan persinggungan masyarakat arab dengan masyarakat Nusantara itu sendiri. Persinggungan masyarakat Nusantara dengan masyarakat berhubungan dengan sistem perdagangan yang sudah ratusan tahun terjalin, hal itu dapat dilihat dari jalur pelayaran (silk road) masyarakat arab dan masyarakat Nusantara. Persinggungan yang dimulai dari sistem perdagangan yang terjalin menjadikan berbagai pola kebudayaan masyarakat nusantara dan arab saling mempengaruhi. Terutama yang memberikan pengaruh yang kuat adalah agama Islam. 

 Agama islam yang dibawa oleh masyarakat pedangang arab dalam berbagai literatur sejarah islam nusantara melakukan berbagai adaptasi dengan kebudayaan lokal. Sehingga islam yang berkembang dapat diterima sebagai sebuah syariat dan budaya dengan berbagai modifikasi budaya yang ada. Sehingga yang terjadi adalah munculnya sistem kebudayaan islam nusantara yang kemudian menjadi ciri khas masyarakat islam diIndonesia. 

Masyarakat arab, terutama masyarakat Hadrami yang datang pada periode tahun 1800-1900 memberikan banyak pengaruh dalam berbagai kebudayaan di Nusantara. Terutama dalam hal makanan, pakaian, musik, Pendidikan dan lain-lain. Agama islam yang menjadi agama mayoritas yang di peluk oleh masyarakat Indonesia menjadikan berbagai pengaruh kebudayaan mudah untuk diterima. Gambaran-gambaran masyarakat islami yang dutampilkan oleh tokoh-tokoh dari Hadrami memberikan pengaruh yang kuat seperti dalam berpakaian, alat musik, nyanyian dan makanan.

Dalam berbagai acara perayaan yang dilakukan oleh masyarakat arab Hadrami kebanyakan menggunakan berbagai pola kebudayaan mereka yang kemudian diadaptasi oleh masyarakat lokal, seperti dalam perayaan haul dan maulid Nabi Muhammad SAW dan lain-lain. Buku ini membahas baik secara historis tentang persinggungan kebudayaan masyarakat arab dan masyarakat Nusantara dalam berbagai bentuk seperti makanan, musik, alat musik, pakaian maupun berbagai pengajaran lewat paribahasa-paribahasa yang mereka tampilkan. 

Buku ini merupakan kajian diskriptif tentang foklor masyarakat arab yang ada di Malang meliputi makanan, alat musik, nyanyian, pakaian dan paribahasa sebagai media pengajaran budi pekerti. Dalam buku ini juga dibahas tentang sejarah, makna dan fungsi dari berbagai bidang foklor tersebut dan berbagai pola kebudayaan yang akulturatif dengan kebudayaan lokal nusantara. Sehingga foklor arab yang berkembang dalam masyarakat seakan-akan tidak menjadi milik dari masyarakat arab semata, tetapi menjadi milik masyarakat nusantara secara umum.

Sebagai sebuah buku yang menyajikan berbagai fakta-fakta diskripstif dari penelitian lapangan, tentu saja memiliki kekurangan. Hal tersebut karena kajian yang begitu luas yang mungkin luput dari perhatian peneliti. Namun buku ini diharapkan mampu menjadi jembatan bagi penelitian-penelitian kebudayaan masyarakat arab dan masyarakat islam Nusantara. Hal ini karena peneliti melihat masih sangat minimnya kajian tersebut baik secara antropologis maupun secara sosiologis mengingat begitu banyak kajian-kajian yang bisa dilakukan berdasarkan fakta-fakta antropologis maupun fakta sosiologis yang ada disekitar kita. 

 Ahirnya saya sampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang membatu dalam penelitian buku ini, terutrama dari teman-teman yang bersedia menjadi narasumber, dukungan keluaraga tercinta dan teman-teman yang membantu mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Selamat Menikmati. 

 Penulis Buku 
Anwar Masadi 
 Halimi Zuhdy

Kamis, 05 Januari 2023

Penyair Libia dan Juri kontes Amir Syu'ara ke-10

Beberapa hari ini viral di media sosial (berbahasa Arab), antara dewan juri dan penyair Libia dalam kontes pemilihan penyair Arab yang dikemas dalam acara "Amir Syu'ara" ke-10. 

Setelah sang penyair Abdus Salam Abu Hajar  membacakan puisinya; 

لأني كرهت الآنَ والآنُ ضيقٌ يحاصرني ما بعده فهو أضيقُ

ويشغلني عن لحظتي أن لحظتي سراب وما في لحظتي ما يُصدق

ويعجبني في الذكريات سخاؤُها إذا شحت الأوقات في الذهن تغدقُ


Salah satu juri bertanya pada Abdus Salam tentang posisi "sakhauha". Sang juri dengan nada bertanya dan menegaskan, bahwa kata tersebut bukan dibaca sakhauha (سخاؤها) tetapi sakhaaha (سخاءَها). Sang penyair, tetap bersikukuh dengan posisi menjadi fa'il, bukan maf'ul. Dan seakan dua juri lainnya menyetujui apa yang sampaikan Ali bin Tamim. 

Setelah beberapa jam dari "perdebatan" di atas, kalimat-kalimat dari para kritikus sastra dan bahasa menyebar begitu dahsyatnya. Banyak yang mengkritik juri, dianggap keliru dan tidak pantas seorang juri salah dengan hal yang sangat gampang untuk dipahami, dan hal tersebut dianggap pelajaran nahwu sekolah dasar. 
Juri pun sedikit mengklarifikasi lewat lamat twitter-nya, bahwa "kita berada dalam kompetisi, dan wajar untuk menguji kemampuan penyair dengan berbagai pertanyaan. Apa yang kami minta padanya adalah semacam uji nyali setelah dia kami  untuk konfirmasi, jadi kompetisi adalah ujian kemampuan para kontestan dan tampaknya berhasil menjadi ujian untuk menguji kemampuan para terpelajar" dan dia juga menyitir Ayat Al-Qur'an "ولا تعجبك أموالُهم وأولادُهم bahwa hal di atas sudah mafhum, kita semua tahu posisi i'rab pada "yu'jibuni fi dziriyati sakyauha". 

Tapi, apa yang terjadi. Laman twitter juri tersebut diserbu dengan berbagai koment ada yang mendukung, tapi tidak sedikit yang menghujat, bahkan dianggap sebuah alibi saja. 

Dan tagar يعجبني في الذكريات سخاؤها# masih terus ramai di berbagai laman. 

***
Halimi Zuhdy

Sabtu, 05 Maret 2022

Menguak Istilah Syair, Syi’ir dan Puisi


Halimi Zuhdy

Kata “puisi” dan “syair” sudah sangat mashur di telinga orang Indonesia. “Puisi” di antara pengertiannya adalah bentuk karya sastra yang terikat oleh irama, rima dan penyusun bait dan baris yang bahasanya terlihat indah dan penuh makna. Sedangkan “syair” dalam bayak buku pembelajaran bahasa Indonesia adalah salah satu jenis puisi, dan jenis ini, dikatagorikan pada puisi lama, seperti; mantra, pantun, karmina, seloka, gurindam, dan talibun. 
Dan syair adalah tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi sama. Menurut Hooykaas, syair merupakan jenis puisi lama yang berkembang di Indonesia, hanya saja namanya merupakan serapan dari bahasa Arab, syi'ir (الشعر). 

Keduanya memiliki kemiripan namun berbeda, istilah puisi sering digunakan dalam bahasa Indonesia, sedangkan syair digunakan dalam bahasa Arab, walaupun istilah syair juga sudah menjadi bagian dari puisi, namun dalam bahasa Arab tidak dibaca Syair, tetapi Syi’ir. Kalau Syair adalah penulisnya, sedangkan Syi’ir adalah karangannya. Kalau “syair” berarti rambut, bukan puisi. He. Tetapi kesalahan itu akan menjadi sebuah kebenaran, bila sudah menjadi kesepakatan bersama. Maka, anggaplah, syair itu syi'ir. 

Banyak yang salah memahami, seakan-akan syair itu puisi dan puisi itu adalah syair, bukan hanya syair dan puisi yang melebur dan kabur, tapi istilah yang lain juga demikian, seperti menulis dan mengarang. Menulis dan mengarang pada dasarnya berbeda, kalau menulis seringkali menyelipkan pemikiran orang lain dalam tulisannya, dengan mengumpulkan data dan kemudian menganalisisnya, atau sekedar mengumpulkan yang kemudian mengkompelasikan dengan tulisan-tulisan lain, seperti makalah popular, artikel, opini. Sedangkan mengarang, murni dari pemikiran sendiri seperti novel, cerpen, dan puisi. Namun, mengarang dan menulis sudah dianggap tidak ada bedanya, ya..menulis. menulis karangan.wkwkwk. untung tidak karangan menulis. 

Mari kita lihat asal kata syair yang dianggap dari bahasa Arab, secara etimologis, kata syi’ir (bukan syair) berakar dari kata شعر- يشعر- شعرا- شعورا yang berarti mengetahui, merasakan, sadar, mengkomposisi, atau menggubah sebuah syair (Abu al-Fadl, 1990: 409). Menurut Jurji Zaidan, syair berarti nyanyian (al-ghina`), lantunan (insyadz), atau melagukan (tartil). Asal kata ini telah hilang dari bahasa Arab, namun masih ada dalam bahasa-bahasa lain, seperti شور dalam bahasa Ibrani yang berarti suara, bernyanyi, dan melantunkan lagu. Diantara sumber kata syi`r adalah شير (syir) yang berarti kasidah atau nyanyian. Nyanyian yang terdapat dalam kitab Taurat juga menggunakan nama ini. (Muzakki)

Sejarah menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi lebih dahulu berkecimpung dalam dunia nazham daripada orang-orang Hijaz. Dengan demikian, pengalaman dan kemahiran mereka telah memperkuat keberadaan kata syi’ir yang berkaitan dengan kasidah atau nyanyian. Berdasarkan sumber itu, orang-orang Arab dipandang kuat telah mengambil kata syi`ir dari orang Yahudi untuk menyebut istilah kasidah. Kemudian mereka mengganti huruf ya` dalam kata شير dengan huruf `ain, maka jadilah kata syi`ir (شعر ), dan selanjutnya kata ini dipergunakan pada pengertian syair secara umum (Ahmad Husein al-Thamawi, 1992: 46).

Berbeda dengan al-`Aqqad, ia memandang kata syi`ir harus dikembalikan kepada bahasa aslinya, yaitu bahasa Semit. Karena itu, kata شيرو pada suku `Aqqadi kuno merujuk kepada suara nyanyian di gereja. Dari kata ini, kemudian berpindah ke dalam bahasa Ibrani (شير) dengan arti melagukan (insyadz) dan ke dalam bahasa Aramiyah yang bersinonim dengan kata شور , ترنم (menyanyikan) dan ترتيل (melagukan) (Ahmad Husein al-Thamawi, 1992: 47).

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10220610254955515&id=1508880804

Bagi orang Arab, kata syi`ir mempunyai arti tersendiri sesuai dengan pengetahuan, kemampuan, dan kebiasaan mereka. Dalam pandangan mereka, syi`ir berarti pengetahuan atau kepandaian (`ilm/fathanah), dan penyair itu sendiri disebut dengan al-fathin (cerdik pandai). Pendapat ini ada kemiripan dengan pengertian poet dalam bahasa Yunani, yang berarti membuat, mencipta (dalam bahasa Inggris padanan kata poetry erat berhubungan dengan kata poet dan poem). Poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, dan orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi (Henry Guntur Tarigan, 1984: 4). Dalam tradisi masyarakat jahiliyah, mereka meyakini bahwa para penyair memiliki pengetahuan magis, karena itu mereka dikenal sebagai “ahl al-ma’rifah” , yaitu sekelompok orang yang dapat memprediksi kehidupan dan kejadian di masa yang akan datang (Ahmad Amin, 1975: 55).

Secara terminologis, para Ahli `Arudh mengatakan bahwa pengertian syi`ir itu sama (muradif) dengan nadzam. Mereka mengungkapkan: Kata-kata yang berirama dan berqafiah yang diciptakan dengan sengaja. Dan masih banyak pendapat-pendapat yang lain terkait dengan kata-kata syair (insyallah buat buku dulu, syair dalam kajian sastra Arab).

Sedangkan istilah Puisi, sebagaimana yang penulis temukan dalam beberapa buku, kata “puisi” berasal dari kata Yunani kuno yaitu : ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) diartikan sebagai seni tertulis yang mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Atau berasal dari poesis yang berarti penciptaan.

Kemudian puisi diartikan suatu ciptaan tentang sesuatu keindahan dalam bentuk berirama. Citarasa adalah unsur yang diutamakan. Hubungan dengan budaya intelek atau dengan suara hati hanya merupakan hubungan yang selari. Jika bukan secara kebetulan, ia tidak ada kena mengena langsung sama ada dengan tugasnya atau dengan kebenaran, demikian menurut Edgar Allan Poe. Sedangkan menurut H.B Jassin H. B. Jassin, Puisi merupakan pengucapan dengan perasaan yang didalamnya mengandungi fikiran-fikiran dan tanggapan-tanggapan

Kalau kita tangkap dari beberapa definisi dari syair Arab , dipahami bahwa sebuah ungkapan dapat dikategorikan kepada karya sastra genre syair apabila ungkapan tersebut memenuhi enam kriteria: 1) kalam (bahasa), 2) ma`na (gagasan), 3) wazan (irama), 4) qafiah (sajak), 5) khayal (imajinasi), dan 6) qasd (sengaja).

Dan tidak terlalu jauh dengan definisi puisi dalam bahasa Indonesia yang puisi tersebut tidak lepas dari imaginasi, pemikiran, idea, nada, irama, kesan pancaindera, susunkata, kata-kata kiasan, kepadatan, perasaan, perasaan yang bercampur-baur dan sebagainya.

Puisi dan syi'ir pada akhirnya adalah sebuah ungkapan imajinatif, yang berirama dengan susunan kata yang tersusun dengan penuh kiasan, kepadatan dan perasaan. Ada kesamaan dalam macam/jenis keduanya. Dalam syair menurut Thaha Husein dan Ahmad al-Syayib membagi syair dari segi isinya menjadi tiga macam: 1) syair cerita/epic poetry (syi`r qishashi), 2) syair lirik/liric poetry (syi`r ghina`i), dan 3) syair drama/dramatic poetry (syi`r tamtsili). Sementara `Abd al-Aziz bin Muhammad al-Faishal menyebut syair cerita dengan istilah syi`r malhami, walaupun pengertiannya tidak ada perbedaan, dalam puisi tidak jauh berbeda.

'Iadatul Irsal, 2019

🎥 _Dosen Sastra Arab UIN Malang_

Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab, dan Mutiara Hikmah 👇🏻

🌎 www. halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  FB *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy* 
🗜️ Tiktok  *ibnuzuhdy*