السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Minggu, 02 November 2025

Kata dalam Pancasila, 40-45 % dari Bahasa Arab. So What!?



Halimi Zuhdy

Kemarin ada yang mengkritik, "Apa sih pentingnya bahasa Arab, kok dibahas terus, bahasa gurun dibanggakan, Indonesia tak akan maju-maju kalau masih klasik bahasanya!" 

OK gaes! Tak kasih paham sedikit (emoticon dengan senyum bahagia).  
Sering kali saya menulis tentang bahasa Arab, bahkan setiap hari pasti berkelindan dengan bahasa ini. Bukan sesuatu kebetulan, tetapi kecintaan dan kesenangan sejak kecil. Mulai lahir, senyap-senyap terdengar lantunan shalawat, belum lagi suara adzan, ngaji, tahlilan, yasinan, dibaan, shalat, doa, kajian, semuanya berbahasa Arab. Tapi, bukan bahasanya yang kemudian menjadi sebuah kebanggaan sesungguhnya, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Apalagi, ia adalah bahasa yang digunakan Al-Qur'an. Masak "shalat" yang lakukan setiap hari tidak paham artinya? 

Bahasa Arab, bukan lagi persoalan bahasanya orang Arab, tetapi ia sudah menjadi bahasa Indonesia, 40-60 % berasal dari bahasa Arab. Banyak banget. Ini bukan hal sederhana Lo. Dan ini, sudah masuk ke relung-relung kehidupan kita, dari istilah-istilah dalam pemerintahan, coba perhatikan! Sebut saja MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat),  yang berasal dari bahasa Arab, kata majlis, musyawarah dan rakyat. Ada juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari dīwān (ديوان) bahkan wakilnya juga dari bahasa Arab. Belum lagi kata amanah (أمانة), kata hukum dari ḥukm (حكم), hakim dari ḥākim (حاكم), dan mahkamah dari maḥkamah (محكمة) yang semuanya menunjukkan sistem keadilan (‘adl / عدل) sebagai dasar negara. 

Oh iya. Sampai lupa. Tentang "pancasila" dan bahasa Arab.  Jika ditelusuri secara etimologis, sekitar 40–45% kosa kata utama dalam rumusan Pancasila berasal dari bahasa Arab. Kata-kata seperti adil (ʿadl), adab (أدب), rakyat (رعية), hikmat (حكمة), musyawarah (مشاورة), dan wakil (وكيل) bukan sekadar istilah pinjaman, melainkan pantulan dari nilai moral yang hidup dalam denyut sejarah dan keimanan bangsa ini.

Dominasi diksi Arab dalam Pancasila menunjukkan bahwa "Indonesia adalah jembatan antarperadaban" negeri yang mampu merangkai kebijaksanaan Timur Tengah, filosofi India kuno, dan kearifan lokal Nusantara menjadi satu kesatuan yang harmonis. Bukan hanya persoalan bahasa Arabnya Lo.

Bagi penganut Islam, bahasa Arab bukan hanya bahasa agama, tetapi juga bahasa nilai, ini yang harus dipahami,  bahasa yang membentuk etika sosial, semangat keadilan, dan keutuhan masyarakat. Dalam bingkai keindonesiaan, bahasa Arab menjadi "cerminan utama" dari spiritualitas dan kedalaman budaya yang meneguhkan arah bangsa, ber-Tuhan, beradab, dan bermusyawarah dalam keadilan. "Tinggalkan bahasa Arab, pakai bahasa internasional lain aza, pasti Indonesia maju!" Eh, emosional lagi. Bang, maju itu bukan punya pesawat canggih saja, kalau penduduknya tidak harmonis, apalagi ukuran maju bagi umat beragama itu berbeda dengan ateis!. Waduh.wkwkwkw. 

Yes, tak kandani. Indonesia bukan sekadar bentangan pulau dari Sabang sampai Merauke. Ia adalah mozaik peradaban, tempat kata dan makna dari berbagai dunia bersenyawa menjadi satu ruh kebangsaan. Di antara warisan itu, bahasa Arab menorehkan jejak paling kuat dalam tubuh nilai-nilai dasar negara,  Pancasila. 

Oh iya, bahasa apun boleh berkembang di Indonesia, tapi, jangan marah-marah kalau ada orang suka bahasa Arab. Itu saja.🤣🤩

***
Gambar diambil dari Nawaksara. Id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar