Halimi Zuhdy
Menarik bila kita telisik lebih dalam, bahwa struktur kata dan kalimat tentang rahmat (kasih sayang) lebih banyak didahulukan dari pada azab (siksa). Dan tambah menarik lagi bila struktur ini diterapkan dalam kehidupan beragama. Terkadang pesan-pesan agama kerap kali ditampilkan oleh sebagian (entah sebagian kecil atau sebagian besar.he) dengan nada ancaman, peringatan, dan penekanan pada murka Allah. Tak sedikit penceramah yang dengan lantang menggambarkan siksa neraka, azab kubur, dan kemarahan Allah atas dosa-dosa manusia. Padahal, dalam Al-Qur’an, "Rahmati wasi'at kulla syai'".
Dalam berbagai ayat Al-Qur’an, ketika rahmat dan azab disebut bersamaan, hampir selalu rahmat Allah disebut terlebih dahulu. Misalnya dalam firman-Nya
"يَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ"
"Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki." (QS. Al-Ma’idah: 18)
"إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ"
"Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar memiliki ampunan dan juga azab yang pedih."* (QS. Fushshilat: 43)
Tidak berhenti di situ, bahkan dalam hadits yang masyhur,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: لَمَّا قَضَى اللَّهُ الخَلْقَ، كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ: إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي رواه البخاري (7453)، ومسلم (2751)
...Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku..
Ini adalah pesan yang sangat kuat dan relevan untuk terus digaungkan, bahwa kasih sayang Allah jauh melampaui murka-Nya. Maka dari itu, para pendakwah, penceramah, dan guru agama sebaiknya lebih banyak menonjolkan sisi rahmat dan cinta Allah dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Bukan untuk mengabaikan peringatan dan ancaman, tetapi agar umat merasakan bahwa agama ini dibangun atas cinta, bukan ketakutan semata.
Azab dan murka Allah tentu ada dan nyata. Namun Al-Qur’an sendiri hanya menampilkan keduanya secara tegas dalam konteks tertentu seperti terhadap pelaku kriminal, perusak tatanan, dan mereka yang keras kepala dalam penentangan terhadap kebenaran. Dalam konteks itulah terkadang azab disebut lebih dulu, seperti dalam:
"يُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ"
(QS. Al-Ma’idah: 40) karena sedang membahas tentang para perampok dan penjahat yang mengganggu ketenteraman masyarakat.
Namun untuk umat secara umum, dan terlebih untuk para pencari kebenaran, semestinya yang dikedepankan adalah pengharapan kepada rahmat-Nya, bukan ketakutan semata terhadap hukuman-Nya.
Allah tidak menciptakan manusia untuk disiksa, tapi untuk mendapatkan rahmat dan ampunan. Dalam banyak kesempatan, Allah membuka pintu taubat selebar-lebarnya, bahkan untuk dosa yang sebanyak buih di lautan. Maka tugas utama para pendidik dan pendakwah adalah menghadirkan Allah yang Maha Penyayang dan Maha Pemaaf. Sebab manusia akan lebih terdorong untuk berubah menjadi lebih baik ketika ia merasa dicintai dan diberi harapan.
Narasi keagamaan yang mendidik adalah yang menggabungkan antara harapan dan ketakutan, namun tetap dengan porsi yang seimbang dan dalam konteks umum, harapan hendaknya lebih dominan. Itulah yang diajarkan Al-Qur’an dan itulah yang lebih sesuai dengan fitrah manusia bahwa harapan adalah bahan bakar perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar