Setelah usai pengukuhan KH. Ma'ruf Amin sebagai Guru Besar di UIN Malang, saya menemui KH. Kholil Nafis untuk sedikit berbincang dan mengabadikan dalam memori kamera dan mudah-mudahan menjadi _sababun minal asbab_ pertemanan di dunia menuju pertemanan di Sorga (mudah mudahan menjadi penghuni sorga Allah). Beliau salah seorang Pengurus PBNU dan Ketua Komisi Dakwa MUI Pusat. Selain berdakwah di beberapa tempat, juga sering tampak di beberapa layar televisi, dia juga seorang dosen dan penulis yang produktif. Bagi yang sering menonton Damai Indonesia di TV one, wajahnya pasti tidak asing.
Da'i, Bagaimana memantaskan?
Halimi Zuhdy
Da'i, bukan hanya menyampaikan kalimat-kalimat khutbah secara lisan kepada umat, tapi ia mampu juga menyalurkan pesan tubuhnya dengan jelas. _Lisanul hal khaorun/afshah/ablagh min lisan al maqal_ ( kata-kata tubuh, lebih baik dari pada ungkapan mulut).
Tugas seorang Da'i hanya tabligh (menyampaikan) tidak boleh memaksa orang untuk mengikutinya, tetapi tidak menyerah untuk selalu mengingatkan _Wama alaina illa al balagh al mubin_ (kewajiban kita hanyalah menyampaikan dengan jelas). Sekali lagi, bukan memaksa, karena hidayah dari Allah. Manusia hanyalah berusaha untuk menemukannya dan menggiringnya, tetapi pada akhirnya Allah yang memberikannya.
Menjadi Da'i tidaklah mudah, ia tidak hanya pintar retorika berbicara, tetapi setiap kalimatnya ada pertanggugjawabannya, perilakunya sesuai dengan kalamnya, agar tidak termasuk katagori, _kaburo maqtan i'ndallahi antaqulu mala tafalun_(sangatlah dibenci di sisi Allah, jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan).
Sunggu tugas berat bagi Da'i, penceramah, ustad, khatib, ia harus selalu bisa mengukur diri, menfilter hati, memantaskan perilaku dalam menyampaikan kalimat-kalimatnya. Tidak cukup ayat dan hadis untuk disampaikan, tetapi butuh kesanggupan diri dalam memerankan. Agar tidak masuk pada katagori _kaburo maqtan_.
Semua orang bisa menjadi Da'i, mininal untuk keluarganya, karena ada hadis, "sampaikanlah dariku walau satu Ayat", hadis ini berat sekali dipikul apalagi dilakukan, karena tidak cukup hafal, ia butuh pemahaman yang baik, benar dan shaheh,..lanjut di komen
Halimi Zuhdy
Da'i, bukan hanya menyampaikan kalimat-kalimat khutbah secara lisan kepada umat, tapi ia mampu juga menyalurkan pesan tubuhnya dengan jelas. _Lisanul hal khaorun/afshah/ablagh min lisan al maqal_ ( kata-kata tubuh, lebih baik dari pada ungkapan mulut).
Tugas seorang Da'i hanya tabligh (menyampaikan) tidak boleh memaksa orang untuk mengikutinya, tetapi tidak menyerah untuk selalu mengingatkan _Wama alaina illa al balagh al mubin_ (kewajiban kita hanyalah menyampaikan dengan jelas). Sekali lagi, bukan memaksa, karena hidayah dari Allah. Manusia hanyalah berusaha untuk menemukannya dan menggiringnya, tetapi pada akhirnya Allah yang memberikannya.
Menjadi Da'i tidaklah mudah, ia tidak hanya pintar retorika berbicara, tetapi setiap kalimatnya ada pertanggugjawabannya, perilakunya sesuai dengan kalamnya, agar tidak termasuk katagori, _kaburo maqtan i'ndallahi antaqulu mala tafalun_(sangatlah dibenci di sisi Allah, jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan).
Sunggu tugas berat bagi Da'i, penceramah, ustad, khatib, ia harus selalu bisa mengukur diri, menfilter hati, memantaskan perilaku dalam menyampaikan kalimat-kalimatnya. Tidak cukup ayat dan hadis untuk disampaikan, tetapi butuh kesanggupan diri dalam memerankan. Agar tidak masuk pada katagori _kaburo maqtan_.
Semua orang bisa menjadi Da'i, mininal untuk keluarganya, karena ada hadis, "sampaikanlah dariku walau satu Ayat", hadis ini berat sekali dipikul apalagi dilakukan, karena tidak cukup hafal, ia butuh pemahaman yang baik, benar dan shaheh,..lanjut di komen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar