Halimi Zuhdy
Mungkin di antara kita bertanya-tanya, mengapa dalam Surat An-Nas, yang menunjuk pada Tuhan, dimulai dari Rabb (الرب), Malik (المالك) kemudian Ilah (الإله)? Bukankah ketiganya sama? 
Pertanyaan menarik ini pernah diajukan oleh seorang pendeta dalam sebuah seminar yang membahas sosok Maria atau Maryam. Entah apa yang mendorong beliau menanyakan urutan tersebut. Saat itu, saya mencoba memberikan jawaban singkat tentang i‘jāz lughawī (keajaiban bahasa) dalam Al-Qur’an, juga mengenai tartīb as-suwar dan aspek kebahasaan lainnya.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ  مَلِكِ النَّاسِ  إِلَٰهِ النَّاسِ 
Ketiga kata ini memiliki kedalaman makna, dan urutannya bukan sekadar kebetulan, melainkan sangat memengaruhi pemahaman kita terhadap konteks dan relasi manusia dengan Tuhan. Dalam Surah An-Nas, kita diajarkan untuk mencari perlindungan kepada "Rabb", "Malik", dan "Ilah" manusia, dan setiap kata ini menempati posisi strategis untuk mencerminkan urutan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Ayo, kita mulai dari kata "Rabb", yang berarti "Pendidik" atau "Pemelihara," adalah langkah pertama yang kita cari dalam situasi krisis. Kata ini menunjukkan perlindungan yang datang melalui pendidikan, bimbingan, dan perawatan. Sebagai manusia, kita pertama-tama membutuhkan bimbingan dan pemeliharaan yang datang dari sumber yang lebih berpengetahuan, yang akan mengarahkan kita dengan kebijaksanaan. Rabb adalah yang memberikan arah hidup dan menuntun kita untuk berkembang.
Setelah bimbingan atau "Rabb" diperlukan, langkah berikutnya adalah "Malik", yang berarti "Penguasa" atau "Pemilik". Dalam konteks kehidupan, kita kemudian bergantung pada kekuatan dan wewenang untuk menegakkan keputusan atau mengatasi masalah besar. Malik menggambarkan figur yang memiliki otoritas untuk menegakkan ketertiban, baik di dunia maupun dalam kehidupan kita. Tanpa otoritas atau penguasa yang adil, masyarakat akan kacau. Malik adalah otoritas yang mampu menegakkan keadilan dan memberikan rasa aman.
Akhirnya, setelah kebutuhan akan bimbingan (Rabb) dan otoritas (Malik), manusia membutuhkan Ilah, yaitu "Tuhan" atau "Sumber penyembahan" yang tertinggi. "Ilah" adalah Yang kita tuju saat kita mencari keselamatan dan tempat bergantung terakhir. Dalam pencarian makna hidup dan setelah melewati fase bimbingan dan otoritas, "Ilah" adalah tujuan akhir kita dalam beribadah, tempat kita berserah diri dan mencari perlindungan yang mutlak.
والربّ هو مُرشد مجموعة من الناس قد تكون قليلة أو كثيرة
أما الملك فناسه أكثر من ناس المربي
وأما الإله فهو إله كل الناس وناسه الأكثر حتماً
Keindahan dari urutan ini tidak hanya terkait dengan makna kata-kata itu sendiri, tetapi juga dengan bagaimana kata-kata tersebut mencerminkan perjalanan manusia dalam kehidupannya. Dimulai dari bimbingan, menuju otoritas, dan akhirnya mencapai Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pertama-tama mencari bimbingan dari orang-orang yang lebih berpengalaman (Rabb), jika itu gagal, kita beralih pada otoritas yang lebih besar (Malik), dan pada akhirnya, kita berserah pada Tuhan (Ilah) ketika kita merasa tak berdaya.
Urutan ini juga mencerminkan realitas sosial manusia. Masyarakat sering kali membutuhkan banyak "Rabb" dalam bentuk guru atau pemimpin kecil, tetapi hanya ada satu "Malik" yang berperan sebagai penguasa atau pengatur, dan akhirnya ada satu Ilah yang menjadi tujuan tertinggi. Dengan demikian, urutan ini menyiratkan bagaimana manusia bergerak melalui kehidupan sosial dan spiritual, dari banyaknya pilihan menuju yang satu, yaitu Tuhan.
Dalam Surah An-Nas, keindahan bahasa ini terletak pada bagaimana setiap kata dan urutannya menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia, menunjukkan hubungan yang mendalam antara setiap lapisan eksistensi manusia. Ini bukan hanya tentang memohon perlindungan dari bahaya fisik, tetapi juga tentang memahami hierarki kebutuhan manusia dalam mencari kesejahteraan dan keselamatan.
Mar'ja': Al-Mausu'ah Al-Qur'aniyah (Al-'ijaz Al-Lughawi wal Bayani)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar