Halimi Zuhdy
Asyik menelisik kata Syuriah. Kata ini sering disebut beberapa hari belakang ini. Tapi ada yang bingung, arti sesungguhnya dari kata ini. Ada yang menggap mirip dengan nama negara Suriah (Syria), ada juga yang berfikiran tentang Dewan Syuro, MPR (Majlis Permusyawaratan Rakyat), ada pula yang masih bingung dengan beberapa istilah yang mirip, seperti musytasar, musyawarah, syura, syawir dan derivasi lainnya yang berasal dari satu kata.
Apa sih arti Syuriah? Kata ini berasal dari
Syura (شورى) dalam kamus al-Ma‘ānī al-Jāmi‘ dijelaskan memiliki dua lapis makna: makna bahasa dan makna istilah. Secara bahasa, akar katanya شَارَ – يَشُورُ bermakna الإشارة والبيان yaitu memberi isyarat, menunjukkan, atau menampakkan pendapat. Dari makna dasar inilah lahir konsep عرض الرأي (menyampaikan pandangan kepada orang lain).
Toyyib. Adapun secara istilah, الشورى bermakna التشاور وأخذ آراء أهل العلم والرأي yaitu proses musyawarah dan meminta pandangan para ahli dalam suatu persoalan, termasuk dalam konteks pemerintahan sebagaimana disebutkan dalam istilah مجلس الشورى. Dengan demikian, شورى berkembang dari makna bahasa yang bersifat individual menuju makna istilah yang menekankan dimensi kolektif, kebijaksanaan, dan pengambilan keputusan bersama.
Dalam struktur jamiyyah NU, terdapat beberapa istilah kunci yang memiliki dasar kuat dalam tradisi Arab, yaitu Mustasyar, Syuriah, Tanfidziyah, Rais Amm dan beberapa kata lainnya. Istilah Mustasyar berasal dari kata Arab المُسْتَشَار yang berarti “orang yang dimintai nasihat”, seakar dengan kata الشُّورَى (musyawarah), sehingga dalam NU kata Mustasyar berfungsi sebagai dewan penasihat berisi para kiai sepuh yang memberikan arahan dan masukan kepada pengurus di berbagai tingkatan. Adapun Syuriah berasal dari istilah Arab مَجْلِسُ الشُّورَى yang bermakna “dewan musyawarah”, dan dalam Anggaran Dasar NU disebut sebagai pimpinan tertinggi organisasi yang berwenang membina, mengawasi, serta mengarahkan pelaksanaan keputusan-keputusan NU.
Dengan demikian, Mustasyar dan Syuriah sama-sama berakar pada konsep syūrā, namun Mustasyar menekankan fungsi nasihat, sementara Syuriah menjalankan fungsi kepemimpinan tertinggi dalam struktur jam’iyah.
Dalam Islam, musyawarah memiliki fungsi fundamental sebagai mekanisme pengambilan keputusan yang menegakkan keadilan, menghindarkan tirani, serta memastikan setiap persoalan diputuskan dengan mempertimbangkan ilmu, pengalaman, dan hikmah kolektif.
Toyyib. Secara analitik, musyawarah bukan sekadar forum bertukar pendapat, tetapi metode etis untuk menyatukan nalar dan hati, menjaga objektivitas, serta melahirkan keputusan yang paling maslahat bagi umat; ia juga berfungsi sebagai kontrol sosial agar kepemimpinan tidak terlepas dari akuntabilitas moral. Al-Qur’an menegaskan prinsip ini dalam firman Allah:
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka”
(QS. Asy-Syūrā: 38).
Nabi pun menegaskan pentingnya musyawarah melalui sabdanya:
مَا خَابَ مَنِ اسْتَشَارَ
“Tidak akan rugi orang yang bermusyawarah” (HR. Ṭabarānī).
Dengan demikian, musyawarah merupakan pilar etika kepemimpinan dan tata kelola dalam Islam, yang memastikan keputusan tidak hanya benar, tetapi juga bijaksana dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bagaimana dengan MPR, Dewan Suro, Syuriah, Musytasar dalam memerankan namanya? Setiap orang punya jawaban, penilaian masing-masing. Sedangkan di atas, hanyalah renungan kata, tidak memasuki ranah ikhtilaf antara Syuriah dan Tanfidziyah. 😁
Bagaimna jug arti kata Tanfidziyah? Semoga bisa dilanjutkan dengan pemaparan selanjutnya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar