السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Tampilkan postingan dengan label sosok. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sosok. Tampilkan semua postingan

Jumat, 18 Juli 2025

KH. Muhammad Jailani Nasri, Penulis Profuktif dari Brumbung #1


Halimi Zuhdy

Membaca karya KH. M. Jailani Nasri dari Brumbung serasa menemukan harta karun yang lama tersembunyi. Nilainya bukan hanya pada lembaran kertas tua dan tinta hitam yang mulai pudar, tapi pada kedalaman isi yang menyejukkan jiwa, membuka cakrawala hati dan pikiran. 
Dua kitab dari beberapa kitab yang berhasil ditemukan Majmū‘atu al-Faḍā’il dan Asliḥatu al-Madārij menjadi bukti nyata bahwa di balik kesunyian kampung kecil, ada suara ilmu yang pelan namun dalam, mengalir dari seorang alim yang tidak banyak bicara, tapi meninggalkan jejak yang tak lekang oleh waktu. 

Kitab Majmū‘atu al-Faḍā’il, Faiḍatul Ghufrān fī Faḍīlatil Qur’ān wa Tāliyah Minḥatul Ghaffār fī Faḍīlatil Istighfār wa Ba‘dahā Milḥatul Da‘awāt fī Faḍīlatish Shalawāt, disusun dalam bentuk nadham atau syair-syair ringkas yang padat makna. Di dalamnya terkumpul berbagai keutamaan amal dari membaca Al-Qur’an, memperbanyak istighfar, hingga bershalawat semuanya ditopang dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits yang shahih.

Yang menarik, kitab ini tidak hanya menampilkan nadham dalam bahasa Arab, tapi juga dilengkapi dengan terjemahannya dalam bahasa Madura. Ini menjadikannya akrab di telinga masyarakat kampung (terutama Brumbung, Desa Prenduan dan desa Aengpanas) dan sering dibaca di berbagai "kompolan" atau majelis rutin di desa-desa. Bahasa yang sederhana, namun maknanya merasuk.
Meski KH. Jailani Nasri bukan sosok yang sering muncul di mimbar besar, ilmunya tetap hidup lewat karya-karyanya. Tidak banyak yang menulis tentang beliau, tapi orang-orang yang pernah dekat dengannya tahu betul siapa beliau. Seorang alim yang tenang, tak banyak bicara, tapi meninggalkan cahaya ilmu yang nyata. 

Nama Jailani yang kita kenal, sejatinya adalah nama yang ditambahkan oleh KH. Ilyas Syarqawi, sehingga menjadi Muhammad Jailani. Beliau adalah santri dari pondok tua, Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep. Beliau berguru langsung kepada KH. Abdullah Sajjad dan KH. M. Ilyas Syarqawi. Pernah tinggal di ndalem Temur (Late) dan ndalem Berek (Lubangsa).  disebut KH. Rumhol Islam. (Bersambung di #3: Tirakat di Pesantren).
Saya masih teringat wajahnya yang tenang dan teduh. Hidupnya bersahaja. Dulu saya tidak tahu, bahwa sosok sepuh itu diam-diam menyimpan begitu banyak karya. Hingga suatu hari, Abah saya, K. Achmad Zuhdy, pernah berkata, “Di Brumbung, hanya KH. M. Jailani yang menulis kitab. Beliau orang alim. Saya belum melihat yang seperti beliau di kampung ini.”

Senada dengan itu, KH. Nur Zaini menyebut, “Beliau bukan hanya penulis kitab, beliau itu Habibi-nya Brumbung (BJ. Habibi). Sepertinya ada tujuh kitab yang beliau tulis sendiri.”
Salah satu karya lainnya adalah Asliḥatul Madārij, sebuah terjemahan dalam bahasa Madura dari kitab klasik Alfiyah Ibnu Mālik. Kitab ini ditulis atas permintaan langsung dari KH. Waqit Khazin, hasil dari musyawarah asatidz. Terdiri dari beberapa jilid, kitab ini dulu pernah dijual di koperasi Annuqayah, harganya hanya 500 rupiah. (#4 keunikan Kitab Aslihatul Madarik)

"Kyai Habib Kalabeen, Guru saya, juga pernah belajar Faraidh pada Kyai Jailani, bahkan kyai Habib dawuh, bahwa beliau itu bukan hanya alim tapi allamah, dan cerita ini saya dapat dari Kyai Sedekah, teman sekelas beliau " kata KH. Ahamad Fauzi 

Karya beliau bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk direnungi. Ia menjadi semacam wasiat abadi dari seorang alim kampung untuk generasi sesudahnya bahwa ilmu tidak harus lahir dari panggung besar, tapi bisa tumbuh di lorong-lorong sunyi, di kampung-kampung kecil, dari hati yang tulus, pena yang jujur, dan niat yang bersih.

Bersambung...
#2 Keterbatasan yang Melahirkan Karya

Rabu, 21 Mei 2025

Neng Dr. Hj. Syafiyah, Pendidik Penuh Senyum dan Kedamaian


Halimi Zuhdy

"Bu Nyai Syafiyah tak pernah marah dan selalu tersenyum" kata salah satu dosen Humaniora. "Walau beliau sakit, sudah dalam kondisi tidak memungkinkan masuk kelas, beliau masih maksa untuk mengajar" tambah mahasiswa Sastra Inggris Humaniora. "Selama beliau memimpin Humaniora, tak pernah saya lihat di wajahnya amarah, walau kadang ada yang mengkritiknya, tetap tenang dan berusaha untuk menyelesaikan dengan dingin" tambah salah seorang pimpinan Humaniora. 
Bu Nyai Dr. Syafiyah. Saya sulit melukiskan kebaikannya. Selama berinteraksi sama beliau, baik di Pondok Al-Hikmah Fatimiyah Malang dan juga di kampus UIN Malang, khususnya di Fakultas Humaniora, tak pernah sekali pun melihat beliau tanpa tersenyum. Damai melihat wajahnya. Dan seringkali beliau dengan bahasanya akrab sekali, "Ust Halimi ini keluarga pondok Ahaf, sudah lama mengaji di pondok, mulai mahasiswa sampai sekarang". Beliau sampaikan di hadapan para santri. Maka, berat sekali kalau tidak ngaji, apalagi izin. Karena, beliau yang selalu asyik dan perhatian. 

Ketika beliau menjadi Dekan, beliau selalu keliling ke prodi-prodi, dan terkadang bertanya apa pun, dan membincang apa pun. "Enggeh, nanti kita tindak lanjuti" kata beliau, bila kita mengeluhkan sesuatu dan ada curhatan tentang mahasiswa atau apa pun, dan kebetulan waktu saya menjadi Kaprodi di BSA. Tak lupa senyumnya yang tersisa sebelum keluar. "Insyallah, semuanya akan selesai". Optimisme selalu dibangun, walau mendesak, beliau selalu berusaha tenang. 

"Neng Syafiyah" demikian beliau kalau dipanggil oleh Kyai Marzuki, Gus Isyraqun Najah, dan Pak Rektor, Prof Zainuddin. Beliau putri dari Kyai karismatik, KH Fattah Hasyim adalah sosok ulama istikamah dan berilmu luas yang menjadi pendiri Madrasah Muallimin-Muallimat Tambakberas. Dikenal karena kedisiplinannya dalam ibadah, ia tetap memimpin shalat berjamaah meski dalam kondisi fisik yang melemah. Kiai Fattah, yang lahir dengan nama Abdullah Marwan, mengawali perjalanan intelektualnya dari bimbingan sang ayah, KH Hasyim Idris, sebelum melanjutkan pendidikan ke berbagai pesantren di Jawa. Wawasan keilmuannya yang mendalam dan keteguhan akhlaknya menjadi warisan penting bagi generasi penerus, khususnya dalam dunia pendidikan Islam.

Dr. Hj. Syafiyah Fattah. Beliau adalah seorang dosen yang saat ini mengabdikan diri di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, di prodi Bahasa Sastra Inggris, Fakultas Humaniora. Jejak akademiknya dimulai dari studi di Universitas Islam Negeri Malang dulu masih IAIN Sunan Ampel Malang, hingga melanjutkan pendidikan di University of Canberra dengan konsentrasi di bidang English Education. Komitmennya terhadap dunia pendidikan tercermin dari dedikasinya dalam mendampingi mahasiswa dan santri, baik dalam aspek akademik maupun spiritual.

Beliau dikenal sangat perhatian terhadap perkembangan ibadah dan pergaulan mahasiswanya. Nasihat-nasihatnya selalu penuh semangat dan makna, mendorong setiap anak didiknya untuk menjadi pribadi yang bergerak, bertumbuh, dan tetap rendah hati. Ungkapan yang sering beliau sampaikan: "Hidup itu harus tergerak, semangat terus, tapi jangan sampai menyakiti banyak orang."  

Khidmah beliau tidak hanya di masyarakat kampus tapi juga di masyarakat luas, dengan mendirikan PP. Al-Hikmah Al-Fatimiyah bersama Kyai Dr. Yahya Jakfar (Dosen UIN Malang). Selain mendirikan pondok di Malang, beliau juga mendirikan madrasah Diniyah dan lainnya. "Tenang, pasti Allah selalu memberikan jalan keluar" ungkap beliau dengan lembut. Maka, kesibukan apa pun, kesulitan apa pun, insyallah akan diberikan jalan keluar terbaik oleh Allah. Demikian ungapan indah dan damai dari beliau. Kini, ungkapan itu terus mengiang dan terus menggema di hati. Suara lembut dengan petuah-petuah itu akan terus menjadi kenangan, dan pengingat bagi yang pernah berinteraksi dengan beliau, atau bagi yang pernah punya cerita dengan beliau. 

Innalillahi wainna ilaihi rajiun, selamat jalan Neng Dr. Hj. Syafiyah Fattah Syafiyah Fattah 

Malang-Jombang, 9 April 2025

Senin, 30 September 2024

Siapa yang Memberi Nama Muhammad? Dan Apakah Ada nama yang sama Sebelum Kelahirannya?


Halimi Zuhdy

Sebuah nama tidak pernah lahir tiba-tiba. Ia punya kisah. Ia punya sejarah. Ia adalah catatan indah dalam kehidupan manusia. Maka, jangan pernah menyepelakan sebuah nama. Ia harga yang sangat mahal. 

Nama Muhammad, disebutkan 4 kali dalam Al-Qur'an. Dan setiap nama dalam satu Ayat punya kisah tersendiri. Belum lagi struktur indahnya yang tata rapi dalam setiap Ayatnya. Belum lagi, Muhamamd menjadi sebuah nama dalam Surat Al-Qur'an. محمد. 
Nabi Muhammad ﷺ memiliki kedudukan istimewa bahkan sebelum lahirnya. Ada banyak riwayat yang menyebutkan bahwa nama beliau telah ditetapkan oleh Allah ﷻ jauh sebelum penciptaan alam semesta. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Nabi Adam AS menemukan nama "Muhammad" tertulis di beberapa tempat di surga, termasuk di tiang Arsy, bahkan saat beliau masih dalam keadaan antara ruh dan tanah.

Menurut Ibnu Qutaibah, salah satu tanda kenabian Nabi Muhammad ﷺ adalah bahwa sebelum beliau, tidak ada seorang pun yang diberi nama Muhammad. Hal ini merupakan bentuk pemeliharaan Allah terhadap nama tersebut, sebagaimana Allah menjaga nama Nabi Yahya AS, yang tidak memiliki nama sejenis sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

"Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang anak laki-laki yang namanya) Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia." (Surat Maryam: 7)

Namun, saat waktu kelahiran Nabi Muhammad ﷺ semakin dekat, banyak dari kalangan Ahli Kitab yang menyadari akan kedatangan Nabi terakhir dan mulai memberi nama anak-anak mereka Muhammad, dengan harapan bahwa anak mereka adalah nabi yang dijanjikan. 

Qadhi Iyadh menyebutkan bahwa hanya ada enam orang yang diberi nama Muhammad sebelum Islam, sedangkan Ibnu Hajar, yang melakukan kajian mendalam tentang orang-orang yang diberi nama Muhammad, menemukan sekitar dua puluh orang dengan nama tersebut, meski beberapa dari mereka mungkin merupakan pengulangan atau kekeliruan. Pada akhirnya, Ibnu Hajar menyimpulkan hanya lima belas orang yang benar-benar bernama Muhammad sebelum kelahiran Nabi ﷺ.

Di antara nama-nama tersebut, hanya dua orang yang diketahui hidup hingga masa Islam: Muhammad bin Adi Al-Tamimi dan Muhammad bin Al-Baraa Al-Bakri, yang terakhir ini bahkan menjadi sahabat Nabi ﷺ. 

Ibnu Khallikan juga mencatat bahwa di masa jahiliyah, hanya tiga orang yang diketahui memiliki nama Muhammad: Muhammad bin Sufyan bin Mujasyi’, kakek dari penyair Al-Farazdaq, Muhammad bin Uhayhah bin Al-Julah, saudara tiri Abdul Muthalib, dan Muhammad bin Hamran bin Rabi’ah.

Siapakah yang memberi nama Nabi Muhammad?. Yang menamai Rasulullah ﷺ dengan nama Muhammad adalah kakeknya, Abdul Muthalib, setelah mendapatkan mimpi yang menakjubkan. Abdul Muthalib melihat dalam mimpinya sebuah rantai perak yang ujungnya menjulur ke langit, bumi, timur, dan barat, yang ditafsirkan oleh para ahli nujum bahwa keturunan Abdul Muthalib akan diikuti oleh orang-orang dari timur dan barat. Selain itu, ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa ibunda Nabi ﷺ, Aminah, bermimpi diperintahkan untuk menamai putranya dengan nama Muhammad, namun riwayat ini tidak memiliki dasar yang kuat.

Marajik:
1. Ibnu Qutaibah, Ta'wil Mukhtalif al-Hadith
2. Ibnu Hajar, Al-Ishabah fi Tamyiz al-Sahabah.
3. Ibnu Khallikan, Wafayatul A'yan.

Minggu, 03 Januari 2021

Kamus Berjalan, Mengenang Sosok K. Achmad Zuhdy Brungbung

Halimi Zuhdy
 
Setiap kali membuka kitab, baik kitab Tafsir, Fiqih, Hadis, atau kitab-kitab lainnya yang berbahasa Arab, dan saya menemukan kata-kata yang muskil, karena belum tahu maknanya atau belum mengerti maksudnya. Dan kebetulan di sebelah ada Abah, pasti beliau menguraikan arti kata yang saya tanyakan, dan menjawabnya dengan spontan. 
Ketika saya masih duduk di Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan masih menjadi santri kalong, ada banyak pelajaran yang menggunakan kitab kuning. Tidak ada teman berdiskusi. Tidak ada teman-teman atau ustadz sebagai tempat bertanya. Apalagi ketika malam sudah menyergap, hanya ditemani lampu temaram, bila minyak tanahnya sudah mulai habis dihisap api yang  bergoyang-goyang, harus rela untuk meraba-raba mencari korek api dan minyak tanah di dapur. 
Teman setia menemani kitab kuning, adalah kamus Yunus berwarna hijau, maklum kamus lainnya belum begitu akrab, hanya mendengar nama Kamus Munawwir, tapi kocek belum mampu menjangkaunya. Bila lembar demi lembar dalam kamus Yunus  tak ditemukan lafal dan artinya, maka jalan terakhir adalah membangunkan tidurnya Abah. Dari balik kamar, beliau akan langsung merespon arti dari kata yang saya tidak pahami, bahkan ketika kalimat-kalimat (ibarat) dibacakan ia pun menjelaskan dengan begitu gamblang, mudah dipahami, terkadang seperti membaca hasyiah-nya (penjelas matan kitab). 
Dulu, ketika saya masih duduk di bangku Ibtidaiyyah (sekelas SD, mungkin sekarang kitab yang digunakan sederajat dengan MTs)', seperti Kitab Khulashah, Taqrib, ad-Durus Arabiyah, Aqidatul al-Awam, Jawahirul al-Maknun, ketika beliau mengajar jarang sekali membawa kitab ke dalam kelas, sepertinya sudah hapal, sesekali kalau beliau lupa ada santri yang membacakan ibarahnya, beliau yang mengartikan dan menjelaskan dengan cukup detail. 

Suatu hari, saya pernah membuka beberapa kitab-kitab beliau seperti  al-Iqna' fi Hil al-Fadh Abi Syuja', al-Luma' fi Ushuk al-Fiqh, al-Asyba' wa an-Nadhair fi al-Furu', al-Muhadzzab Fi al-Fiqh Imam Syafi'i, Hasyiyah Jawahir al-Maknun li al-Fadhil Al-Syekh Makhluf al-Minyawi tidak ada coretan-coretan makna atau istilah pesantren adalah "Jenggot", tetapi hanya catatan-catatan kecil di pinggir kitab dan beberapa kosakata serta keterangan yang sepertinya jarang beliau mendengar sebelumnya. 

Ketika saya tanyakan, mengapa tidak diberi jenggot?, beliau hanya tersenyum dan menjawab bahwa semua kitab beliau jarang diberi jenggot (makna di bawahnya), kecuali beberapa kitab yang benar-benar baru, itupun tidak setiap kata. Kalau ada beberapa kata atau kalimat yang tidak dimengerti, maka beliau akan menuliskannya di atas kertas, dan kertas tersebut dapat dibawanya kemana-mana untuk dihafal dan didiskusikan bersama dengan teman-teman santri. Setiap mendapatkan kosakata baru dalam satu kitab, beliau hafalkan minimal sepuluh kali. Dan rahasia beliau dalam menghafalkan kosakata dalam beberapa kitab, tidak kemudian memberikan makna dalam setiap kata dalam kitab tersebut, tetapi dibiarkan kosong dan bersih. Jika benar-benar lupa, beliau membuka Kamus. Dari kamus inilah beliau banyak menghafal ribuan kosakata. Kata beliau, setiap membuka lembaran kamus, pada hakekatnya seperti menghafal kosakata. Semakin banyak dan semakin lama mencarinya, maka semakin melekatlah kata itu dalam pikirannya.

Beliau pernah bercerita, kamus pada masa beliau masih sangat langka, kecuali hanya beberapa masyayikh dan beberapa santri yang memilikinya. Tidak mungkin meminjam pada santri setiap saat, apalagi kamus menjadi teman setia kitab kuning. Maka, beliau membeli kamus Marbawi atau yang dikenal dengan Kamus Idris al-Marbawi, kamus yang cukup tebal, harganya juga sangat mahal (pada masa itu). Untuk mendapatkan kamus ini beliau menjual kebun (satu petak tanah) orang tua beliau. Beliau punya prinsip, kalau menjual satu petak tanah, suatu saat bisa membeli lagi satu petak bahkan lebih, tapi kalau kesempatan belajar tidak mungkin terulang kembali. Keputusan membeli kamus ini didukung oleh orang tua beliau yang sangat cinta ilmu, Kyai Lasum. Kamus ini kemudian menjadi teman setia beliau, di mana ada kitab, di situ ada kamus Marbawi.

Seringkali, kalau saya pulang kampung, beliau bertanya tentang ilmu Balaghah, dan kajian-kajian kearaban, dan terkadang arti sebuah kosakata Arab, walau saya yakin beliau sudah mengerti artinya, tetapi di sanalah sering terjadi dialog yang menarik, dan saya kemudian berpikir kwalitas lulusan Muallimin pada masa lalu, sulit tertandingi lulusan yang sederajat Aliyah masa kini, atau bahkan di atasnya. Beliau selain jarang sekali buka kamus, dan sekali membaca kitab-kitab gundul, langsung bisa menjelaskan dengan detail, serta bisa meng'ilal dan meng-I'rabnya. Idza shahhal I'rab, shaha al-makna.

Pengakuan beberapa siswa (santri) madrasah Miftahul Ulum, tempat beliau mengabdikan dirinya puluhan tahun, bahkan sampai wafatnya masih menjadi pengasuh dan kepala sekolah di Madrasah ini, setiap beliau masuk kelas, yang ditanyakan adalah "halaman berapa?", bukan karena beliau lupa, tetapi beliau mengampu beberapa mata pelajaran yang berbeda setiap harinya, dari Tafsir, Fiqih, Tarikh, dan beberapa materi lainnya, dan semuanya menggunakan kitab berbahasa Arab.

Yarhamuhullah Allah, wa Yaghfir dzunabahu.

Sumenep, 26 Desember 2020

Senin, 07 Mei 2018

DR. MUJAIZ KUMKELO PENYULAM SENYUM)

Selamat Jalan Guruku
Halimi Zuhdy

Selalu membakar kami, ketika kami menjadi santri di Mahad Sunan Ampel Al-Aly (Ma'had Al Jamiah) "Semanga Khi!!!"  kami pun selalu bersemangat membuka telinga, mata, dan gerak tegap, ketika beliau mengisi halaqah ilmiah dan Madrasah Intelektual.
Ketika Adzan Subuh tiba, sorban cokelat selalu beliau genggam, setiap pintu kamar ia ketuk, santri pun  bergegas ke kamar mandi, jika masih tersisa, beliau tunggu sampai seluruh santri di mabna menuju masjid, dengan sabar beliau berdiri mematung di depan mabna, sambil melihat gerak gerik santri. 

Setelah shalat subuh pun, beliau sudah siap di depan mabna, menunggu santri untuk shabahul lughah, dan mencari santri yang lagi bermalas malasan. Tak ada hentakan, bahkan amarah dan teriakan tak keluar dari beliau. 

"Ayo khi ta'lim", mengajak dengan senyum yang selalu terurai dari wajahnya. Senyumnya selalu menyapu pagi kami, dengan pengarahan  tanpa henti. 

Senin, 29 Mei 2017

Da'i, Bagaimana memantaskan?


Setelah usai pengukuhan KH. Ma'ruf Amin sebagai Guru Besar di UIN Malang, saya menemui KH. Kholil Nafis untuk sedikit berbincang dan mengabadikan dalam memori kamera dan mudah-mudahan menjadi _sababun minal asbab_ pertemanan di dunia menuju pertemanan di Sorga (mudah mudahan menjadi penghuni sorga Allah). Beliau salah seorang Pengurus PBNU dan Ketua Komisi Dakwa MUI Pusat. Selain berdakwah di beberapa tempat, juga sering tampak di beberapa layar televisi, dia juga seorang dosen dan penulis yang produktif. Bagi yang sering menonton Damai Indonesia di TV one, wajahnya pasti tidak asing.

Da'i, Bagaimana memantaskan?

Halimi Zuhdy

Da'i, bukan hanya menyampaikan kalimat-kalimat khutbah secara lisan kepada umat, tapi ia mampu juga menyalurkan pesan tubuhnya dengan jelas. _Lisanul hal khaorun/afshah/ablagh min lisan al maqal_ ( kata-kata tubuh, lebih baik dari pada ungkapan mulut).

Tugas seorang Da'i hanya tabligh (menyampaikan) tidak boleh memaksa orang untuk mengikutinya, tetapi tidak menyerah untuk selalu mengingatkan _Wama alaina illa al balagh al mubin_ (kewajiban kita hanyalah menyampaikan dengan jelas). Sekali lagi, bukan memaksa, karena hidayah dari Allah. Manusia hanyalah berusaha untuk menemukannya dan menggiringnya, tetapi pada akhirnya Allah yang memberikannya.

Menjadi Da'i tidaklah mudah, ia tidak hanya pintar retorika berbicara, tetapi setiap kalimatnya ada pertanggugjawabannya, perilakunya sesuai dengan kalamnya, agar tidak termasuk katagori, _kaburo maqtan i'ndallahi antaqulu mala tafalun_(sangatlah dibenci di sisi Allah, jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan).

Sunggu tugas berat bagi Da'i, penceramah, ustad, khatib, ia harus selalu bisa mengukur diri, menfilter hati, memantaskan perilaku dalam menyampaikan kalimat-kalimatnya. Tidak cukup ayat dan hadis untuk disampaikan, tetapi butuh kesanggupan diri dalam memerankan. Agar tidak masuk pada katagori _kaburo maqtan_.

Semua orang bisa menjadi Da'i, mininal untuk keluarganya, karena ada hadis, "sampaikanlah dariku walau satu Ayat", hadis ini berat sekali dipikul apalagi dilakukan, karena tidak cukup hafal, ia butuh pemahaman yang baik, benar dan shaheh,..lanjut di komen

Beruntung Orang yang Mendali Agama, Ulama

Halimi Zuhdy


 Alhamdulillah, bisa bertemu beliau, Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc adalah Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia periode 2004 - 2015. selain kyai juga Akademisi, kalau menggunakan Ta'birnya UIN Malang, ulama yang intelek dan intelek yang ulama.

Seorang "ulama juga manusia", tapi kediriannya adalah kedirian yang ditempa dengan ilmu agama, yang selalu berkelindan dengan agama, beragama dan keber-agamaan. Mereka adalah orang yang sangat beruntung, karena dalam hadis HR. Bukhari, 71. Muslim, 1037.


من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.”

Kamis, 16 Maret 2017

Untuk Kyaiku, KH. Hasyim Muzadi



Halimi Zuhdy

Jalan yang kau tempuh,
kini sudah purna

Lembaran sejarah,
kau cipta nyata

Selalu indah, ungkapanmu

membungakan ilmu,
Tutur katamu

Senyum terselip,
Dalam setiap pandanganmu

Jumat, 07 Oktober 2011

MASYHUR SETELAH MENINGGAL : STEVE JOB



Kemasyhuran seseorang tidak hanya ketika ia masih hidup, tapi  ketika Tuhan memanggilnya malah ia lebih dikenal. Stave Job,  sebelumnya tidak pernah saya dengar namanya, apalagi sosoknya, mungkin karena saya tidak begitu gandrung teknologi atau tokoh-tokoh dibalik kehebatan sebuah teknologi, hanya suka menikmati sajian-sajiannya dan iklan-iklan yang beredar di media, seperti komputer desktop mac, iPod, iPhone, iPad dan lain-lain.  Penikmat teknologi yang ada di bawah naungan Apple sangat banyak dan saya sedikit yakin para penikmat itu pun ada yang tidak tahu siapakah sutradara di balik kehebatan teknologi Apple itu, saya juga ternyengang ketika membaca tulisan-tulisan di media massa atau elektronok tentang sosoknya, sehingga disebut sebagai nabi teknologi, dan sebagai Thomas Edison Modern.

Berarti Stave adalah sosok yang luar biasa, yang Tuhan kirimkan kedunia, sehingga merubah dunia yang biasa menjadi lebih luar biasa dengan sentuhan-sentuhan pemikirannya, bahkan yang masih bersentuhan dengan teknologi karyanya selalu ada. Ia merupakan sosok bayangan dalam setiap benda. Saya bukan termasuk pengagumnya, karena hanya baru sekarang saya dapat melihat wajah dan namanya (itu pun setelah meninggal), tapi saya termasuk orang yang suka akan karyanya, walau tidak pernah bersentuhan langsung dengan karya terbesarnya, tapi saya juga tidak bisa lepas dari karya-karya.

Yang menarik dari beberapa media yang saya baca adalah bahwa ia menjadi hebat bukan karena hal besar, tapi dari hal kecil yang kemudian menjadi raksasa di masa depannya, dan menentukan bagaimana ia berbuat. Atau ungkapan lain  bahwa hal-hal terkecil dalam hidup ini bisa menetukan jalan besar kita di masa mendatangSeringkali kita juga jarang mempedulikan hal-hal kecil, bahkan seakan-akan ia tidak akan pernah menjadikan kita besar dimasamendatang. Keyakina yang luar baisa itulah yang membuat ia terbang begitu tinggi dalam jagat teknologi, dan ia lebih suka tidak ikut arus manusia dalam menentukan kehendak pasar, tapi dia mencipta sesuatu yang berbeda walau dianggap sesuatu itu kecil ”Buatlah sesuatu yang memebrikan konstribusi besar bagi masyarakat, sesuatu yang membuat lekukan di dalam semesta’. Saat itu tercapai, keuntungan materi akan mengikuti dengan sendirinya. Dia lebih suka membuat arus, dari pada terlarut arus, sehingga yang terjadi kita lebih suka mencontoh dari  pada membuat contoh.

Stave Job, menjadi warna baru dalam bayangan hidup, walau ia tiada yang sudah meninggalkan jejak, jejak yang sulit terhapus karena pengorbanan dan keyakinannya. Kematian yang banyak orang tidak menghiraukannya, ia bahkan menjadikan sebuah pecut untuk selalu terpacu untuk berkarya. Ia menjadi masyhur dalam benak saya bukan ketika ia hidup, tapi ketika ia dipanggil Tuhan.

Muda-mudahan jejaknya memberikan seribu makna.

Selamat Jalan.

Malang. 7 Oktober 2011.

Sabtu, 21 Mei 2011

HALIMI ZUHDY, SOSOK INSPIRATIF SASTRAWAN INDONESIA

oleh Selamet Hariadi


Sosok pria yang satu ini mungkin sudah tidak asing bagi sebagian orang, terutama Mahasantri di Universitas Islam Negeri (UIN) Malang  beberapa tahun sebelum ini. Beliau adalah Halimi Zuhdy. Sosok yang satu ini dikenal sebagai sastrawan yang cukup mumpuni, ustadz di PKPBA juga di kajian-kajian keIslaman, serta banyak hal menjadi kelebihan beliau.
Pria kelahiran Madura ini asli godokan UIN Malang. Mulai dari S1 beliau ketika masih STAIN Malang lalu pindah Universitas Islam Indonesia Sudan (UIIS) hingga awal menjadi UIN Malang. Pergolakan kampus pun telah beliau lalui sehingga mengantarkan beliau masuk program Pascasarjana itupun di UIN pula. Tak hanya di Kampus, beliau lebih dikenal di Ma’had Sunan Ampel Al-Aly. Lebih karena beliau dulunya adalah salah seorang Murabby/Murabbi di Mabna MSAA, juga karena pola pemikiran keislaman serta tentang Psikologi kehidupan beliau yang baik dan dapat mudah diterima orang.
Yang menjadi kekaguman tersendiri bagi kami ialah pembawaan beliau hingga cara berucap beliau yang enak, membuat orang merasa teduh mendapat nasihat darinya.

Kamis, 28 April 2011

IMAM SUPRAYOGO, ALI MUAKHIR, ERSIS WARMANSYAH ABBAS dan MENULIS

Halimi Zuhdy

Menulis tanpa henti sampai maut menjemput diri
Tangan menari-nari, di atas kanvas kehidupan yang tak pasti
Menulis adalah pilihan yang berarti
Bagi para insan yang tahu bahwa hidup sangatlah berarti” Halimi Zuhdy

PROF. DR. H. IMAM SUPRAYOGO, dikancah nasional sudah tidak asing lagi, khususnya di kalangan Uneversitas Islam Negeri di Indonesia, beliau seorang motivator handal –aliran kata-katanya mengalir dengan deras, menembus batu-batu cadas, dan mampu membuat mata tak berkedip dengan olahan kalimat yang terurai rapi, penuh falsafah dan makna yang dalam.  Pria ini adalah sosok yang tidak hanya punya kelebihan dalam satu sisi, namun semakin dilihat dan diperhatikan, maka sisi-sisi lain bermunculan, di antaranya adalah keistiqomahannya dalam menulis artikel, tak ada jeda satu hari pun untuk berhenti menulis, anyaman tangannya terus bergerak membuat paragrap-paragrap tanpa henti, opini-opini terus bermunculan setiap hari, dengan bahasa lugas dan padat, tak butuh kerja keras untuk mendapatkan makna dari tulisannya. Maka tak heran jika tahun 2009 meraih prestasi dari MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai “Penulis Terbanyak di website tanpa henti selama setahun” sejak 11 Juni 2008 sampai 11 Juni 2009, sampai hari ini pun beliau juga tidak berhenti merangkai kata-katanya.

Dalam  dunia kepenulisannya sudah tidak diragukan lagi, ia seorang penulis produktif yang tak mengenal lelah, tumpukan buku dan artikel di ruang kerjanya tersusun dengan rapi, bukan milik orang lain, tapi hasil dari produktifasnya yang tinggi. Ia bukan hanya sosok yang gemar untuk menyuruh menulis, tapi ia adalah pelaku itu sendiri, sebagai penulis produktif.

Kuncinya : Terlalu banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan menulis, lebih-lebih bagi penulisnya sendiri. Melalui kegiatan menulis seolah-olah seseorang telah memberi sesuatu kepada orang lain. Padahal, pada saat itu sebenarnya keuntungan yang terbanyak justru akan diperoleh oleh penulisnya sendiri. Dengan menulis maka pengetahuannya menjadi terpelihara dan akan selalu bertambah. Selain itu, juga terbangun sillaturrahmi yang luas.


 Tuilsan saya yang lain : http://halimizuhdy.blogspot.com/2009/11/prof-imam-dan-harkah-menulis.html


ALI MUAKHIR pernulis produktif, juga peraih Musium Rekor Indonesia (MURI), ia sangat kreatif dan produktif dalam menulis, kalau Imam Suprayogo sebagai penulis artikel, ia sebagai penulis cerita anak, tak tanggung-tanggung hanya dalam satu bulan, mampu menerbitkan 30 judul buku anak-anak dengan kualitas yang bagus.
Ia suka menulis sejak usia belasan tahun, dengan prestasi yang seambrak singga tulisan ini dibuat oleh penulis, ia telah menerbitkan sekitar 300 judul buku anak-anak. Sungguh luar biasa!

Kuncinya : Menulis dengan semangat memberi, bercerita penuh cinta, melahirkan generasi semesta.


ERSIS WIRMANSYA ABBAS : mau kenalan juga……?
kalau Imam Suprayogo penulis Artikel, esai dan opini, Ali Muakhir penulis cerita anak, dan yang satu ini penulis tanpa henti tentang “menulis”, meskipun saya tidak pernah bertemu secara fisik dengan EWA (sebutan untuk pak Ersis, singkatan dari Ersis Warmansyah Abbas), tapi seakan-akan saya sudah sangat dekat dan akrab dengannya, ia selalu datang dengan tulisan-tulisannya ke FB saya, bercerita tentang menulis, mengurai ide, mengkritik teori, revolusi menulis dan lain-lain.

Tulisannya dimuat diberbagai media, buku-bukunya sudah puluhan, dan yang paling menyemut adalah tulisannya tentang menulis, ia dikenal dengan teorinya “EWA” menulis tanpa berguru, menulis apa pun yang ingin ditulis : tanpa memikirkan salah dan benar..yang penting menulis, gerakan menulisnya cukup membuat dunia maya semakin semangat menulis.

Meskipun ia belum pernah meraih prestasi dari Musium Rekor  Indonesia  (MURI), tapi semangatnya sungguh luar biasa, mungkin suatu saat bisa masuk MURI dengan katagori penulis “produktif tentang menulis”, mesmipun masuk MURI buknan segala-galanya, namun tidak ada salahnya jika para penikmat EWA berkenginan.

Ia bukan hanya gemar menulis, tapi juga gemar memotivasi untuk menulis, dan yang saya salut darinya adalah tak pernah berhnenti untuk mengirimkan tulisan, memotivasi menulis, dan membalas semua pesan…tidak mudah bagi seseorang untuk mengurai kata dan menjadikan kata untuk berkata, ia adalah orangnya.

Kunci : Menulis mengalir tak usah peduli dan takut untuk merangkai kata, tulis saja….!


Tulisan yang lain : http://halimizuhdy.blogspot.com/2010/08/ersis-dan-ledakan-karyanya.html

Dari ketiga penulis di atas kita dapat belajar untuk selalu semangat untuk menulis, menulis tanpa henti, berkarya demi bangsa, dengan niat untuk membangun peradaban lebih baik.


Untuk Pak Ersis Selamat bertemu di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada tanggal 5 Mei 2011, dan mudah-mudahan bertemu Rektor produktif menulis tanpa henti Prof. Dr. Imam Suprayogo….salam silaturrahmi.

Oh lupa ……..penulis paling produktif di Dunia adalah BARBARA CARTLAND   sepanjang hidupnya telah menulis 623 novel. Silahkan cari sendiri kehebatnya……ok. SELAMAT MENULIS


 http://halimizuhdy.blogspot.com/
http://sastrahalimi.blogspot.com/

Senin, 21 Maret 2011

“MENCINTAI “ MUAMMAR KHADAFI


Sang pemimpin pada pasir abad Modern

Halimi Zuhdy
Ungkapan ini sengaja kudendangkan, entah ini disebut cinta buta tanpa fakta, atau hanya ungkapan kamuflase, tinggal bagaimana pembaca yang menanggapi. “katanya”  kegarangannya (khadafi) merusak martabat manusia, dunia mengecamnya, bahkan PBB dan antek-anteknya harus turun tangan dan menangani langsung, mereka tidak hanya cukup mengecam lewat media, namun mengirim bom-bom waktu untuk menghancurkan khadafi. Akhir-akhir ini datang dari ulama karismatik Saudi bagaimana ia menilai Khadafi,  yeikh Saleh Al-Luhaidan selanjutnya melemparkan beberapa tuduhan kepadanya yang paling serius perkataan beliau bahwa pemerintahannya tidak islami, di mana beliau berkata "Saya tidak melihat itu sebagai pemerintahan Islam" bahwa Kolonel Muammar Khadafi tidak berkuasa dengan bai'ah dari ahlu halli wal aqdi dari kalangan para tokoh Libya dan pemimpinnya dan tidak juga berasal dari para ulama agama dan dunia, menganggapnya datang "dengan merampas dan memberontak"  kepada penguasa pendahulunya. Beliau menambahkan "Dia adalah pembuka pintu dari semua kejahatan dan bukan pintu kebaikan." www.voa-islam.com

Namun dibalik kecaman itu muncul pula pujian-pujian yang datang dari rakyatnya bahkan dari beberapa negeri di Afrika dan dunia. Terkait dengan keberaniaannya dan Setelah menjungkalkan Raja Idriss pada 1969, Khadafi dianggap mampu mengembangkan perekenomian dari Libya. Dia menghabiskan miliaran dolar untuk meningkat standar hidup rakyat Libya.
Saya bukan bermaksud mencintainya dan mendukung prilakuk Khadafi hari ini, “saya juga mengecamnya, meskipun hanya lewa kata yang tidak tersalurkan lewat kawat diplomatis, karena saya hanya orang kecil” namun saya juga harus memahami apa kebaikan yang pernah diperbuatnya, dan bagaimana kondisi rakyat hari ini kepadanya, apakah kebikannya dulu, tergeruskan oleh kejelekannya hari ini, atau memang ia tidak pernah punya kebaikan sehingga harus kita bersama-sama mengecamnya dan mendoakannya agar pemerintahannya tidak lagi bergema dim ka bumi.  
Penilaian saya, tidak harus semua negera di dunia menjadi demokrasi, karena juga banyak negera demokrasi yang tidak “becus”, bahkan tidak memberikan kebebasan yang sebenarnya, dan hanya memebrikan kersakan moral dan menghancurkan bartaban kemanusiaan, demokrasi hanya sebagai lipstick belaka untuk memperdakan orang lain, dan juga belum tentu demokrasi itu membuat sebuah negera lebih baik, bahkan bisa saja lebih buruk, dan juga kita bisa menilai negera yang tidak “demokratis”  itu lebih jelek…..ini tergantung bagaiaman negera itu mengatur dan entah apa istilahnya, karena setiap tempat “negara” mempunyai perdaban dan kebudayaan tersendiri, yang menurut mereka lebih baik dan lebih mensejahterakan, tidak harus mengikuti budayaorang lain yang hanya dapat merusak dan menghilangkan kebudayaan sendiri.  Belum tentu budaya KFC lebih baik dari budaya Pecel, bahkan menerut kita budaya pecel lebih indah dan lebih meraknyat, bagaimana kalau budaya pecel itu digantikan dengan budaya KFC, apa kata pedaganga pecel.
Judul di atas, mungkin hanya propokatif saja, bukan sebuah anjuran untuk mencintai Khadafi, namun saya ingin kita melihat sisi lain dari kebaikan orang lain yang pernah dilakukannya, kalau kemaren-kemaren ia disanjung dnegan luar biasa, namun hari ia dikecam luar biasa, kenapa? Itu adalah pembelajaran buat kita bagaimana melihat dunia lebih damai dan lebih indah, bukanhanya dengan egoism dan anarkisme pribadi, karena hiudup bukan hanya untuk pribadi tapi untuk bersama menuai kebaikan abada disisi-Nya.
Masih ingatkah Saddam Huhasain, Yang katanya adalah diktator, dan kita bersama-sama mengecamnya, tak ada sia, si penguasa pun di hukum gantung , tapi kita lihat sekarang, korban lebih banyak dari apa yang sudah terjadi, pembantaian dimana-mana, tak lagi mengenal kemanusiaan, antar kelompok saling menghancurkan, saling membenarkan prilaku kekerasannya, tak lagi ditemukan pemimpik sekarismatik Saddam Husai, yang menurut saya, sudah banyak memberikan perdamaian diantara kebrutalan antar suku,dan sanggup mengertak Sang Penuasa Dunia, kini ia tiada semua rakyat meratapinya, meskpun ia tidak baik, tapi sisi kebaikannya lebih baik dari apa yang sekarang terjadi. Atau mungkin ini harga demokrasi yang katanya lebih baik, Allah al’lam.
 Mudah-mudahan kita tidak hanya terjemak pahit manisnya pemberitaan namun sedikit menyelidik misi dari pemberitaan itu, kadang berita itu penting, namun kadang dibalik itu ada sebuah misi terselkubung yang sering membuta kita hancur dan terjebak pada pemberontakan pikiran.

Senin, 18 Oktober 2010

PERTEMUAN DENGAN PENYAIR ARAB



Dunia selalu berputar, cepat, tak sedetik pun waktu untuk mengistrahatkan putarannya, jika ia berhenti sejenak saja, akan ada goncangan dan bahkan kiamat. Peputaran itu adalah sebuah kehidupan, sedangkan berhenti adalah sebuah kematian. Kehidupan adalah gerak tanpa henti, toh kalau berhenti hanyalah sebuah persiapan untuk hidup kembali , sedangkan kematian adalah berhentinya gerak. 

Kehidupan dan kematian sebuah perkawinan ang indah, dan merupakan sunnatullah yang luar biasa.
Pertemuan dengan Dr. Qosim, merupakan kehendak Allah swt, sebuah pertemuan yang tidak disangka-sangka, mengejutkan, dan bahkan tidak pernah terbayangkan. Perputaran bumi, mengatur saya untuk bertemu dengan seorang penyair Arab dan penulis terkenal, seorang yang lembut dan tanpak sederhana berada ditengah-tengah konfrensi Internasional, yang sebelumnya tidak saling mengenal, apalagi kenal.
Keeratan itu berawal ketika saya membacakan puisi Arab yang berjudul Bulbuli, dan beberapa puisi lainnya yang sebelumnya tidak pernah saya tulis dalam ingatan, apalagi saya tulis dilontar, semua berjalan dengan mengejutkan, pembacaan puisi di al-funun al-sya’biyah (malam budaya) tanpa ada unsur kesengajaan, karena pembawa acara sedikit memaksa untuk saya tanpil, dengan prinsip pantang menolak, saya tanpil dengan puisi-puisi yang tidak terkonsep, tapi Alhamdulillah puisi itu cukup dipahami dan sedikit membuat hiburan bagi tamu-tamu asing dan peserta konfrensi Internasional ADIA (Asosiasi Dosen Ilmu-ilmu Adab), setalah membacakan puisi itu saya turun dengan gontai dan tiba-tiba ada yang manggil, “ta’al shuf ainaiya” (kemari, coba perhatikan mata saya dalam-dalam), subhanallah, kayaknya wajah itu pernah saya lihat, tapi di mana?, kemudian dia “qot roaituka katsiran fi FB”(sungguh saya sering melihat wajahmu di FaceBook), “ana la atawaqa’, altaqi’ ma’aka” (saya tidak menangkka bertemu dengan anda), “ana Qosim”.  , saya tidak merasa bahwa diantara penonton atau peserta konfrensi ada yang memperhatikan saya, dan ia adalah Dr. Qosim Hasan Qofah beserta Istri dan anaknya.  Dan yang aneh lagi buat saya, “ana qora’tu kitabakan katsiran fi FB syi’ran kanat atau maqolatan” (saya sering membaca tulisan-tulisanmu di FB, seperti syair dan opini).

Saya hanya bisa diam, dalam keindahan, ia selalu muncul dengan syair-syairnya yang menawan dalam FB saya, dan ternyata ia juga sering membaca tulisan-tulisan saya (puisi dan opini yang ditulis dengan bahasa Arab),  dan hari malam itu saya bisa bertatap muka dengan seorang penulis Arab yang cukup produktif. Subhanllah, keindahan putaran bumi, mebawa aku mengitari Libia, Mesir, Sudan, Qotar, Arab Saudi ..meskipun bukan tubuh tapi dengan sejuta rasa. Dr. Qosim diantaranya, seorang dosen di Universitas Jabal Gharbi Libia.

Pertemuan itu berlanjut, ketika saya menemani rihlah (refreshing) bagi rombongan konfrensi Internasional yang berasal dari Timur Tengan , menuju sallal (air terjun) Coban Rondo, dan taman rekreasi Selecta, diperjalanan saya membacakan syair-syair Arab saya, diantaranya :
بقربانك
قرب حبي بقرب قلبك # وبعد حبي لبعد بالك
قريبا ليس بقر بدنك # لكن قلبى يتعلق بقلبك
مزق شوقى لفتح ما فيك # وانت لا تخفى في عينك
انفقت وقتى بتبحرك # وانا اتموج بلا سفينتك

فـــــــــوق الحب

طار جسمي
بأجنحة حبيتي بها
فتبسمت، فر قلبي لقربها
قلت : لا تحزني لأن الحب مع المحب
ولولا تأتيني بجسدك فأتني بقلبك
وطرقنى بشوقك
لأفتح باب قلبي لحبك

dan beberapa guyonan lainnya, …ya..minimal membuat tersenyum mereka. Beberapa jam kemudian, bis UIN Maliki Malang merapat ke tempat parkiran, saya turun dan tidak menyia-nyiakan waktu untuk sedikit berbicara tentang beberapa hal yang berkaitan dengan dunia kesusastraan Arab, dan juga tentang sastra yang digandrungi Dr. Qosim sendiri, ternyata ia sangat suka syair-syair ghazal (puisi-puisi cinta), dan beberapa kalimat puisinya yang terbaru ditunjukkan pada saya ketika di Fakultas, sungguh indah sekali.
Selain Dr. Qosim, saya bertemu dengan dosen-dosen Sastra Arab yang sudah melalang buana di dunia kesusastraan Arab…..Dr. Muhammad bin Abdullah al-munawwar dan Dr. Ramadhan Ahmad Abdu An-naby Amir.  Yang insyallah saya ceritakan dikesempatan yang lain.

Dzikriyah min al-mu’tamar al-duwaly
Sastrahalimi.blogspot.com
halimizuhdy.blogspot.com