السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Jumat, 30 Agustus 2019

Hanya Orang sembarang, Yang Berlaku Sembarangan


Oleh Halimi Zuhdy

Setiap lewat jalan Bandung selalu disambut dengan plang yang bertuliskan "Bila Anda Bukan Orang Sembarangan, Jangan Buang Sampah Sembarangan", kata-kata ini seperti memecut saya,  Apakah saya termasuk orang sembarangan? walau urusan sampah, khususnya kepada anak-anak, pasti saya arahkan untuk membuangnya pada tempatnya. Tapi, kata itulah yang menggelitik tangan ini untuk menuliskannya.

"Sembarangan" kalau dalam bahasa Arab bisa disamakan dengan "Kedhaliman", dhalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.

الظلم هو وضع الشيء في غير موضعه، وهو الجور، وقيل: هو التصرف في ملك الغير ومجاوزة الحد.
Kata "Dhalim" ini, satu kata  dari "dhalam" yang bermakna kegelapan.

Gelap itulah yang membawa seseorang pada prilaku yang tidak menentu, sembarangan, sporadis, dan cendrung meletakkan sesuatu pada  selain tempatnya. Maka, butuh "Nur", untuk meneranginya. Nur kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Berkait dengan sampah, masih banyak masyarakat kita yang kurang peduli. Saya sering melihat mobil bagus, tapi perilaku orang di dalamnya tidak sebagus mobilnya, buang  sampah sembarangan di jalan, ia menggap jalan raya sebagai tempat sampah. Ngennes.

Belum lagi pengendara motor, pejalan kaki, dan lainnya, yang mereka seperti tidak sadar melemparkan sesuatu (sampah) sembarangan, ketidaksadaran inilah buah dari kebiasaan mereka, mereka yang biasa membuang sampah sembarangan.

Sehingga banyak narasi (plang) bagi mereka yang membuang sampah  sembarangan, mungkin masyarakat yang sadar kebersihan sudah sangat terusik sekali, seperti, "Hanya anjing yang membuang sampah di sini", "Ya Allah, Aku Rela Miskin 7 Turunan, Kalau Buang Sampah Sembarangan", "Ya Allah, Cabutlah Nyawa Mereka Yang Membuang Sampah di Sini", "Yang Membuat Sampah di Sini, Tak Dungono Kesurupan", "Bila Anda Tidak Mampu Membuang Sampah Pada Tempatnya, Mata Telankan Makanan/Minuman Beserta Kemasannya". Masih banyak kalimat lebih kasar dari kalimat di atas, walau tidak sedikit kata yang diperhalus.

Suatu saat, atau sudah terjadi, bagi yang membuang sampah di Penjara. Wkwkwwk.

Seperti adanya “polisi Tidur” , apakah hanya alat untuk memperlambat pengendara mobil atau motor, atau ada sesuatu di balik semakin maraknya pemasangan polisi tidur itu.

Setelah saya coba merenung, itu sangat terkait dengan perilaku dan akhlaq masyarakat pengendara dan masyarakat pemakai jalan tersebut. Kenapa harus ada polisi tidur? Karena sudah tidak lagi peduli dengan keselamatan orang lain, atau bahkan dirinya, atau kecepatan yang tidak terkontrol sehingga banyak orang mengalami kecelakaan.

Kemudian diberiperingatan disepanjang jalan, dengan tulisan “harap pelan-pelan”, tetapi juga di _labrak_, ini menandakan bahwa bahasa tulisan sudah tidak dipedulikan, peringatan apapun sudah diabaikan, apakah tidak bisa membaca? Saya yakin, pasti bisa, namun sudah abai.

Ditambah lagi dengan tulisan “ngebut benjut”, tapi tulisan itu pun seperti angin lewat, pengendara masih saja abai, sama dengan tulisan “hanya anjing yang kencing di sini”, “hanya sampah masyarakat yang membuang sampah di sini”, itu adalah kemarahan masyarakat yang terganggu dengan sesuatu yang dilanggar, berarti tanda apakah itu, ketika banyak yang sudah tidak peduli dengan lingkungan, keselamatan, kesehatan, keindahan, keamanan, dan lainnya. Kenapa harus ada kata-kata yang begitu menghentak?
.
Aturan demi aturan dilanggar, peringatan demi peringatan diabaikan, berarti ada yang sakit dengan masyarakat tersebut, sehingga karena masyarakat sekitar jalan itu terganggu atau sering terjadi kecelakaan, maka jalan terakhir adalah dipasang “polisi tidur”, dilambatkan paksa, dihentikan paksa, karena sudah tidak peduli dengan peringatan dan kata-kata.

Bagaimana dengan mereka yang tetap saja, membuang sampah sembarangan? Apakah ada Polisinya?.wkwkwkw.

Mudah mudahan kita tetap berakrab dan mengamalkan maqalah " An-nadhafatu Minal Iman".

Malang, 30 Agustus 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar