(Mengurai Kesalah pahaman tentang Nama Nabi Luth)
Halimi Zuhdy
Banyak orang beranggapan bahwa istilah liwāṭ (sodomi) berasal dari nama Nabi Luth, sehingga tanpa sadar mereka menilai seolah-olah nama Luth memiliki arti buruk. Pandangan ini tentu keliru, sebab nama para nabi tidak pernah bermakna tercela. Lalu, apa sebenarnya arti dari nama Luth itu sendiri? Dan mengapa perbuatan tercela kaumnya kemudian disebut dengan istilah liwāṭ? Pertanyaan inilah yang perlu ditelisik agar tidak terjadi kekeliruan dalam memahami asal-usul kata tersebut.
Mari kita telusuri: mengapa beliau disebut Luth, dan apa arti nama tersebut?
Sebagian ulama menjelaskan, Nabi Luth dinamakan demikian karena kecintaannya yang mendalam kepada pamannya, Nabi Ibrahim AS. Kata "Luth" bermakna "al-ta‘alluq" (ketautan), "al-ilṣāq" (melekat), dan "al-ḥubb" (cinta). Dengan begitu, nama "Luth" berarti “yang sangat mencintai” (terutama kepada pamannya, Ibrahim AS).
Ada pula pendapat lain yang menyebut "Luth" sebagai nama "‘ajamī" (non-Arab), tanpa derivasi (musytaq). Namun tetap saja, maknanya tidak pernah dikaitkan dengan keburukan. Justru maknanya mulia—cinta dan kedekatan.
Nama Nabi, Bukan Nama Perbuatan
Nabi Luth hidup semasa dengan Nabi Ibrahim (sekitar 1900 SM). Jika Nabi Ibrahim berdakwah di Irak, maka Nabi Luth diutus ke wilayah Sodom dan Gomorah, di sekitar Laut Mati bagian selatan.
Di sinilah terjadi kesalahpahaman besar: istilah Kaum Luth tidak berarti “Luth” itu buruk. Kata tersebut hanyalah "nisbat" (penyandaran), sama seperti “Kaum Nuh”, “Kaum Zakariya”, atau “Kaum Musa”. Sebagian kaum memiliki nama sendiri, seperti "Kaum ‘Ad" (kaumnya Nabi Hud) atau "Kaum Tsamud" (kaumnya Nabi Saleh).
Maka, keburukan itu bukan pada nama Nabi Luth, tetapi pada perbuatan kaumnya. Bahkan istilah "liwath" berasal dari akar kata "la-wa-tha", yakni perbuatan keji berupa homoseksual yang dilakukan kaum Luth. Ada ulama yang menegaskan bahwa istilah itu dikaitkan dengan Nabi Luth karena beliaulah yang menentang keras perilaku menyimpang tersebut.
Para ulama bahasa menegaskan, orang yang melakukan perbuatan kaum Luth—baik sebagai pelaku maupun objek—disebut "lūṭī" (لوطي) "bukan" karena dinisbatkan langsung kepada Nabi Luth, melainkan kepada "kaum Luth".
Dalam kaidah bahasa, sebuah nisbat pada susunan "iḍāfah" bisa bergeser. Ibn Mālik dalam Alfiyah-nya menjelaskan bahwa jika sebuah kata hanya bisa dipahami dengan penyandaran pada kata berikutnya, maka nisbat diarahkan pada kata kedua, bukan pertama:
وانسب لصدر جملة و صدر ما
ركب مزجا ولثان تمما
إضافة مبدؤة بابن أو أب
أو ما له التعريف بالثاني وجب
Artinya, nisbat “luwāṭ” (اللواط) diarahkan pada qawm Lūṭ (kaum Luth), bukan pada Nabi Luth sendiri. Lebih dari itu, al-liwāṭ adalah masdar dari fi‘il lāwaṭa (لاوط) yang berarti “melakukan perbuatan kaum Luth”. Jadi, sekali lagi, itu adalah nisbat pada perbuatan kaum, bukan pada nabi.
Al-Qur’an pun sangat jelas: Nabi Luth bukan pelaku, melainkan penentang paling keras. Beliau berkata:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنتُمْ تُبْصِرُونَ أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
(QS. An-Naml: 54–55)
Namun kaum Luth justru menjawab dengan congkak:
فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَن قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِّن قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
(QS. An-Naml: 56)
Dan ketika azab Allah turun, negeri mereka dibalikkan dan dihujani batu dari langit:
فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ ۖ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ بِبَعِيدٍ
(QS. Hūd: 82–83)
Dengan ini, jelas bahwa istilah liwāṭ adalah cap bagi perbuatan tercela kaum Luth, sedangkan Nabi Luth sendiri adalah nabi mulia yang bersih dari hal tersebut.
Sekilas Tentang Nabi Luth
Yuk, kita lirik sekilas tentang Nabi Luth. Nabi Luth bin Haran bin Azar adalah keponakan Nabi Ibrahim AS. Nama beliau disebut dalam Al-Qur’an tidak kurang dari 17 kali. Allah mengutusnya kepada kaum Sodom, sebuah perkampungan yang terletak antara Syam dan Hijaz (sekarang sekitar Yordania). Sodom sendiri terdiri dari beberapa desa, bahkan sebagian riwayat menyebut hingga sepuluh perkampungan.
Sayangnya, justru di tempat itulah lahir salah satu bentuk penyimpangan moral terbesar dalam sejarah manusia. Kaum Luth tidak hanya mendustakan risalah kenabian, tetapi juga menormalisasi perbuatan keji yang kemudian dikenal sebagai liwath.
Dari penelusuran ini jelas, bahwa nama Nabi Luth sama sekali tidak bermakna buruk. Beliau adalah nabi mulia yang namanya mengandung arti cinta dan kedekatan. Keburukan itu lahir dari perbuatan kaumnya, bukan dari diri beliau.
Menyamakan Luth dengan LGBT adalah kekeliruan serius. Justru Nabi Luth adalah sosok yang berdiri di garis depan untuk menentang penyimpangan itu, hingga Allah menurunkan azab besar kepada kaumnya.
Maraji‘:
Maudhu‘ Asma’ al-Anbiya’
Tafsir Al-Qur’an (QS. Hūd, QS. An-Naml, dan lainnya)
Kaidah Alfiyah Ibn Malik tentang nisbat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar