السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Tampilkan postingan dengan label Madzhab Rindu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Madzhab Rindu. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Januari 2025

Semua Akan Berganti



Halimi Zuhdy

Dulu, Fulan artis viral, menghiasi layar televisi dan media sosial, kini hanya menyisakan kenangan. Ustadz Fulan yang ceramahnya membahana, kini suaranya tak lagi terdengar. Konten kreator, namanya si Fulan yang dulu mencuri perhatian dengan kreativitasnya, kini tertutup oleh gelombang nama baru. Pejabat dengan nama tenar Fulan yang pernah dielu-elukan sebagai simbol kekuasaan, kini menghilang tanpa bekas. Bahkan tren viral lainnya ada; lagu, tarian, atau jargon yang sempat membuat semua orang tergila-gila, kini terkubur oleh sesuatu yang lebih baru. 
Aha, memang dunia ini berjalan cepat, meninggalkan apa saja yang tak mampu bertahan melintasi waktu. Waktu seperti badai yang menghapus jejak di pasir pantai. Itulah ketidak abadian. Matahari tidak akan selalu bersinar terang, ia akan tenggelam di ufuk barat. Akan datang berikutnya senyum rembulan.he

Memang, daun tua yang gugur tidak perlu disesalkan, karena ia akan berganti daun muda yang lebih segar. Karena waktu terus bergulir, tidak ada yang abadi. Semuanya bisa berbalik. Demikian dengan kehidupan. “Watilkal Ayyamu Nudawiluha Bainannas”, Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami dipergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). QS. Ali Imran, 140.

Bagi yang sedih, tidak perlu berlama-lama menangis. Karena jarum jam terus berdetak. Menjauh dari kesedihan. Meninggalkan segala masa. Menatap masa depan yang lebih indah, adalah lebih baik. Dari pada menyesalkan sejarah keterpurukan. Yang tidak akan pernah usai.  Mengingat-ingat masa kejayaan hanyalah untuk motivasi hidup, bukan untuk sebuah alasan, yang pernah hebat. 

Memang sejarah akan selalu berubah. Tiada yang abadi dan kekal, kecuali yang Maha Kekal. Tetapi, berusaha mengabadikan kebaikan adalah sebuah anjuran. Bukan kemudian harus terulang, tetapi usaha dari sebuah kebaikan adalah kebaikan, urusan hasil hanyalah Allah yang menentukan.

“Belajar pada sejarah”, karena sejarah akan selalu berulang. Seperti sejarah Qabil dan Habil akan terus terulang setiap masa, tetapi berusaha untuk tidak menjadi Qabil adalah bagian dari ikhtiyar terbaik. Masihkan tidak percaya takdir?!.

Terus harus bagaimana?! 
Terus istiqamah membuat jejak-jejak kebaikan. Karena jejak adalah bagian dari sejarah kehidupan manusia. Saking pentingnya jejak, maka tergambar indah falsafah maqam Ibrahim. Bagaimana Nabi Ibrahim pernah membangun Ka'bah. Maqam Ibrahim. Adalah pelajaran yang luar biasa. Bahwa setiap manusia itu harus berkarya. Berkarya sesuai dengan kapasitasnya. Ada yang berkarya dengan membangun masjid, istana, Piramida, Borobudur, sekolah, pesantren, dan lainnya. Ada yang membuat jejak-jejak dengan karya lainnya, seperti menulis buku, melukis, mengukir, dan jejak-jejak lain yang terekam dadi masa ke masa. 

Media sosial. Yang pernah manusia isi di dalamnya berupa vedio, foto, tulisan, dan lainnya. Adalah jejak-jejak karya mereka. Bila mereka isinya berupa kebaikan, maka akan terekam terus sebagai kebaikan, dan demikian sebaliknya. 

Tidak hanya rekam dan jejak yang dibaca dan dilihat oleh manusia. Tetapi, ia juga akan dihisab, sekarang dan nanti di akhirat. Hari ini akan dihisab dan dipertanggungjawabkan di hadapan para pembaca, bila tidak sesuai akan dicemooh, bila sesuai dengan hati dan pikiran pembaca, ia akan dipuji dan dilike, tatapi hisab ini masih dalam kaca mata manusia. Selera manusia. Tetapi, di hadapanNya akan ada hisab menurutNya. Allahu'alam.

Senin, 13 Januari 2025

IKHTILAF atau TAFARRUQ?


(Berbedaan atau Perpecaha) 

Halimi Zuhdy 

"Kalau kau ingin mempertajam pisau, maka asahlah, tapi jangan kau....."

Pisau, jika lama tidak digunakan, akan karat, bahkan akan rusak dan tidak akan dapat digunakan lagi. Tapi, jika ia digesek (diasah) dengan batu, atau benda keras lainnya, ia akan tajam.
Demikian pula, jika umat ingin tambah dewasa, maka gesekan kadang memang harus terjadi, ikhtilaf itu sebuah keniscayaan. Sekali lagi "ikhtilaf", bukan "tafarruq".

Persatuan itu penting, tapi tidak harus menolak perbedaan, bukankah indahnya siang, karena kita melewati malam, dan indahnya malam, karena siang pergi dengan senyum manisnya. 

Para sahabat, tabiin, dan setelahnya, juga tidak lepas dari perbedaan. Seperti, para sahabat yang berbeda penentuan warisan untuk nenek (al-jad) pada masa Abu Bakar, Umar Al Faruq dengan Zaid bin Stabit tentang kata Al-Quru', pada masa Ustman bin Affan berbeda dalam hal siyayah, Ali bin Abi Thalib juga pernah berbeda dengan Muawiyah, dan Istri Nabi, Aisyah. 

Belum lagi ikhtilaf para aimmah, kemudian melahirkan madzhab-madzhab. Itulah sebuah keindahan, yang membangkitkan gairah akademik tinggi, saling mengasah kecerdasan, pemikiran dan melahirkan berbagai pendapat, yang tentunya berangkat dari satu pohon, Al-Quran dan Al Hadis, yang membuahkan ijma', dan pendapat para alim. 

Ikhtilaf, bukanlah berangkat dari ego, nafsu, kesombongan, kepentingan pribadi atau kelompok, yang melahirkan "tafarruq", tapi "ikhtilaf" berangkat dari sebuah kemurnian "ijtihad". Maka, di sanalah indahnya, tidak saling melaknat, tidak saling mengkafirkan, tidak saling bersitegang, apalagi saling bunuh. 

Kadang miris sekali, melihat antraksi Medsos hari ini, bukannya hanya bully, tapi saling mengkafirkan, melaknat, dan fitnah yang membakar, bukan lagi iktilaf ummah rahmat yang selalu berdasar pada dalil, tetapi tafarruq yang tercela. 

Mudah-mudahan cepat selesai, dan duduk tawadhu', dimulai dari para ulama dan didukung para pemimpin negeri. 

Suatu kali

 "أَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ  ، كَانَ يَقُولُ : مَا سَرَّنِي لَوْ  أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَخْتَلِفُوا ، لأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ
 “Tidaklah menggembirakanku jika saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berbeda pendapat,” kata Umar bin Abdul Aziz seperti diabadikan dalam Al Inabah Al Kubra dan Faidhul Qadir, “karena jika mereka tidak berbeda pendapat maka tidak akan ada rukhshah atau keringanan.”

"Agar lampu menyala, sambungkan dua kutub kabel yang berbeda" mari kita nyalakan lampu Islam, walau selalu ikhtilaf, jadikan ia sebatas berbeda pendapat, bukan perceraian ukhuwah islamiyah. 

permisalan di bawah ini, penulis ibaratkan, karena ikhtilaf adalah kecantikan; 

"Jika kau ingin membuat almari, maka gergajilah kayunya"

"Kayu tambah indah, jika diamplas"

Seharusnya ikhtilaf melahirkan persatuan, melahirkan kekuatan ruh, melahirkan keindahan, Islam. Tidak melahirkan arognasi kedirian dan ego sekterian. 

Apa contoh perbedaan ikhtilaf dan tafarruq dalam suatu benda? Seperti "kunci pas" memiliki berbagai ukuran, masing-masing dirancang untuk menangani mur atau baut tertentu. Walaupun ukurannya berbeda, semua kunci pas memiliki tujuan yang sama, yaitu mengencangkan atau melonggarkan baut. Ini melambangkan ikhtilaf karena meskipun terdapat perbedaan dalam metode (ukuran alat), semuanya tetap bertujuan untuk mencapai tujuan yang sama dengan cara yang saling melengkapi.

Sedangkan "tafarruq", seperti "gelas pecah", ketika sebuah gelas pecah menjadi beberapa bagian, setiap pecahan menjadi tajam dan berbahaya. Selain itu, pecahan-pecahan tersebut kehilangan fungsinya sebagai gelas utuh yang dapat menampung air. Ini melambangkan tafarruq, di mana perpecahan tidak hanya menyebabkan kehilangan fungsi utama tetapi juga berpotensi menimbulkan kerusakan dan bahaya bagi sekitarnya.

Kembali kepada Ikhtilaf atau tafarruq?

Ikhtilaf dan tafarruq memiliki perbedaan mendasar yang penting untuk dipahami. Ikhtilaf adalah perbedaan pendapat yang berlandaskan dalil-dalil syar’i dan bertujuan mencari kebenaran serta maslahat. Perbedaan ini terjadi dalam ruang lingkup yang diperbolehkan oleh syariat, seperti dalam masalah fiqih atau ijtihad ulama. Ikhtilaf memiliki ciri-ciri yang positif, seperti adanya penghormatan terhadap pendapat lain, dialog yang sehat, dan kontribusi terhadap khazanah keilmuan Islam. Contohnya adalah perbedaan jumlah rakaat salat tarawih, yang tidak menyebabkan permusuhan antarumat. Dengan demikian, ikhtilaf menjadi bagian dari rahmat Islam yang menunjukkan keluasan ajarannya.  

Sebaliknya, tafarruq adalah perpecahan yang merusak persatuan umat. Tafarruq sering kali terjadi karena fanatisme golongan, hawa nafsu, atau sikap keras kepala yang tidak berlandaskan dalil. Perpecahan ini berbahaya karena menimbulkan permusuhan, melemahkan kekuatan umat, dan menghilangkan keberkahan persatuan. Akibatnya, umat Islam menjadi rentan terhadap ancaman eksternal dan kehilangan fokus terhadap tujuan utama. Dalam Islam, tafarruq sangat dilarang karena bertentangan dengan perintah Allah untuk berpegang teguh pada tali agama-Nya dan menjaga persatuan (Ali Imran: 103). Oleh karena itu, umat Islam harus menjunjung tinggi toleransi dalam perbedaan dan menjauhkan diri dari sikap-sikap yang memicu perpecahan.

Salam ukhuwah islamiyah

Sabtu, 11 Januari 2025

Berbeda dalam Madzhab Rindu


Halimi Zuhdy

Akhir-akhir ini banyak sekali da'i atau ustadz yang muncul di televisi, radio, YouTube, Instagram, Facebook, dan media lainnya. Mereka hadir silih berganti dengan berbagai genre dan gaya yang khas. Ada yang melucu, puitis, tegas, menggunakan rumus-rumus indah, argumentatif, falsafi, lembut, informatif, memiliki hafalan yang kuat, penuh dalil, tasawuf, dan lainnya.  
Mereka berasal dari berbagai latar belakang organisasi yang berbeda, bahkan ada yang independen tanpa keterikatan organisasi. Dari kampus, madrasah dan pesantren yang juga berbeda. Setiap dai mengisi ruang kosong dengan cara mereka sendiri, dengan musik dakwah yang memiliki tabuhan berbeda. 

Mereka unggul dalam bidang masing-masing dan memiliki pengikut setia. Seperti orkestra, keindahan musik terletak pada harmoni di antara alat-alatnya. Bukan pada siapa yang lebih keras atau lebih lambat, tetapi bagaimana ritme itu menyatu dalam kemistisan. Layaknya piano dengan notasi yang beragam, harmoni menghasilkan suara yang luar biasa indah. Sebaliknya, jika setiap alat musik egois dan tidak sinkron, alunan suara akan menjadi buruk dan pecah.  

Namun, sangat disayangkan dan menyedihkan ketika sebagian oknum di antara para dai saling tahdzir (peringatan keras), mengolok, menyudutkan, mencari kelemahan, atau melabeli yang lain dengan sebutan bid'ah, paling sunnah, antek liberal, fundamentalis, kafir, dan berbagai cap lainnya. Mereka sering lupa untuk bercermin pada diri sendiri.  

Belum lagi perilaku para pengikut mereka di media sosial, yang saling menyerang, membuat akun untuk mengklaim bahwa gurunya paling benar, atau menciptakan fanatisme kelompok. Ada yang bahkan membentuk "jihadis" di dunia maya, dengan tujuan menjatuhkan dai atau kelompok lain agar mereka tidak lagi populer.  

Mari kita meneladani para ulama besar yang tak hanya hebat dalam keilmuan, tetapi juga penuh penghargaan terhadap perbedaan. Mereka saling berguru, saling tawadhu’, dan tetap menjaga ukhuwah meskipun berbeda pandangan. Dalam kitab Siyar A'lam An-Nubala', diceritakan bahwa Imam Syafi’i pernah berdebat sengit dengan Yunus bin Abdil A'la. Setelah itu, Imam Syafi’i mendatanginya dan berkata, “Wahai Abu Musa, tidakkah kita lebih indah dan tetap menjadi saudara walaupun berbeda pendapat dalam satu masalah?”  

Banyak kisah teladan dari para imam besar yang menunjukkan bahwa meskipun berbeda pandangan, mereka tetap menuju dermaga yang sama: Ridha Allah.  

Biarkanlah mereka yang sudah terkenal tetap terkenal, menjadi dai kondang yang menyebarkan manfaat. Kita tidak perlu mengganggu mereka, bahkan jika memungkinkan, dukunglah. Namun, jangan pernah meremehkan yang belum dikenal.  

Bagi yang belum populer, hindarilah fitnah dan upaya menjatuhkan orang lain demi meraih dukungan. Jangan pula merendahkan atau terus-menerus membully. Jika hanya bisa diam, maka lebih baik diam daripada berbicara yang menyakitkan dan menambah dosa.  

Surga dan ridha Allah bukan milik mereka yang terkenal semata. Surga adalah milik siapa saja yang tulus mencari ridha-Nya: dalam ibadahnya, pekerjaannya, dakwahnya, bahkan diamnya.  

Mari kita bersama menuju dermaga Islam yang satu, tanpa melubangi bahtera saudara kita. Indahnya dakwah adalah ketika kita saling mendukung dan menguatkan.

Sabtu, 08 Januari 2022

Gegara Membaca Hamdalah, Istighafar 30 Tahun

Halimi Zuhdy

Betapa menjaga hati tidak mudah. Tidak seperti menjaga tubuh (fisik). Menjaga diri agar tak tertusuk duri mungkin gampang, tinggal menghindar saja. Duri, batu, pedang, dan sejenisnya terlihat jelas. Tetapi detak dan bisikan hati, selalu tak terkedali, seperti namanya yang harus selalu ber-"hati-hati".
Hati selalu berbolak-balik. Dari baik ke buruk, atau sebaliknya. Belum lagi bisikan setan yang menjerat diri. Setan itu pintar. Seperti bagaimana ia membisik telinga wanita dan laki-laki. Keduanya dibuai agar dapat bercinta, berpacaran, dan selalu didekatkan. Keduanya tidak diberi waktu untuk melupakan. Agar jerat setan terlaksana sesuai dengan visi dan misinya, yaitu menjebak dan memasukkan dalam dunia kemaksiatan. Bila sudah terjadi perzinahan, sukseslah program dan tugasnya. Membuat mereka dekat (cinta) untuk maksiat.

Tapi, bagi laki dan perempuan yang sudah menikah tugas setan lain lagi  yaitu memisahkan, menceraikan, dan bahkan membuat berantakan. Setiap hari dicarikan cara bagaimana keduanya bertengkar, ribut, dan membisikkan untuk melakukan perselingkuhan dan lainnya, agar keduanya bercerai. Tugasnya adalah membuat berantakan istri.

Sebagaimana dalam satu hadis Nabi, ketika setan telah banyak melakukan godaan dan penyesatan (fa'altu kadza wa kadza), kemudian datang kepada Iblis, lalu iblis berkata, "Demi Allah, engkau belum melakukan apa-apa". Kemudian datang lagi tentara iblis yang menyampaikan laporan bahwa dia telah membuat pasangan suami-istri bercerai. "Saya tidak meninggalkan pasangan suami-istri kecuali telah aku pisahkan mereka," kata setan tersebut. Mendengar hal tersebut, iblis pun mengungkapkan, "Kau adalah sebaik-baiknya tentara (ni'ma anta)".
Bisikan setan sangat sulit diterka, sebagaimana bisikan hati yang menerima.

Menjaga hati sangat sulit. Seperti, seseorang yang menulis dan mengirimkan pesat untuk; shalat tahajut, dhuha, puasa dan lainnya, terkadang ada bisikan dari si penerima "Ah, ia riya' agar ketahuan bangun malam" atau barangkali dari si penulis sendiri terbersit "Agar orang-orang tahu, bahwa saya shalat malam". Hal ini, terkadang sulit dihindari, maka satu-satunya jalan adalah selalu beristighfar kepada Allah untuk menjaga hati dari segala bisikan yang merugikan amal ibadah. Selamat dari riya, sum'ah, sombong, ujub dan sifat-sifat buruk lainnya, dan diselamatkan dari segala godaan setan yang canggih.

Sari al-Saqati bercerita, ada seseorang yang sangat wara' memohon ampunan pada Allah, "Selamat tiga puluh tahun saya meminta pengampunan pada Allah (istighfar) gegara pernah saya mengucapkan: Alhamdulillah", Bagaimana itu bisa terjadi?  Dia berkata: "Ada kebakaran hebat di Baghdad, kemudian ada seseorang menemui saya dan bercerita bawah semuanya terbakar kecuali toko saya: hanya toko Anda yang selamat syekh!  Kemudian saya ucapkan: "Alhamdulillah" (Segala puji bagi Tuhan)! Seketika itu saya menyesali apa yang telah saya ucapkan, karena terbersit dalam hati saya, bahwa saya lebih baik dari mereka (orang-orang yang tertimpa kebakaran).  Al-Manawi: Fayd al-Qadeer 1/124. 

Detak dan bisikan syekh itu hanya dalam hatinya, tidak tidak terucap. Hanya karena mengucapkan Alhamdulillah. Kemudian ia beristighfar pada Allah 30 tahun lamanya. Ucapan yang keluar baik, tetapi membawa hati hampir terjerat bisikan tidak baik, apalagi ditambah bisikan setan. Sungguh betapa hati penuh rahasia. Menjaganya tidak mudah. Maka, selalu minta tolong kepada Allah, Allumma stabbit qalbi alandinika Ya Allah. 

Allahu'alam Bishawab

Malang, 8 Januari 2022

Kamis, 06 Januari 2022

Bila Allah Ingin Hambanya Menjadi Baik

Halimi Zuhdy

‏قال الفضيل بن عياض رحمه الله: 
"إذا أراد الله بعبد خيراً زهَّده في الدنيا، وفقَّهه في الدين، وبصَّره عيوبه" (عيون الأخبار / ابن قتيبة)

"Apabila Allah ingin hambanya menjadi orang baik, maka Allah zuhudkan ia pada dunia, diberikan pemahaman terhadap agama, dan diperlihatkan kekurangan-kekurangan/aib dirinya"

Menarik membaca perkataan Fudhail bin 'Iyad ini, satu sisi bagaimana seseorang menjaga dirinya dari gempuran dunia yang begitu menggoda, sehingga orang rela melakukan apa pun demi dunianya. Seakan-akan dunia adalah segalanya. Dan sisi yang lain, ia harus paham bagaimana hukum agama harus dilaksanakan, dari persoalan ibadah, muamalah dan lainnya, sehingga ia menjalankan kezuhudannya dengan baik. Dan pada sisi lainnya pula, ia dapat melihat cela, aib dan kekurangan dirinya, sehingga ia tidak merasa paling benar, sombong dan angkuh. Dari tiga hal ini, tampaklah bahwa ia menjadi hamba yang baik. 

Zuhud dalam dunianya, bukan kemudian membenci dunia dan tidak mau bekerja, tetapi ia tidak tergila-gila. Mencari harta tak pernah puas, yang bukan hanya semata-mata menjadi kebutuhannya, tetapi sudah pada taraf hedonisme akut. Sex menjadi pujaannya setiap hari, nonton film dan gambar porno untuk memuaskan nafsu birahi. Dan mengejar pangkat, sampai buta pada yang hak.

Agama tidak melarang seseorang mencari dunia bahkan menjadi kaya juga boleh, tetapi menjaga hati dan jiwa untuk tidak rakus pada dunia. Sehingga masuk pada jajaran orang-orang Jawwadhin. Karena rakus itu berbahaya, tidak hanya pada dirinya tetapi pada orang lain. 

Kehidupan dunia yang gemerlap, penuh pesona, dan dengan segala keindahannya akan menarik para peminatnya yaitu manusia. Tetapi manusia yang "memahami" dan diberikan "pemahaman" tentang agama (tentunya, juga dapat mengamalkannya) akan membantunya pada cara bagaimana menghadapi dunia dengan segala kebaikan dan keburukannya. 

Dunia dan agama selalu menjadi magnet setiap insan yang hidup dipermukaan, maka ia menjadi rebutan atau bahkan menjadi penentang. Rebutan untuk mempelajarinya dunia dan agama. Pengakuannya sebagai agamawan atau hartawan. atau sebaliknya. 

Kata Fudail bin Iyad "Bagaimana ia diperlihatkan keburukan/aib pada dirinya" sebagai bagian dari menjadi harta dan agamanya. Apabila seseorang sudah tidak pernah melihat aib darinya, atau dirinya merasa tidak pernah punya aib dan kekurangan, maka sifat Ja'dhari (sombong) akan menyelimutinya. Dan kesombongan tidak hanya dibenci manusia dan makhluk lainnya, tetapi Allah sangat membencinya.

إِنَّ اللهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ جِيفَةٍ بِالَّليْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ عَالِـمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ اْلآخِرَةِ (حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ)

Allahu'alam bisshawab

Malang, 6 Januari 2022

Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab, dan Mutiara Hikmah 👇🏻

🌎 www. halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  FB *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy* 
🗜️ Tiktok  *ibnuzuhdy*

Kamis, 29 Juli 2021

Mengapa Istri Harus Taat pada Suami?



Pada acara Fatwa Virtual seorang perempuan bertanya pada seorang Syekh;

"Syekh, mengapa Islam menuntut seorang istri untuk taat kepada suaminya, bukan suami yang mentaati istri?" kata perempuan dalam sambungan telpon

"Ibu punya berapa anak?" tanya Syekh 

"Saya punya tiga anak syekh, semuanya laki-laki"

"Allah, memerintahkanmu untuk mentaati seorang laki-laki, dan Allah memerintahkan 3 laki-laki untuk taat padamu" jawab syekh

Sang syekh ini melanjutkan setelah menghela nafas panjang,  "Dan mereka (3 anak)  tidak akan masuk surga bila tidak mentaatimu dan bila tidak berbuat baik padamu".

*****

Ya Rabb, jadikan kami anak-anak yang saleh pada ibunda kami, dan suami yang sayang pada istri kami.
Gambar: Elaa Style

Sabtu, 26 September 2020

Mengkavling Warna

Halimi Zuhdy

"Pak Ustadz...kok bisa sih baju murid itu warna hijau?" kata seorang wali murid protes seragam  sekolah.

"Emangnya mengapa ibuk?" Saya masih bengung mencoba untuk mencari tahu

"Kan.. kalau warna hijau terkesan untuk kelompok tertentu pak ustadz!!" kata wali santri ini dengan keyakinan tinggi

"Oh gitu tah bu?!" saya agak terheran-heran, entah apa yang ada dalam pikiran sang ibu ini tentang warna

"Kalau menurut saya pak ustadz, cari warna yang netral saja Pak Ustadz" kata wali murid itu sambil cari-cari warna yang dianggapnya netral
"Ibu, sedari awal semua wali murid sudah sepakat, dan kita bukan hanya dari satu organisasi keagamaan, mengapa tiba-tiba ibu berubah" saya meyakinkan ibu ini, karena kita ingin membangun komunikasi terbuka, dan sepi dari kepentingan, walau hidup adalah untuk kepentingan. Tapi, mencari kepentingan bersama menuju kebersamaan. 

"Ia pak ustadz, tapi....." wali murid terus cemberut dan masih belum sepakat. 

"Bu, adakah warna netral??" Saya coba mempertanyakan warna netral apakah yang dimaksud ibu ini.

Ibu ini diam. Ia sepertinya mencari-cari warna. Saya yakin, ibu ini tidak akan menemukan warna netral. Semua warna sudah terpakai oleh semua organisasi, semua agama, semua atas nama kepentingan kelompoknya, semua partai dan semuanya.

"Bu, mengapa warna pepohonan itu hijau kok tidak merah saja, atau biru, atau kuning. Apakah Tuhan tidak netral dan mendukung organisasi tertentu?, nantinya bukan hanya saya yang protes tapi juga langit dan lautan. Dan dedaunan akan protes juga. Mengapa warna dedaunan tidak biru seperti laut dan langit, mengapa langit kok tidak hijau, mengapa bunga-bungan kok kebanyakan merah?" Semuanya akan protes bila dada dan pikiran tidak diluaskan. 

Saya masih terus menjelaskan warna-warni pada ibu yang mulai senyum-senyum ini. 

"Ibu, kita tidak bisa memuaskan semua orang, apalagi meletakkan semua warna dalam satu baju, nanti dikiranya gila, wkwwk. Menjadi pelangi. Atau, kalau pakai warna pink, laki-laki akan protes. Warna pink itu warna perempuan. Yang perempuan juga akan protes bila warna putih, dikiranya pocong dan seterusnya. Ibu...akhirnya warna itu masuk pada ranah jender?!!!" sambil saya ketawa. Dalam hati "Akhirnya, warna menjadi milik organisasi bukan milik alam lagi". 

"Warna itu tidak harus dikapling bu. Dan jangan pula terlalu lebay dengan urusan warna. Bukankah Allah sudah menempatkan warna-warna indah itu sesuai dengan bendanya?" Sedikit saya seriusi perkataan ini.wkwwkwk.

"Lihat bagaimana orang Madura bu, meskipun kebanyakan orang madura NU, tetapi di Madura tidak ada warna hijau. Semuanya, warna biru. Biru daun. Biru langit. Biru dongker. Dan biru biru lainnya. Bukankah warna biru itu milik Muhammadiyah?". Ibu ini mulai tersenyum, dan menampakkan gusinya. 

"Maaf bu, saya hanya guyon". 

"Begini Bu, kita itu tidak akan pernah tenang, kalau pikiran kita selalu suud dhan pada orang lain, apalagi terlalu sensitif. Orang pakai warna merah, dianggap PKI, atau juga dianggap PDI. Warna Hijau, dianggap PKB. Warna hitam dan Putih, sedikit kuning,  PKS. Warna biru, PAN. Dan seterusnya. Akhirnya juga akan protes, jika melihat lampu lalu lintas atau lampu pertigaan atau perempatan jalan. Pemerintah itu sengaja memilih warna merah, kuning, dan hijau di banyak jalan. Kekuasaan membutakan mereka.  Mereka mumoung lagi berkuasa.wkwkwwk" Saya bericontoh yang lebih terang lagi pada ibu yang ngeyel ini. 

"Pak Ustadz, apakah tidak boleh berprasangka, dengan pakaian-pakaian mereka. Bukankah warna-warna itu memang dipakai oleh organisasi keagamaan, partai, dan lainnya?, wajarkan saya menyangka" Ibu ini, mencoba menjelaskan. 

"Boleh lah..bu". Saya sambil tersenyum. "Itu hak ibu, tapi tidak semua warna itu adalah kavlingan. Kembalikan warna itu pada alam. Kita tidak akan hidup tenang. Apabila kita selalu dihantui warna, fobia warna, dan memusuhi warna, wajarlah pada warna!!!?" 

*********
Semua warna Allah berikan untuk alam, agar alam ini penuh warna warni. Keindahan kebun, karena pepohonan dan bunga-bunga yang penuh warna warni. Bila semuanya putih, nanti dikira kuburan. Kuburan pun masih disisipi warna lainnya. Menikmati setiap warna, adalah bagian dari kenikmatan yang Allah berikan. Demikian pula dengan banyaknya ketidaksamaan di antara manusia. Bukan untuk saling bermusuhan, tetapi saling memberi warna. Bukankah indahnya musik, karena not-not yang berbeda?😀

Selamat berlibur di hari Sabtu.

Kamis, 27 Juni 2019

MENDEKAT

Halimi Zuhdy

Di Dunia itu sebenarnya berdekatan, tak ada yang jauh, hanya kita saling berjahuan. Manusia yang ada di dunia satu darah, satu warna,  darah merah. Semua dilahirkan dari rahim yang sama, Adam dan Hawwa'. Semuanya pernah dikandung (batn) kecuali Nabiyullah Adam dan Hawwa'.

Kita selalu dekat, yang menjauhkan kita adalah ego kita, seperti Habil dan Qobil dekat, tapi menjauh karena ada ego dan kedengkian. Allah menciptakan kita, tapi kita kadang lupa bahwa kita diciptakan. Allah dekat, dan bahkan sangat dekat, tapi sering kita menjauh, dan bahkan melupakannya. "Inni Qorib, sungguh saya sangat dekat" Firman Allah.

Bila darah kita sama, apa yang membuat kita beda?, bila jantung kita mendegub untuk memompa warna merah yang sama, mengapa kita beda? Bukankah tubuh kita adalah darah?, kalau ada rambut, bulu-bulu, daging, itu hanya untuk memperindah warna kemanusiaan kita, bukan kemudian untuk tercerai berai. Bukankah penyanggah kita juga sama, sama kerasnya dan sama warnanya, tulang yang putih. 

Apalagi yang kita perdebatkan untuk kemudian harus berjahuan, bukankah kita bersaudara? Apalagi kita lahir dari tanah dan air yang sama, memakan dan meminumnya, masuk dengan menjadi diri yang ber-tanah air bersama, Indonesia.

Kita sebenarnya dekat, tak pernah jauh. Tapi kita sering menjauh, menjahui dan menjauhkan.

Bandung, 26 Juni 2019

------------------------------------------------------------------
Bersama ustadzuna Dr.  Nasaruddin Idris Jauhar dari Surabaya, satu pesawat dan satu hotel, walau sebelumnya tidak pernah menjadwal untuk bersama, menuju hotel satu mobil sambil berbincang Nabiyuna Nuh Alaihissalam, betapa  Nabi Nuh  sang desainer, pembuat perahu, dan beliau juga tukang Kayu, perahunya tahan banting, terpaan ombak yang menggunung tak membuat perahunya tenggelam pun tak pecah, karena beliau merancang dengan keahliannya dengan kayu-kayu terbaiknya.

Kemudian Dr. Nasar bercerita, ada seorang perempuan datang kepada Nabi Nuh ketika membuat perahu, "Jangan lupa panggil dan ajak saya, kalau sudah jadi perahuanya sudah selesai dibuat" dan ketika itu pula, perempuan tadi bersyahadat akan keesaan Tuhan dan mengikuti aqidah Tauhid.  Setelah beberapa lama, perahu pun selesai, banjir bandang datang menggempur seluruh daerah itu (bahkan seluruh muka bumi, qila). Dan Nabi Nuh benar-benar lupa pesan perempuan tadi, untuk mengajak bersama, dan juga tidak menemukan dalam perahu bersamanya.

Setalah banjir usai, perahu mendermagakan dirinya, orang-orang yang berada dalam perahu turun satu persatu, tiba-tiba ada seorang perempuan menemui Nabi Nuh "Kapan banjir itu datangnya?" ternyata perempuan itu selamat walau ia tidak bersama perahu tadi.

Allah memiliki jalan lain untuk menyelamatkan perempuan tadi, tidak harus menaiki perahu, dan tidak pula bersama mereka di dalamnya. Kuasa Allah melebihi apapun. Karena semua itu, diatas pengawasan Allah. Demikian kisah yang dikutip dari Dr. Ratib an-Nablusi oleh Dr. Nasar.

---------------------------------------------

Kita alhamdulillah berdekat, walau kadang berjauh tempat. Karena bukan tempat yang membuat jauh, tapi rasa, kalau rasa dekat sejauh apapun tempat akan sangat dekat.

TETAPLAH TERSENYUM


@halimizuhdy3011

"Anak kecil yang dilemparkan ke atas, wajahnya tetap tersenyum, karena ia sungguh percaya, tangan Sang Ayah akan menangkapnya"

Mengapa anak kecil yang dilemparkan ke atas tersenyum? Karena ia yakin, percaya, dan memastikan dirinya, bahwa tangan ayah akan menangkapnya.

Bagaimana pula dengan Bilal bin Rabah, yang tetap tabah, walau disiksa sedemikian rupa oleh Umayyah? kerena ia percaya pada Tangan Rahmat-Nya.

Bagaimana kesabaran sang Imam Ahmad ketika dicambuk, dirantai, dipenjara, bahkan ditinggalkan muridnya atas intimidasi penguasa? Karena ia percaya, Allah segala-Nya.

Bagaimana Ammar bin Yasir beserta kuluarganya masih bisa tersenyum, walau setiap hari digiring ke padang pasir, dibakarkan pada matahari, disiksa, disulut dengan besi panas, ditenggelamkan, dan siksaan pedih lainnya? Karena ia percaya, bahwa Allahlah Sang Pelindung dan Sang Penolong. Keimanannya, menghancurkan ketakutannya.

Orang beriman itu kan selalu tersenyum bahagia, apapun yang telah terjadi padanya, karena Ia percaya bahwa semuanya atas takdirNya, dan ia selalu merasa aman dengan imannya, dan selalu bahagia dengan yang menimpanya, "Al iman al amnu". Adakah yang harus ditakutkan dengan harta, tahta, keluarga, dan apa yang kita miliki? Bila semuanya adalah milikNya. Dan bukankah semuanya atas     kendaliNya, atas kehendakNya, dan Dialah Pemegang Palu Hakim yang sesungguhnya. Hasbiallah la haula walaquwata illa billah.

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS:6:82).

Ya Allah, berikan kami keluarga, sahabat, sejawat, kerabat yang selalu mendukung untuk beriman kepadaMu.

Menuju Bandung, 26 Juni 2019

Minggu, 23 Juni 2019

DENGKI, HASAD, IRI; KEHANCURAN DIRI

"Dosa yang pertama kali muncul di kolong langit adalah dengki, dan dengki awal kemaksiatan yang terjadi di muka bumi" Al-jahid

DENGKI, KEHANCURAN DIRI

Halimi Zuhdy

Seandainya aku bisa bertanya tentang "kedengkian", maka kutanyakan kepada gunung, daratan, lautan, sungai, pepohonan, dan rerumputan.
“Wahai Darat mengapa kamu diciptakan menjadi Darat, apakah kamu rela menjadi diinjak-injak manusia yang sok itu?” kucoba bertanya pada Daratan.

Tiba-tiba Daratan berbisik, dengan wajah sedih,  "Kenapa aku diciptakan menjadi daratan ya, yang hanya diinjak-injak manusia dan hewan,  akar-akar pohon memenjarakanku. Mengapa aku tidak menjadi gunung saja, yang tinggi menjulang, menjadi paku bumi, dan bisa melihat daratan yang luas". Keluhan Daratan belum selesai.

Tiba-tiba Gunung bertanya tentang dirinya, "Mengapa, aku dijadikan gunung yang hanya menyimpan bara, memuntahkan lahar, mematung tinggi, aku tak dapat berkhidmat pada manusia, orang-orang sholeh pun jarang menaikiku, aku hanya seperti patung dikejahuan, bahkan akhir-akhir ini aku hanya digunduli, dan akupun longsor dan membuat banyak orang meninggal gara-gara aku".

Tak terasa rerumputan berisik di bawah kaki dan mengajakku mendengarkan keluhannya, "Mengapa aku dijadikan rumput, yang tak berharga, diinjak-injak, bahkan keberadaanku pun tak dilirik, beda dengan bunga-bunga, pepohonan yang menjulang tinggi, aku hanya korban manusia dan hewan saja, kadang mengering dan dibakar".

Belum juga rerumputan selesai berkeluh kesah, Lautan dengan debur ombaknya berteriak, "Mengapa nasibku yang dijadikan lautan, kenapa aku tidak dijadikan Gunung, Daratan, dan Pepohonan yang indah atau sunga-sungai yang mengalir seperti dalam al-Qur'an, atau aku hanya sebagai pemuas manusia dengan ikan-ikan yang setiap hari dirampok?, dan dibuat makan para perampok, apakah aku hanya untuk menjadi kenangan untuk menelan orang, menerjang manusia dengan sunamiku, aku menjadi tidak pernah damai dengan gelombangku"

“Rerintihan” itu hanya khayalaku, aku tidak benar-benar mendengarnya, atau mungkin karena aku bukan Nabi Sulaiman, yang dapat berbicara dan mendengar pembicaraan hewan dan tumbuhan.

Saya yakin, dan benar-benar yakin, mereka tidak akan mengeluh menjadi lautan, gunung, daratan, pepohonan, bahkan mereka akan menikmati keberadaan mereka, karena mereka diciptakan untuk bertasbih, seandainya mereka menjadi gunung semua, apa jadinya dunia ini, atau seandainya dunia ini lelautan semuanya, bagaimana keberadaan manusia dan lainnya, atau dunia ini hanya berisi rerimbunan pepohonan, atau rerumputan saja, mungkin taka da keindahan di dunia ini, atau semuanya warna adalah hitam, mungkin dunia kelam, atau putih maka dunia akan penuh uban.

Seandainya semuanya sama, apa indahnya dunia ini, maka hanya“Masya Allah” Allah luar biasa. Maka, kenapa aku harus dengki dan hasad kepada orang-orang yang berbeda dengan diriku, biarlah mereka jadi mereka dan aku jadi diriku sendiri, dan biarkan mereka bergembira dengan kegembiraan mereka, aku juga memiliki kegembiraan, dan Allah memiliki rencana sendiri dalam penciptaannya. Maka, kehidupan ini harus disyukuri, tersenyum dengan keberadaan diri, memahami tujuan diciptakan diri Mengabdi pada Tuhan yang Abadi, Tak usah dengki, apalagi iri, semuanya harus dinikmati.

Jangan hasad ya!  Ia sumber segala kekacauan dunia.

Sabtu, 21 Juli 2018

TAMPAK LUAR, GELOMBANG DALAM

(Dahir Seseorang, Gambaran Batinnya)

Halimi Zuhdy

Sejatinya, orang tidak bisa berbohong dengan keadaan dirinya; hatinya, pikirannya, perilakunya, dan apa yang dikenali dalam dirinya.

Ada ungkapan Arab yang menarik "Adhahiru ya dullu ala bathin", tampak luarnya itu, menunjukkan kondisi dalam dirinya (batinnya).

Setiap orang mampu dikenali akhlaqnya (pula, hatinya dan pikirannya), dari bagaimana ia;  bersikap, berucap, melihat (lirikan dan tatapan), bergerak, dan bagaimana pula mempola dirinya.

Seperti orang yang berbohong, ia akan tampak kaku, tampak salah tingkah, pandangan matanya kosong, dan ucapannya sering terkilir. Demikian pula orang jujur, walau ia mencoba membohongi sikap dirinya, ia kelihatan rinai wajahnya, senyum mulutnya, tatapan tajam wajahnya.

Tampak luar, sesugguhnya adalah cerminan batinnya. Bila suka marah-marah, maka mungkin ada keras batu dalam hatinya. Bila suka membincang orang (ghibah), mungkin ada iri dalam dirinya.

Cara mendeteksinya, "Bagaimana melihat seseorang, lihatlah bagaimana ia membicarakan orang lain, maka tidak akan jauh dari apa yang dibicarakan tentang orang lain, jika membicarakan kejelekan seseorang, maka dirinya tidak jauh dari yang dibicarakan, karena tidak mungkin air mengeluarkan bara, dan panas memuntahkan air. Pula, seperti orang menunjuk pada orang lain, maka jari jempolnya adalah dirinya".

Sepintar apapun orang menyembunyikan dengki,    senyum apapun yang dicipta akan terlihat menakutkan di sore hari, walau di paginya ia seperti mentari. Se-marah apapun ia, kalau untuk kebaikan, marahnya adalah mutiara yang membuat tambah senang, kan tahu marahnya adalah untuk kebaikan, tapi kalau amarahnya adalah bara diri, maka bagai neraka di pagi hari.

Kata peribahasa "Angkuh terbawa, tampan tinggal" Orang yang suka bersolek dan berlaga seperti orang cantik atau tampan padahal tidak sesuai dengan dirinya, maka ia akan terlihat bagaimana ia selalu menampakkan ke-indahan, walau buruk selalu meliputi; prasangka buruk, tingkah buruk, dan kejahilan yang selalu membuat terpuruk.

Seperti baliho di Bandara sebuah negara atau kota,  gambarnya adalah yang terbaik, yang paling sesuai dengan keberadaan dirinya, atau yang paling dibanggakan.   Bali dan lombok dengan pantainya, Jawa Tumur dengan Suramadunya, Yordania dengan Petranya. Demikian pula seseorang.

Walau ada Peribahasa "Busuk-busuk embacang" artinya orang yang tampak dari luar (lahiriah) seperti orang jahat/orang bodoh, namun ternyata hatinya baik/ilmu pengetahuannya tinggi. Demikian pula, tidak semua tampak luar itu adalah seperti yang berada di dalam (batin). Ini istitsnaiyyat (pengecualiaan), namun "kebanyakan" dahirnya adalah batinnya.
Allah 'alam bisshawab.

Senggigi Lombok, 21 Juli 2018

Sabtu, 14 Juli 2018

ISLAM NUSANTARA YES, ISLAM TANPA NUSANTARA YES, TAK BER-ISLAM NO

(Indahnya Perbedaan)
Halimi Zuhdy 

"Islam itu selalu mengajarkan persatuan dan kekokohan, toh kalau ada perbedaan di dalamnya, itu adalah hal biasa, karena Perbedaan adalah Rahmah, seperti yang kini lagi marak, perbedaan Islam Nusantara dan Islam tanpa Nusantara, keduanya biasa saja menurut saya, apalagi keduanya punya argumentasi sendiri-sendiri, dengan ijtihad sendiri". Saya sampaikan dalam suatu forum, dengan tema "Bagaimana menghargai perbedaan". 

"Ustadz tidak tegas, dan tidak punya pendirian". Tegas santri pada saya.
"Apanya, yang tidak tegas?". Saya menyanggahnya. 

"Kalau ustadz punya pendirian, ya kalau percaya, akui saja Islam Nusantara, kalau tidak sepakat, tolak dong ustadz". Ia mencoba memahamkan. 

"Apakah tegas itu harus memilih "Ia" atau "Tidak", bukankan memilih di antara keduanya juga sebuah ketegasan dalam memilih. Bukankah setiap kepala punya ide, setiap tubuh punya sikap, dan setiap orang punya pilihan sendiri". Papar saya, Sedikit menekankan pada bahwa pilihan itu banyak, tidak hanya dua. 

Saya melanjutkan, "Bukankah Islam juga mengajarkan kepada kita, bagaimana bersikap wasathan, tengah-tengah, dan Islam Nusantara atau Islam tanpa Nusantara, bukanlah wajib atau mubah, bukanlah haram dan sunnah, ia hanya sebuah ijtihadi. Silahkan yang mau mengikuti, dengan alasannya yang kuat, dan juga yang menolak dengan alasan pula. Buktinya, ditubuh NU sendiri juga ada perbedaan, apalagi yang di luar NU, hal itu biasa, dan NU biasa dalam sebuah perbedaan. Maka lihatlah, bagaimana bahsul masail yang mengajarkan perbedaan itu menentukan sebuah hukum, tapi pada akhirnya juga ada sikap dan konsekwensi dari hukum itu". Tegas saya pada santri. 

"Tapi ustadz, kalau mengakui Islam Nusantara,  nanti dianggap pengikut leberal dan anti Arab,  dan kalau tidak mengakuinya dianggap keluar dari NU, NU keras, dianggap tidak paham NU, bahkan dianggap aliran lain, dan lainnya sebagainya? " ia mencoba mencari celah. 

"Tidaklah, Islam Nusantara itu tidak sampai pada pemahaman aqidah dan aliran tertentu, gara-gara percaya sama Islam Nusantara kemudian shalatnya berubah, tuhannya berganti, hajinya di Nusantara, itu terlalu sempit. Atau sebaliknya, bagi yang menolak Islam Nusantara, dianggap beraliran keras atau lainnya, hal itu juga tidak, buktinya ada kyai yang menolak Islam Nusantara juga bukan aliran keras dan saya yakit tetap di NU". Saya mencoba meluruskan anggapan itu. 

"Mari, sesama muslim Nusantara dan di luar Nusantara, yang paling penting sekarang adalah satukan tekat untuk menuju keberagamaan yang baik,  demi  kebangkitan umat, baik dalam ekonomi, pendidikan, kesejateraan, keamanan, dan lainnya, tidak sibuk perang di medos hanya gara-gara istilah, bukannya saya menyepelkan istilah, tapi bagaimana berargumentasi yang akademis bukan emosional, dan sampai-sampai keluar istilah hewan yang tidak pantas diucapkan, kecebong kampret dan istilah-istilah yang tidak dewasa". Sambil  tersenyum dengan keringat yang mulai mengurai.
"Kalau kau ingin mempertajam pisau, maka asahlah" saya melanjutkan materi IKHTILAF ITU CANTIK. 

Pisau, jika lama tidak digunakan akan karat, bahkan akan rusak dan tidak akan dapat digunakan lagi. Tapi, jika ia digesek (diasah) dengan batu, atau benda keras lainnya, akan tajam.
Demikian pula, jika umat ingin tambah dewasa, maka gesekan kadang memang harus terjadi, maka ikhtilaf itu sebuah keniscayaan. Sekali lagi "ikhtilaf", bukan "tafarruq".

Persatuan itu penting, tapi tidak harus menolak perbedaan, bukankah indahnya siang, karena kita melewati malam, dan indahnya malam, karena siang pergi dengan senyum manisnya. 

Para Sahabat, Tabiin, dan setelahnya, juga tidak lepas dari perbedaan. Seperti, para sahabat yang berbeda penentuan warisan untuk nenek (al-jad) pada masa Abu Bakar, Umar Al Faruq dengan Zaid bin Stabit tentang kata _Al-Quru'_, pada masa Ustman bin Affan berbeda dalam hal _siyayah_, Ali bin Abi Thalib juga pernah berbeda dengan Muawiyah, dan Istri Nabi, Aisyah. 

Belum lagi ikhtilaf para aimmah, kemudian melahirkan madzhab-madzhab. Itulah sebuah keindahan, yang membangkitkan gairah akademik tinggi, saling mengasah kecerdasan, pemikiran dan melahirkan berbagai pendapat, yang tentunya berangkat dari satu pohon, Al-Quran dan Al Hadis, yang membuahkan ijma', dan pendapat para alim. 

Ikhtilaf, bukanlah berangkan dari ego, nafsu, kesombongan, kepentingan pribadi atau kelompok, yang melahirkan "tafarruq", tapi "ikhtilaf" berangkat dari sebuah kemurnian "ijtihad". Maka,  di sanalah indahnya, tidak saling melaknat, tidak saling mengkafirkan, tidak saling bersitegang, apalagi saling bunuh. Kadang miris sekali, melihat antraksi Medsos hari ini,  bukannya hanya bully, tapi saling mengkafirkan, melaknat, dan fitnah yang membakar, bukan lagi _iktilaf ummah rahmat_ yang selalu berdasar pada dalil, tetapi _tafarruq_ yang tercela.

Mudah-mudahan cepat selesai, dan duduk tawadhu', dimulai dari para ulama dan didukung para pemimpin negeri. 

Suatu kali
"اَنَّ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ  ، كَانَ يَقُولُ : مَا سَرَّنِي لَوْ  أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَخْتَلِفُوا ، لأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ
“Tidaklah menggembirakanku jika saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berbeda pendapat,” kata Umar bin Abdul Aziz seperti diabadikan dalam Al Inabah Al Kubra dan Faidhul Qadir, “karena jika mereka tidak berbeda pendapat maka tidak akan ada rukhshah atau keringanan.”

"Agar lampu menyala, sambungkan dua kutub kabel yang berbeda" mari kita nyalakan lampu Islam, walau selalu ikhtilaf, jadikan ia sebatas berbeda pendapat, bukan perceraian ukhuwah islamiyah. 

Permisalan di bawah ini, penulis ibaratkan, karena iktilah adalah kecantikan;
"Jika kau ingin membuat almari, maka gergajilah kayunya"
"Kayu tambah indah, jika diamplas"

Seharusnya ikhtilaf melahirkan persatuan, melahirkan kekuatan ruh, melahirkan keindahan, Islam. Tidak melahirkan arognasi kedirian dan ego sekterian.
Salam ukhuwah islamiyah

khadim PP. Darun Nun
www.darunnun.com
Wakil Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Malang
www.halimizuhdy.com

Senin, 07 Mei 2018

SIAPALAH DIRI

(Menguap Diri, yang Sok Suci)
Halimi Zuhdy



"Ha.. Ha.. Ha.." Riuh suara tawa para sahabat, entah apakah ada yang lucu, atau meledek. Nabi Muhammad SAW langsung menegur mereka, "Apa yang membuat kalian tertawa", para sahabat yang berada di tempat itu terdiam, tertegun, dan gugup, mereka belum sampai menjawab pertanyaan Nabi, dan Rasulullah SAW melanjutkan tegurannya, "Apakah karena betisnya yang kecil? Semua pada terdiam,  tak seorang pun berani menjawab. 

Kemudian Rasulullah SAW menyampaikan sabdanya, “Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, sesungguhnya kedua (betis)nya lebih berat dari Gunung Uhud dalam timbangan amal.”

Ternyata para sahabat itu menertawakan keadaan betis Abdullah bin Ma'ud yang kecil, ketika itu Rasulullah SAW meminta tolong kepada sahabatnya ini untuk mengambil batang siwak dari pohonnya. Saat memanjat pohon itulah, betisnya yang kecil terlihat. Mereka pun tertawa. 

Rabu, 07 Maret 2018

PESAN PAPAN EMAS

Halimi Zuhdy
(Mazhab Rindu 69)

Bersama Nabi Khidir, Nabi Musa selalu dibuat terkejut, heran, dan ribuan pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. "Kok Bisa ya"?, di antaranya, ketika Nabi Khidir dan Nabi Musa dalam kondisi sangat lapar, dan tidak ada orang yang menjamu dan memberi upah, tapi Nabi Khidir masih saja mau menegakkan, membangun dan memperbaiki salah satu rumah warga itu. Nabi Musa heran, "Mintalah upah dari mereka atas usahamu." Tapi, Nabi Khidir bukannya menjawab, tetapi memutuskan untuk berpisah dengan Nabi Musa, "Ini adalah saat berpisah antara Aku dan Engkau, karena Engkau tidak sabar. "

Sebelum detik-detik perpisahan itu, Nabi Khidir menceritakan maksud dan tujuan dari apa yang telah diperbuatnya, mengapa dia memperbaiki dinding itu, _"Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”_(Kahfi, 82)

Desa itu, sangat terkenal Kikirnya, bakhilnya, bahkan suka menyimpan harta. Penduduknya tidak berinfak, tidak membantu sesama, kecuali punya kepentingan saja.

Dinding yang diperbaiki Nabi Khidir, adalah sebagai cambuk dan hukuman bagi penduduk kikir, agar mereka tidak menemukan emas-emas yang berada di bawah rumah anak yatim itu, serta untuk menyelamatkan harta dari keserakan mereka. Seandainya mereka tahu, mereka akan membongkarnya dan mengambil pundi-pundi emasnya.

Dan di emas itu, tertulis jelas, bagi orang pemburu harta, pecinta dunia, suka bersenang-senang, sebagaimana kata Ibnu Abbas dalam beberapa Tafsir Al Qur'an, "Dalam emas itu tertulis, Bismillahirrahmanirrahi, Aku heran, orang yang percaya takdir, tapi masih bersedih. Aku heran, orang yang percaya rizki, tapi masih memburu dan tamak. Aku heran, orang yang percaya kematian, tapi masih bersenang-senang. Aku heran, orang yang percaya hari penghitungan (hisab) tapi masih sering lalai. Aku heran, orang yang percaya akan dunia, dan penduduknya akan silih berganti, tapi mengapa mereka masih merasa tenang (dengan dosa), lailaha illallah Muhammad Rasulullah.

Maka, betapa pesan itu melebihi dari emas segunung, bagi mereka yang sadar, bahwa penduduk dunia ini akan silih berganti, mereka yang dulu segar bugar, sekarang keriput dan bungkuk, mereka yang dulu pernah jaya, sudah tinggal papan nama di atas kuburan "Fulan bin Fulan, L 1010 M, W 1085 M". Kini, kita menunggu untuk dicatat dalam papan itu, entah kapan?, dan apakah papan kita tertulis kebaikan atau keburukan, Allah A'lam bishawab.

Malang-Bandung, 5/3/2018
----------------------------------------
Laju Kereta Malabar, tuk bertandang di Seminar Bahasa Arab Sahara PBA UIN Bandung.

https://www.instagram.com/p/Bf6HPyBn6dL/

Minggu, 04 Maret 2018

MENCERMAHI DIRI

Halimi Zuhdy
IG :halimizuhdy3011

Ketika hadis Nabi menguap dari mulut ini, semisal,
Empat perkara yang jika dianugerahkan kepada seseorang, maka sungguh ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, tubuh yang sabar atas cobaan dan istri salehah yang tidak berkeinginan mengkhianati suaminya baik terhadap dirinya maupun harta suaminya.” Begitu Sabda Nabi Muhammad (HR. Tirmidzi). 

Sungguh, tak terasa, tangisan menderai dari pelupuk mata, dan mengaca diri, pantaskan tubuh yang bergelimang dosa ini, berteriak-teriak, bersemangat, seakan-akan sudah benar-benar melakukan hadis itu. Betapa sulitnya, derai kata, berdekap langkah tubuh. Berucap dan melakukan.
"Berdzikirlah...!!", diungkap dengan lembut, menyapa jamaah, tapi kelu rasanya lisan tuk berdzikir, apalagi basah dengan lafal Allah, butuh lautan tuk ditelan, agar mulut benar-benar basah. Mulut jarang berucap, hati kering, pikiran yang jauh dari namaNya. 

Kamis, 14 September 2017

KEBANGGAAN ITU, SIRNA

(Apa yang paling patut dibanggakan, kalau semua harus selesai) 

Halimi Zuhdy
(Madzhab Rindu 31)

Apa yang dapat dibanggakan di dunia ini? Tidak ada satu pun yang dapat dikekalkan, semuanya akan sirna bersama waktu.

Kekuatan, akan melemah seiring urat-urat yang mengendur. .
Kecantikan, ia akan sirna, tak sedikit para ratu kecantika dan para pemoles diri yang bunuh diri, tak puas lagi, karena waktu tak muda lagi.

Keterkenalan, pada masanya kan selesai, ketika orang menyanjungnya ia gembira, setelah itu selesai bersama senjanya. .
Kecerdasan, tidak sedikit menjadi pikun. Berfikir pun tak kuasa, lupa pada hakekat dirinya.

Rabu, 09 Agustus 2017

SEMAKIN GAGAL, SEMAKIN SUKSES

 (Dekat sekali kesuksesan Itu)

Halimi Zuhdy 

Ketika sujud, "Allah Maha Tinggi" yang terungkap. Dan waktu itu, Allah sangat dekat.
Semakin rendah, ia semakin tinggi. Semakin menjatuhkan dirinya dihadapaNya, semakin ia diangkat olehNya. Seperti Nabi Muhammad, ketika dalam kesedihan yang mendera, Allah Isra'kan menuju kehadiratNya. Juga Nabi Musa, kalam-kalamNya turun di saat membutuhkan solusi jalan dakwahnya. Juga, Ketika Firaun berada dekat di belakangnya, samudera di depannya, tongkatnya pun membelah, dengan IzinNya.

Semakin masalah mendera, dan sudah akut, maka sabarlah, sebentar lagi, keindahan akan datang tersenyum. Takbir kemenangan dan kebahagiaan akan segara muncul dengan tetiba.

Ibnu Rajab dalam Rasail nya
"Jika kesedihan, kesulitan, kesusahan, semakin terasa berat. Maka, jalan keluar, kebahagiaan, keindahan akan segera tiba."

WANITA BERHIAS, MENGABDI PADA TUHAN

Halimi Zuhdy

"Wanita berhias janganlah untuk menarik perhatian laki-laki, tapi berhias karena ia dicipta senang keindahan" William Shakeapeare

Menarik sekali perkataan sastrawan masyhur dari Inggris di atas, "berhias" atau "mempercantik diri" itu tidak untuk dipertontonkan, tetapi ia adalah bagian dari kefitrahan diri. Seperti berperilaku bersih bukan untuk dipuji, tetapi sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk membersihkan diri, pikiran, hati, tempat tinggal dan lainnya. Demikian juga berbuat baik, bukan juga untuk menuai pujian dan sanjungan, tapi sudah menjadi sebuah keharusan manusia berbuat baik kepada diri, sesama dan lingkungannya, yang pada akhirnya semuanya kembali kepada kefitrahan alam.