Halimi Zuhdy
"Kurang beradab", "Gak ada akhlak" "Akhlakmu buruk!" "Adab pergaulannya bagus" kalimat-kalimat di atas sering kali kita dengar. Belum lagi istilah "etika", "moral", "suluk", "tata krama", "budi pekerti", dan istilah terkait lainnya.
Toyyib. Dalam beberapa mukjam dan kitab musthalahat, para ulama membuat perbedaan antara "akhlak", "suluk", dan "adab". Tiga istilah ini sering dipakai bergantian, padahal masing-masing punya wilayah kerja yang berbeda. Ini seperti membedakan “software”, “interface”, dan “user experience” dalam bahasa anak zaman now, atau istilah-istilah baratnya.
Menurut "Mausu’ah Al-Adab Al-Syariyah", akhlak adalah "kondisi mental yang mengakar kuat" sehingga seseorang melakukan sebuah perbuatan secara spontan, tanpa perlu mikir dulu. Kalau kondisi itu mendorong pada perbuatan baik, kita menyebutnya akhlak yang baik, kalau mendorong ke arah buruk, jelas itu akhlak yang buruk.
الخُلُقُ هو عبارةٌ عن هيئةٍ للنفسِ راسخةٍ تصدُرُ عنها الأفعالُ بسهولةٍ ويُسرٍ من غيرِ حاجةٍ إلى فكرٍ ورويَّةٍ
Secara psikologi modern, konsep ini mirip "habitual disposition", mirip lo, bukan sama. Karena, munculnya istilah (dalam bahasa apa pun, pasti ada perbedaan dan juga ada kemiripan). kecenderungan berperilaku yang terbentuk lewat repetisi dan nilai batin. Ia tidak sekadar kebiasaan, tapi karakter yang stabil, seperti default setting seseorang. Habitual disposition lebih berfokus pada mekanisme psikologis pembiasaan, sedangkan akhlak mencakup kerangka etika dan moral yang lebih luas (sering kali berlandaskan agama).
Suluk adalah "perilaku yang terlihat", ekspresi eksternal dari kondisi akhlak dalam diri seseorang. Kita menebak karakter seseorang melalui suluknya, sebagaimana kualitas pohon dilihat dari buahnya. Indah di dalam, akan memancar di luar. Rusak di dalam, ya, kelihatan juga rusaknya. Mungkin, ini masuk dalam istilah "adhahiru ya dullu ala bathin" (yang tampak di luar, itulah isi dalamnya).
وأمَّا السُّلوكُ فهو المَظهَرُ الخارِجيُّ للخُلُقِ؛ فالخُلُقُ حالةٌ راسِخةٌ في النَّفسِ وليس شَيئًا خارِجًا مَظهَريًّا،
Dalam istilah modern, suluk bisa dianalogikan sebagai "behavioural output", sesuatu yang dapat diukur, diamati, dan dianalisis. Kalau akhlak itu “coding”, suluk itu yang tampil di layar. Semoga istilah benar. He.
Nah, adab punya posisi yang unik. Tidak seperti akhlak dan suluk yang bisa bernilai baik atau buruk, "adab selalu bermakna positif". Adab adalah bentuk paling terpilih dari akhlak mulia. Bahkan, adab bisa muncul dari akhlak yang sudah mapan, tetapi juga bisa muncul sebagai bentuk latihan sadar untuk mencapai keindahan moral.
أمَّا الأدَبُ فلا يَكونُ إلَّا مَحمودًا حَسَنًا؛ لذا قيل في تَعريفِ الأدَبِ: هو الأخذُ بمَكارِمِ الأخلاقِ.
Jika akhlak adalah “sifat”, dan suluk adalah “aksi”, maka adab adalah “estetika moral”, semacam "moral refinement". Dalam bahasa UX design, adab adalah "polish", finishing halus yang membuat sebuah tindakan bukan hanya benar, tapi juga indah.
Mungkin lebih mudahnya, akhlak (moral character), yaitu struktur internal, stabil, dan menjadi pusat nilai seseorang. Sedangkan suluk (behavioural expression) adalah tindakan yang tampak, terukur, dan bisa berubah mengikuti situasi, tetapi tetap punya pola tertentu yang dipengaruhi akhlak. Bagaimana dengan adab? Adab (ethical elegance atau moral aesthetics)
adalah cara paling bermartabat untuk mengekspresikan nilai moral, versi upgraded dari perilaku etis.
Dalam budaya modern, baik di ruang digital, profesional, maupun akademik, adab bisa diibaratkan "etika komunikasi", "etika kerja", atau bahkan "digital etiquette". Misalnya,
seseorang bisa punya akhlak jujur (nilai batin), memiliki suluk berupa kebiasaan tidak memanipulasi data (perilaku), lalu menunjukkan adab melalui transparansi laporan dan menghargai proses verifikasi (etika tinggi dalam praktik).
Dunia serba cepat sering mendorong manusia untuk hanya berfokus pada perilaku luar. Yang viral adalah yang terlihat, bukan yang tertanam. Padahal kualitas moral sejati muncul ketika akhlak, suluk, dan adab berjalan seirama. Yang satu menjadi sumber, yang satu menjadi tampilan, dan yang satu menjadi mahkota.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar