Halimi Zuhdy
Kemarin di Tuban, saya memberikan sedikit wasiat pernikahan kepada pasangan berbahagia, Mas Tito dan Mbak Daiyah. Dan agar mudah dihafal dan dimengerti, saya himpun dalam kata "CINTA"; Cari ridha ilahi, Ikuti sunah Nabi, Niatkan cari berkah, Taat pada perintah ilahi, Akhiri dengan surga. Tapi, kemudian ingat dengan perang Israel dan Iran yang lagi ngeri-ngeri sedap. Mengapa harus ada perang? Seperti juga mengapa harus ada pernikahan? Bukankah keduanya sama-sama berperang? Satunya berperang yang menyakitkan, satunya menuju kebahagiaan. Walau yang kedua, bukan perang dalam artian sesungguhnya.
Dalam pernikahan itu unik dan rumit. Apalagi bukan hanya urusan akad nikah dan selesai. Ia bukan hanya urusan ranjang, juga bukan hanya urusan menyelesaikan ego, tapi utusan kehidupan dua insan yang sama-sama punya kepentingan. Sama dengan urusan perang. Kalau kita renungkan, perang bukan hanya soal adu kekuatan, tapi juga sebuah cerminan dari ego manusia. Iran dan Israel tengah bergelut demi kepentingan masing-masing, demi visi dan misi yang ingin dicapai. Tapi di tengah perbedaan dan ambisi itu, tak terhitung nyawa tak berdosa menjadi korban, menjadi “harga” yang harus dibayar demi kepuasan ego dan kepentingan sepihak.
Ini menjadi sebuah peringatan penting, ketika ego dibiarkan merajalela, manusia sering melupakan apa yang paling penting yaitu menjaga perdamaian, keamanan, dan keutuhan hidup. Perang memang punya tujuan, tapi kalau tujuannya dibangun di atas ego dan ambisi, pada akhirnya yang terjadi bukan kejayaan, tapi penderitaan.
Kalau boleh direfleksikan lebih luas, perbedaannya bak pernikahan. Dalam pernikahan, dua insan disatukan bukan demi memenuhi ego masing-masing, tapi demi mencapai visi bersama: hidup harmonis, saling menjaga, dan melangkah bergandengan tangan menuju masa depan yang lebih baik. Pasangan memang punya perbedaan, tapi perbedaan itu bukan menjadi alasan perpecahan, melainkan menjadi pelengkap ukuran untuk belajar saling memahami, mendengarkan, dan berjuang demi kepentingan yang lebih besar dari diri masing-masing.
Kalau saja para penguasa dapat belajar dari prinsip pernikahan bahwa hidup bukan soal ego dan kepuasan sepihak, tapi kerja sama, pengorbanan, dan visi bersama mungkin akan lebih sedikit konflik dan lebih banyak perdamaian. Karena pada dasarnya, manusia diciptakan bukan demi saling menghancurkan, tapi demi saling melengkapi dan menjaga.
Perang punya tujuan, sebagaimana pernikahan punya tujuan. Maka, bagi yang sudah menikah atau hang ingin menikah, tujuannya harus selalu dikuatkan, maka dampaknya akan juga kuat. Karena niat yang kuat dan yang baik, akan memebrikan dampak yang baik.
Allahu'lam biIshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar