Facebook Halimi Zuhdy
Kamis, 16 Januari 2025
Semua Akan Berganti
Senin, 13 Januari 2025
IKHTILAF atau TAFARRUQ?
Sabtu, 11 Januari 2025
Berbeda dalam Madzhab Rindu
Sabtu, 08 Januari 2022
Gegara Membaca Hamdalah, Istighafar 30 Tahun
Kamis, 06 Januari 2022
Bila Allah Ingin Hambanya Menjadi Baik
Kamis, 29 Juli 2021
Mengapa Istri Harus Taat pada Suami?
Sabtu, 26 September 2020
Mengkavling Warna
Kamis, 27 Juni 2019
MENDEKAT
Halimi Zuhdy
Di Dunia itu sebenarnya berdekatan, tak ada yang jauh, hanya kita saling berjahuan. Manusia yang ada di dunia satu darah, satu warna, darah merah. Semua dilahirkan dari rahim yang sama, Adam dan Hawwa'. Semuanya pernah dikandung (batn) kecuali Nabiyullah Adam dan Hawwa'.
Kita selalu dekat, yang menjauhkan kita adalah ego kita, seperti Habil dan Qobil dekat, tapi menjauh karena ada ego dan kedengkian. Allah menciptakan kita, tapi kita kadang lupa bahwa kita diciptakan. Allah dekat, dan bahkan sangat dekat, tapi sering kita menjauh, dan bahkan melupakannya. "Inni Qorib, sungguh saya sangat dekat" Firman Allah.
Bila darah kita sama, apa yang membuat kita beda?, bila jantung kita mendegub untuk memompa warna merah yang sama, mengapa kita beda? Bukankah tubuh kita adalah darah?, kalau ada rambut, bulu-bulu, daging, itu hanya untuk memperindah warna kemanusiaan kita, bukan kemudian untuk tercerai berai. Bukankah penyanggah kita juga sama, sama kerasnya dan sama warnanya, tulang yang putih.
Apalagi yang kita perdebatkan untuk kemudian harus berjahuan, bukankah kita bersaudara? Apalagi kita lahir dari tanah dan air yang sama, memakan dan meminumnya, masuk dengan menjadi diri yang ber-tanah air bersama, Indonesia.
Kita sebenarnya dekat, tak pernah jauh. Tapi kita sering menjauh, menjahui dan menjauhkan.
Bandung, 26 Juni 2019
------------------------------------------------------------------
Bersama ustadzuna Dr. Nasaruddin Idris Jauhar dari Surabaya, satu pesawat dan satu hotel, walau sebelumnya tidak pernah menjadwal untuk bersama, menuju hotel satu mobil sambil berbincang Nabiyuna Nuh Alaihissalam, betapa Nabi Nuh sang desainer, pembuat perahu, dan beliau juga tukang Kayu, perahunya tahan banting, terpaan ombak yang menggunung tak membuat perahunya tenggelam pun tak pecah, karena beliau merancang dengan keahliannya dengan kayu-kayu terbaiknya.
Kemudian Dr. Nasar bercerita, ada seorang perempuan datang kepada Nabi Nuh ketika membuat perahu, "Jangan lupa panggil dan ajak saya, kalau sudah jadi perahuanya sudah selesai dibuat" dan ketika itu pula, perempuan tadi bersyahadat akan keesaan Tuhan dan mengikuti aqidah Tauhid. Setelah beberapa lama, perahu pun selesai, banjir bandang datang menggempur seluruh daerah itu (bahkan seluruh muka bumi, qila). Dan Nabi Nuh benar-benar lupa pesan perempuan tadi, untuk mengajak bersama, dan juga tidak menemukan dalam perahu bersamanya.
Setalah banjir usai, perahu mendermagakan dirinya, orang-orang yang berada dalam perahu turun satu persatu, tiba-tiba ada seorang perempuan menemui Nabi Nuh "Kapan banjir itu datangnya?" ternyata perempuan itu selamat walau ia tidak bersama perahu tadi.
Allah memiliki jalan lain untuk menyelamatkan perempuan tadi, tidak harus menaiki perahu, dan tidak pula bersama mereka di dalamnya. Kuasa Allah melebihi apapun. Karena semua itu, diatas pengawasan Allah. Demikian kisah yang dikutip dari Dr. Ratib an-Nablusi oleh Dr. Nasar.
---------------------------------------------
Kita alhamdulillah berdekat, walau kadang berjauh tempat. Karena bukan tempat yang membuat jauh, tapi rasa, kalau rasa dekat sejauh apapun tempat akan sangat dekat.
TETAPLAH TERSENYUM
@halimizuhdy3011
"Anak kecil yang dilemparkan ke atas, wajahnya tetap tersenyum, karena ia sungguh percaya, tangan Sang Ayah akan menangkapnya"
Mengapa anak kecil yang dilemparkan ke atas tersenyum? Karena ia yakin, percaya, dan memastikan dirinya, bahwa tangan ayah akan menangkapnya.
Bagaimana pula dengan Bilal bin Rabah, yang tetap tabah, walau disiksa sedemikian rupa oleh Umayyah? kerena ia percaya pada Tangan Rahmat-Nya.
Bagaimana kesabaran sang Imam Ahmad ketika dicambuk, dirantai, dipenjara, bahkan ditinggalkan muridnya atas intimidasi penguasa? Karena ia percaya, Allah segala-Nya.
Bagaimana Ammar bin Yasir beserta kuluarganya masih bisa tersenyum, walau setiap hari digiring ke padang pasir, dibakarkan pada matahari, disiksa, disulut dengan besi panas, ditenggelamkan, dan siksaan pedih lainnya? Karena ia percaya, bahwa Allahlah Sang Pelindung dan Sang Penolong. Keimanannya, menghancurkan ketakutannya.
Orang beriman itu kan selalu tersenyum bahagia, apapun yang telah terjadi padanya, karena Ia percaya bahwa semuanya atas takdirNya, dan ia selalu merasa aman dengan imannya, dan selalu bahagia dengan yang menimpanya, "Al iman al amnu". Adakah yang harus ditakutkan dengan harta, tahta, keluarga, dan apa yang kita miliki? Bila semuanya adalah milikNya. Dan bukankah semuanya atas kendaliNya, atas kehendakNya, dan Dialah Pemegang Palu Hakim yang sesungguhnya. Hasbiallah la haula walaquwata illa billah.
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS:6:82).
Ya Allah, berikan kami keluarga, sahabat, sejawat, kerabat yang selalu mendukung untuk beriman kepadaMu.
Menuju Bandung, 26 Juni 2019
Minggu, 23 Juni 2019
DENGKI, HASAD, IRI; KEHANCURAN DIRI
"Dosa yang pertama kali muncul di kolong langit adalah dengki, dan dengki awal kemaksiatan yang terjadi di muka bumi" Al-jahid
DENGKI, KEHANCURAN DIRI
Halimi Zuhdy
Seandainya aku bisa bertanya tentang "kedengkian", maka kutanyakan kepada gunung, daratan, lautan, sungai, pepohonan, dan rerumputan.
“Wahai Darat mengapa kamu diciptakan menjadi Darat, apakah kamu rela menjadi diinjak-injak manusia yang sok itu?” kucoba bertanya pada Daratan.
Tiba-tiba Daratan berbisik, dengan wajah sedih, "Kenapa aku diciptakan menjadi daratan ya, yang hanya diinjak-injak manusia dan hewan, akar-akar pohon memenjarakanku. Mengapa aku tidak menjadi gunung saja, yang tinggi menjulang, menjadi paku bumi, dan bisa melihat daratan yang luas". Keluhan Daratan belum selesai.
Tiba-tiba Gunung bertanya tentang dirinya, "Mengapa, aku dijadikan gunung yang hanya menyimpan bara, memuntahkan lahar, mematung tinggi, aku tak dapat berkhidmat pada manusia, orang-orang sholeh pun jarang menaikiku, aku hanya seperti patung dikejahuan, bahkan akhir-akhir ini aku hanya digunduli, dan akupun longsor dan membuat banyak orang meninggal gara-gara aku".
Tak terasa rerumputan berisik di bawah kaki dan mengajakku mendengarkan keluhannya, "Mengapa aku dijadikan rumput, yang tak berharga, diinjak-injak, bahkan keberadaanku pun tak dilirik, beda dengan bunga-bunga, pepohonan yang menjulang tinggi, aku hanya korban manusia dan hewan saja, kadang mengering dan dibakar".
Belum juga rerumputan selesai berkeluh kesah, Lautan dengan debur ombaknya berteriak, "Mengapa nasibku yang dijadikan lautan, kenapa aku tidak dijadikan Gunung, Daratan, dan Pepohonan yang indah atau sunga-sungai yang mengalir seperti dalam al-Qur'an, atau aku hanya sebagai pemuas manusia dengan ikan-ikan yang setiap hari dirampok?, dan dibuat makan para perampok, apakah aku hanya untuk menjadi kenangan untuk menelan orang, menerjang manusia dengan sunamiku, aku menjadi tidak pernah damai dengan gelombangku"
“Rerintihan” itu hanya khayalaku, aku tidak benar-benar mendengarnya, atau mungkin karena aku bukan Nabi Sulaiman, yang dapat berbicara dan mendengar pembicaraan hewan dan tumbuhan.
Saya yakin, dan benar-benar yakin, mereka tidak akan mengeluh menjadi lautan, gunung, daratan, pepohonan, bahkan mereka akan menikmati keberadaan mereka, karena mereka diciptakan untuk bertasbih, seandainya mereka menjadi gunung semua, apa jadinya dunia ini, atau seandainya dunia ini lelautan semuanya, bagaimana keberadaan manusia dan lainnya, atau dunia ini hanya berisi rerimbunan pepohonan, atau rerumputan saja, mungkin taka da keindahan di dunia ini, atau semuanya warna adalah hitam, mungkin dunia kelam, atau putih maka dunia akan penuh uban.
Seandainya semuanya sama, apa indahnya dunia ini, maka hanya“Masya Allah” Allah luar biasa. Maka, kenapa aku harus dengki dan hasad kepada orang-orang yang berbeda dengan diriku, biarlah mereka jadi mereka dan aku jadi diriku sendiri, dan biarkan mereka bergembira dengan kegembiraan mereka, aku juga memiliki kegembiraan, dan Allah memiliki rencana sendiri dalam penciptaannya. Maka, kehidupan ini harus disyukuri, tersenyum dengan keberadaan diri, memahami tujuan diciptakan diri Mengabdi pada Tuhan yang Abadi, Tak usah dengki, apalagi iri, semuanya harus dinikmati.
Jangan hasad ya! Ia sumber segala kekacauan dunia.
Sabtu, 21 Juli 2018
TAMPAK LUAR, GELOMBANG DALAM
(Dahir Seseorang, Gambaran Batinnya)
Halimi Zuhdy
Sejatinya, orang tidak bisa berbohong dengan keadaan dirinya; hatinya, pikirannya, perilakunya, dan apa yang dikenali dalam dirinya.
Ada ungkapan Arab yang menarik "Adhahiru ya dullu ala bathin", tampak luarnya itu, menunjukkan kondisi dalam dirinya (batinnya).
Setiap orang mampu dikenali akhlaqnya (pula, hatinya dan pikirannya), dari bagaimana ia; bersikap, berucap, melihat (lirikan dan tatapan), bergerak, dan bagaimana pula mempola dirinya.
Seperti orang yang berbohong, ia akan tampak kaku, tampak salah tingkah, pandangan matanya kosong, dan ucapannya sering terkilir. Demikian pula orang jujur, walau ia mencoba membohongi sikap dirinya, ia kelihatan rinai wajahnya, senyum mulutnya, tatapan tajam wajahnya.
Tampak luar, sesugguhnya adalah cerminan batinnya. Bila suka marah-marah, maka mungkin ada keras batu dalam hatinya. Bila suka membincang orang (ghibah), mungkin ada iri dalam dirinya.
Cara mendeteksinya, "Bagaimana melihat seseorang, lihatlah bagaimana ia membicarakan orang lain, maka tidak akan jauh dari apa yang dibicarakan tentang orang lain, jika membicarakan kejelekan seseorang, maka dirinya tidak jauh dari yang dibicarakan, karena tidak mungkin air mengeluarkan bara, dan panas memuntahkan air. Pula, seperti orang menunjuk pada orang lain, maka jari jempolnya adalah dirinya".
Sepintar apapun orang menyembunyikan dengki, senyum apapun yang dicipta akan terlihat menakutkan di sore hari, walau di paginya ia seperti mentari. Se-marah apapun ia, kalau untuk kebaikan, marahnya adalah mutiara yang membuat tambah senang, kan tahu marahnya adalah untuk kebaikan, tapi kalau amarahnya adalah bara diri, maka bagai neraka di pagi hari.
Kata peribahasa "Angkuh terbawa, tampan tinggal" Orang yang suka bersolek dan berlaga seperti orang cantik atau tampan padahal tidak sesuai dengan dirinya, maka ia akan terlihat bagaimana ia selalu menampakkan ke-indahan, walau buruk selalu meliputi; prasangka buruk, tingkah buruk, dan kejahilan yang selalu membuat terpuruk.
Seperti baliho di Bandara sebuah negara atau kota, gambarnya adalah yang terbaik, yang paling sesuai dengan keberadaan dirinya, atau yang paling dibanggakan. Bali dan lombok dengan pantainya, Jawa Tumur dengan Suramadunya, Yordania dengan Petranya. Demikian pula seseorang.
Walau ada Peribahasa "Busuk-busuk embacang" artinya orang yang tampak dari luar (lahiriah) seperti orang jahat/orang bodoh, namun ternyata hatinya baik/ilmu pengetahuannya tinggi. Demikian pula, tidak semua tampak luar itu adalah seperti yang berada di dalam (batin). Ini istitsnaiyyat (pengecualiaan), namun "kebanyakan" dahirnya adalah batinnya.
Allah 'alam bisshawab.
Senggigi Lombok, 21 Juli 2018
Sabtu, 14 Juli 2018
ISLAM NUSANTARA YES, ISLAM TANPA NUSANTARA YES, TAK BER-ISLAM NO
Saya melanjutkan, "Bukankah Islam juga mengajarkan kepada kita, bagaimana bersikap wasathan, tengah-tengah, dan Islam Nusantara atau Islam tanpa Nusantara, bukanlah wajib atau mubah, bukanlah haram dan sunnah, ia hanya sebuah ijtihadi. Silahkan yang mau mengikuti, dengan alasannya yang kuat, dan juga yang menolak dengan alasan pula. Buktinya, ditubuh NU sendiri juga ada perbedaan, apalagi yang di luar NU, hal itu biasa, dan NU biasa dalam sebuah perbedaan. Maka lihatlah, bagaimana bahsul masail yang mengajarkan perbedaan itu menentukan sebuah hukum, tapi pada akhirnya juga ada sikap dan konsekwensi dari hukum itu". Tegas saya pada santri.
“Tidaklah menggembirakanku jika saja para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berbeda pendapat,” kata Umar bin Abdul Aziz seperti diabadikan dalam Al Inabah Al Kubra dan Faidhul Qadir, “karena jika mereka tidak berbeda pendapat maka tidak akan ada rukhshah atau keringanan.”
"Jika kau ingin membuat almari, maka gergajilah kayunya"
www.darunnun.com
Senin, 07 Mei 2018
SIAPALAH DIRI
Rabu, 07 Maret 2018
PESAN PAPAN EMAS
Halimi Zuhdy
(Mazhab Rindu 69)
Bersama Nabi Khidir, Nabi Musa selalu dibuat terkejut, heran, dan ribuan pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. "Kok Bisa ya"?, di antaranya, ketika Nabi Khidir dan Nabi Musa dalam kondisi sangat lapar, dan tidak ada orang yang menjamu dan memberi upah, tapi Nabi Khidir masih saja mau menegakkan, membangun dan memperbaiki salah satu rumah warga itu. Nabi Musa heran, "Mintalah upah dari mereka atas usahamu." Tapi, Nabi Khidir bukannya menjawab, tetapi memutuskan untuk berpisah dengan Nabi Musa, "Ini adalah saat berpisah antara Aku dan Engkau, karena Engkau tidak sabar. "
Sebelum detik-detik perpisahan itu, Nabi Khidir menceritakan maksud dan tujuan dari apa yang telah diperbuatnya, mengapa dia memperbaiki dinding itu, _"Dan adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, dan ayahnya seorang yang shalih. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan keduanya mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Apa yang kuperbuat bukan menurut kemauanku sendiri. Itulah keterangan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar terhadapnya.”_(Kahfi, 82)
Desa itu, sangat terkenal Kikirnya, bakhilnya, bahkan suka menyimpan harta. Penduduknya tidak berinfak, tidak membantu sesama, kecuali punya kepentingan saja.
Dinding yang diperbaiki Nabi Khidir, adalah sebagai cambuk dan hukuman bagi penduduk kikir, agar mereka tidak menemukan emas-emas yang berada di bawah rumah anak yatim itu, serta untuk menyelamatkan harta dari keserakan mereka. Seandainya mereka tahu, mereka akan membongkarnya dan mengambil pundi-pundi emasnya.
Dan di emas itu, tertulis jelas, bagi orang pemburu harta, pecinta dunia, suka bersenang-senang, sebagaimana kata Ibnu Abbas dalam beberapa Tafsir Al Qur'an, "Dalam emas itu tertulis, Bismillahirrahmanirrahi, Aku heran, orang yang percaya takdir, tapi masih bersedih. Aku heran, orang yang percaya rizki, tapi masih memburu dan tamak. Aku heran, orang yang percaya kematian, tapi masih bersenang-senang. Aku heran, orang yang percaya hari penghitungan (hisab) tapi masih sering lalai. Aku heran, orang yang percaya akan dunia, dan penduduknya akan silih berganti, tapi mengapa mereka masih merasa tenang (dengan dosa), lailaha illallah Muhammad Rasulullah.
Maka, betapa pesan itu melebihi dari emas segunung, bagi mereka yang sadar, bahwa penduduk dunia ini akan silih berganti, mereka yang dulu segar bugar, sekarang keriput dan bungkuk, mereka yang dulu pernah jaya, sudah tinggal papan nama di atas kuburan "Fulan bin Fulan, L 1010 M, W 1085 M". Kini, kita menunggu untuk dicatat dalam papan itu, entah kapan?, dan apakah papan kita tertulis kebaikan atau keburukan, Allah A'lam bishawab.
Malang-Bandung, 5/3/2018
----------------------------------------
Laju Kereta Malabar, tuk bertandang di Seminar Bahasa Arab Sahara PBA UIN Bandung.
https://www.instagram.com/p/Bf6HPyBn6dL/
Minggu, 04 Maret 2018
MENCERMAHI DIRI
IG :halimizuhdy3011
“Empat perkara yang jika dianugerahkan kepada seseorang, maka sungguh ia telah dianugerahi kebaikan dunia dan akhirat, yaitu lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, tubuh yang sabar atas cobaan dan istri salehah yang tidak berkeinginan mengkhianati suaminya baik terhadap dirinya maupun harta suaminya.” Begitu Sabda Nabi Muhammad (HR. Tirmidzi).
Kamis, 14 September 2017
KEBANGGAAN ITU, SIRNA
Halimi Zuhdy
(Madzhab Rindu 31)
Apa yang dapat dibanggakan di dunia ini? Tidak ada satu pun yang dapat dikekalkan, semuanya akan sirna bersama waktu.
Kekuatan, akan melemah seiring urat-urat yang mengendur. .
Kecantikan, ia akan sirna, tak sedikit para ratu kecantika dan para pemoles diri yang bunuh diri, tak puas lagi, karena waktu tak muda lagi.
Keterkenalan, pada masanya kan selesai, ketika orang menyanjungnya ia gembira, setelah itu selesai bersama senjanya. .
Kecerdasan, tidak sedikit menjadi pikun. Berfikir pun tak kuasa, lupa pada hakekat dirinya.
Rabu, 09 Agustus 2017
SEMAKIN GAGAL, SEMAKIN SUKSES
Halimi Zuhdy
Semakin rendah, ia semakin tinggi. Semakin menjatuhkan dirinya dihadapaNya, semakin ia diangkat olehNya. Seperti Nabi Muhammad, ketika dalam kesedihan yang mendera, Allah Isra'kan menuju kehadiratNya. Juga Nabi Musa, kalam-kalamNya turun di saat membutuhkan solusi jalan dakwahnya. Juga, Ketika Firaun berada dekat di belakangnya, samudera di depannya, tongkatnya pun membelah, dengan IzinNya.
Semakin masalah mendera, dan sudah akut, maka sabarlah, sebentar lagi, keindahan akan datang tersenyum. Takbir kemenangan dan kebahagiaan akan segara muncul dengan tetiba.
Ibnu Rajab dalam Rasail nya
"Jika kesedihan, kesulitan, kesusahan, semakin terasa berat. Maka, jalan keluar, kebahagiaan, keindahan akan segera tiba."
WANITA BERHIAS, MENGABDI PADA TUHAN
Menarik sekali perkataan sastrawan masyhur dari Inggris di atas, "berhias" atau "mempercantik diri" itu tidak untuk dipertontonkan, tetapi ia adalah bagian dari kefitrahan diri. Seperti berperilaku bersih bukan untuk dipuji, tetapi sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk membersihkan diri, pikiran, hati, tempat tinggal dan lainnya. Demikian juga berbuat baik, bukan juga untuk menuai pujian dan sanjungan, tapi sudah menjadi sebuah keharusan manusia berbuat baik kepada diri, sesama dan lingkungannya, yang pada akhirnya semuanya kembali kepada kefitrahan alam.