Ketika ramai tentang Iran dengan nuklirnya. Saya menemukan kutipan dan tulisan menarik dari Dr. Nuri dalam Tahqiq Al-Makhtuthat, tentang ulama masyhur, yang menulis kitab dalam keadaan di penjara dan dirantai. Kondisi yang sungguh musykil, tapi bagi pecinta ilmu, tidak ada yang tidak masuk akal. Sesuatu akan dilakukan, walau dalam kondisi tidak memungkinkan bagi orang biasa. Beliau seorang syair (penyair), muarrikh (sejarawan), katibus sair (penulis biografi), lahir di Yazid, Iran. Qutbut ad-Din al Yazdi.
Dr. Nuri bercerita, bahwa dalam sebuah atsar yang terkenal disebutkan, "Ada dua orang yang tak pernah kenyang: pencari ilmu dan pencari harta." Kalimat ini menggambarkan betapa dahsyatnya gairah jiwa manusia dalam mengejar dua hal yang sangat berbeda arah; ilmu dan harta. Namun, yang pertama memiliki cahaya; dan siapa pun yang dikaruniai cinta terhadap ilmu serta semangat untuk mencarinya, maka tak ada yang bisa menghalangi langkahnya. Tidak derita, tidak pula kerasnya ujian hidup.
Dalam warisan peradaban kita, tak terhitung kisah ulama yang membuktikan hal itu. Di antara yang patut kita kenang dengan penuh takzim adalah sosok Qutb al-Din al-Yazdi. Ia bukan hanya seorang penyalin, tapi seorang pencinta ilmu sejati yang menorehkan tinta pengetahuan di tengah derita, saat dirinya terpenjara.
Saya pernah menemukan sebuah naskah tafsir al-Baydawi yang ditulis tangan oleh Qutb al-Din al-Yazdi. Naskah itu bukan ditulis di ruang studi yang lapang atau rumah yang tenang, tapi di dalam penjara, dengan tubuh terbelenggu rantai dan tangan yang menyalin dengan penuh kesabaran. Bayangkan, beliau menjalani dua belas tahun masa tahanan, dan di tengah belenggu itulah beliau tetap menulis, menyalin, dan menggali ilmu. Sungguh, inilah makna dari semangat yang agung himmatun 'āliyyah yang tak dikerdilkan oleh waktu dan keadaan.
Pada akhir naskah itu, yang kini tersimpan di perpustakaan Yozgat di wilayah Sulaimaniyah, Istanbul (no. 45), Qutb al-Din mencatat sebuah pengakuan menggetarkan hati. Ia menulis:
"Telah selesai penyalinan tafsir ini di tangan hamba yang tertawan, hamba yang fakir kepada Allah Subḥānah Qutb al-Din bin 'Ali al-Yazdi, dalam penjara salah satu benteng kaum Rūm, dalam keadaan terbelenggu dengan rantai dan besi di sebagian besar waktunya, setelah dua belas tahun masa penahanan berlalu. Aku memohon kepada Allah Ta‘ālā yang Maha Mengganti segala keadaan, agar mengubah keadaanku menjadi keadaan yang lebih baik dan memberiku keselamatan dari negeri penyesalan dan siksa. Tercatat pada hari Senin, tanggal tujuh belas bulan Jumadil Awwal tahun 931 Hijriah."
Betapa mendalam doanya, dan betapa luas cakrawala harapan yang ia bentangkan dalam kesempitan penjara. Ia tidak hanya menulis tafsir, tapi juga menulis jejak iman, tekad, dan cinta ilmu yang tak layu oleh siksaan.
Semoga Allah merahmati Qutb al-Din al-Yazdi, mengangkat derajatnya, dan menempatkannya di taman surga yang luas.
_
Semoga kita selalu diberikan waktu oleh Allah untuk membarakan ilmu, mencarinya dan mengamalnya.
***
Tulisan di atas saya nukil dari tulisan Dr. Nuri Al-Misawi dalam Tahqiqul Mahtuthat
Halimi Zuhdy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar