Halimi Zuhdy
Kemenag Kota Malang menghadirkan 100 Da'i Daiyah Kota Malang dari berbagai organisasi keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis, LDII, dan lainnya dengan badan-badan otonomnya yang bergerak dalam dakwah, Muslimat, Fatayat, Aisyiah, Nasyatul Aisyiah, LDNU, IPNU, IPPNU, Pemuda Muhammadiyah dan lainnya. Acara ini dibingkai "Pembinaan Dai Daiyah Tingkat Kota Tahun 2025".
Menarik dalam pembukaan acara yang disampaikan oleh KH. Achmad Shampton Masduqie Kepala Kemenag Kota Malang "Dai dan Daiyah harus sudah selesai dengan dirinya" kalimat ini cukup dalam, bagaimna seorang dai daiyah sudah selesai dengan dirinya, artinya kebutuhan keilmuan agamanya, emosinya, akhlaknya dan lainnya, walau memang harus terus belajar. Demikian juga apa yang disampaikan oleh KASI BIMAS Islam Kemenag, Ustadz Ahmad Hadiri, M.Ag, bahwa visi dai adalah memperbaiki umat, bukan sebaliknya, mengantarkan umat pada kebaikan-kebaikan, dan acara di atas sebagai ajang silaturahim dan memperkuat kesatuan para dai daiyah Se Kota Malang menuju satu gerakan, "memperbaiki umat"
Toyyib. Tadi pagi, sebelum memberikan materi tentang peluang dan tantangan Dai Daiyah di Era Gigital, sekilas saya menyampaikan tentang asal usul kata "Dakwah" beserta derivasinya. Karena, tidak sedikit orang atau juga dai yang memahami bahwa dakwah hanya sebagai "ceramah" atau ajakan lisan semata. Padahal, bila kita menelusuri lebih dalam, baik dari sisi bahasa Arab maupun pemaknaan istilahnya dalam Islam, dakwah (الدعوة) adalah konsep yang jauh lebih kaya dan mendalam.
Pemahaman yang benar tentang asal katanya akan memperkaya cara kita memandang dan menjalankan misi dakwah itu sendiri. Secara bahasa, الدعوة berasal dari akar kata kerja دعا – يدعو – دعوةً, yang berarti “memanggil”, “mengajak”, atau “menyeru”. Orang yang melakukannya disebut داعية, dan dalam bentuk jamak disebut دعاة. Dari sinilah kita mengenal istilah dai atau pendakwah dalam bahasa Indonesia. (Kamus Ma'ani).
Menariknya, para ahli bahasa Arab (lugawiyun) mengungkapkan bahwa kata الدعوة dalam penggunaannya memiliki banyak makna. Tidak hanya berarti ajakan, tetapi juga bisa bermakna: النداء (seruan), الطلب (permintaan), الدعاء (doa atau permohonan kepada Allah), الاستمالة (usaha untuk menarik hati seseorang), sebagaimana dikatakan oleh az Zamakhsyari: "دعوت فلاناً وبفلان ناديته وصحت به" "Aku memanggil si Fulan, menyerunya dan bersuara keras kepadanya." (dalam Asasul Lughah).
Sedangkan Al-Razi juga menambahkan "والدعوة إلى الطعام بالفتح، أي كنا في دعوة فلان" "kata الدعوة jika dibaca fathah berarti undangan, seperti dalam kalimat 'kami berada dalam undangan si Fulan'." Dari sini kita memahami bahwa dakwah adalah aktivitas aktif untuk memanggil, menyeru, bahkan menarik simpati orang lain kepada sesuatu yang dianggap benar dan penting.
Dalam perspektif Islam, makna الدعوة tidak berhenti pada tataran bahasa. Secara istilah, kata ini berkembang menjadi dua makna besar: (1) Dakwah sebagai sinonim dari Islam itu sendiri, yaitu ketika الدعوة merujuk kepada agama Allah yang dibawa para nabi, sebagaimana disebut dalam salah satu definisi:"هي دين الله الذي بعث به الأنبياء جميعاً..." "Ia adalah agama Allah yang diutus bersama semua nabi..."
Sedangkan yang 2) Dakwah sebagai proses menyampaikan dan menyebarkan ajaran Islam. Dalam makna inilah, dakwah menjadi misi para ulama, dai, pendidik, bahkan siapa pun yang berusaha menghadirkan Islam di tengah umat manusia. Selain itu, dakwah juga dimaknai sebagai "الحث على فعل الخير واجتناب الشر، والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر..." "Dorongan untuk berbuat baik, menjauhi keburukan, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran."
Maka, melihat keluasan makna ini, menjadi jelas bahwa dakwah bukan hanya pekerjaan lisan atau podium, tetapi misi hidup yang mencakup seluruh aspek ajakan kepada kebaikan, nilai, akhlak, dan tauhid. Bahkan ketika seseorang menulis kebaikan, membantu sesama, atau memberikan teladan dalam perilaku sehari-hari, itu pun bagian dari dakwah. Apalagi jika kita menilik salah satu ayat Al-Qur’an yang menggambarkan suasana penghuni surga: دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ [Yunus: 10] "Seruan mereka di dalamnya adalah 'subhanakallahumma'..." Ini menunjukkan bahwa dakwah juga bisa bermakna doa, seruan, atau ekspresi ketundukan kepada Allah, dan bukan semata-mata ajakan kepada orang lain.
Oh ia, dalam penggunaannya juga vareatif dan tergantung konteksnya. Kata الدعاء juga berarti memanggil atau memohon. Menurut Imam az-Zabidi, الدعاء dengan dhammah di awal dan huruf panjang di akhir, bermakna permohonan atau kerinduan kepada Allah atas kebaikan yang ada di sisi-Nya, disertai dengan pengharapan dan permintaan, sebagaimana dalam firman Allah: ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً (Al-A’raf: 55). Sementara itu, menurut Ibnu Faris, sebagian orang Arab menyebut الدعوة dalam bentuk muannast dengan tambahan alif di akhir menjadi الدعوى.
Kata الدعوى juga digunakan dalam doa, seperti dalam ungkapan kaum muslimin: اللهم أشركنا في دعوى المسلمين yang berarti "Ya Allah, sertakan kami dalam doa kaum muslimin". Dalam Al-Qur’an, bentuk ini juga muncul dalam Ayat: دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ (Yunus: 10), yang menunjukkan bahwa seruan atau doa mereka di surga adalah bentuk pengagungan kepada Allah. Dengan demikian, kata الدعاء dan الدعوى memiliki akar makna yang sama, yaitu menyeru atau memohon, namun penggunaannya dapat berbeda tergantung konteks.
Allahua'lam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar