السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Jumat, 27 Maret 2020

Melirik Judul Tulisan "MASYA ALLAH INIKAH ARTI QORONA DALAM ALQUR'AN ???" dalam Kajian Linguistik dan Tafsir al-Qur'an

Halimi Zuhdy

Awalnya saya tidak tergelitik membincang tema di atas, tapi saking masifnya pesan ini penyebarannya di WAG dan beberapa media lainnya, bahkan banyak yang japri saya, akhirnya jebol juga pertahanan untuk tidak komentar. Dorr. 

Tidak semua tulisan harus ditanggapi. Benar. Apalagi tulisan yang tidak jelas penulisnya, maraji'-nya, alamat web-nya atau tidak jelas sumbernya. Abaikan saja.  Tapi, kalau sudah menyangkut ayat atau hadis dan dianggap benar atau sebagai pembenar tanpa referensi yang jelas, dan tidak ada rujukannya. Maka perlu didiskusikan. Kalau ngotot, abaikan saja. Pasti suatu saat hilang sendiri. 

Tayyib. Saya mencoba menganalisis secara sederhana pesan viral dengan tema "Masyallah Inilah Arti Qorona dalam Al-Qur'an" Ia memulai dengan "Ini ada di Surat al-Ahzab Ayat 33. Silahkan dibuka bagi yg tidak berhalangan", penulis pesan ini menggiring kita untuk melihat sebuah Ayat tertentu, tepatnya Ayat ke-33 Surat al-Ahzab. Apakah setelah membuka al-Qur'an ayat tersebut benar-benar ada? Benar, sangat benar.   Orang yang membaca tercengang, wow benar adanya!!. Wow.. ada kata "Qarana, Corona, قرن" al-Qur'an luar biasa. Ia terperangah.. !

Coba perhatikan kalimat ini, "Saya jadi penasaran dengan arti Qarana, saya sengaja membuka kamus al-Qur’an. Saya dapati lafald Qarana (قَرْنَ) ada di QS. Al Ahzaab : 33. Saya jadi tercengang ketika melihat potongan ayat tersebut" Kemudian ia menuliskan al-Ayat al-Qur'aniyyah yang tidak disangsikan kebenarannya sampai kapan pun. 

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ - ٣٣

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya"

Coba perhatikan pesan yang ia tulis "Pesannya sangat jelas bahwa lafadz Qorana mengandung arti perintah untuk tinggal. Tinggalnya dimana? Dirumah-rumahmu, di keluargamu, karena kata Nabi rumahku adalah sorgaku. Rumah kalian adalah sorga kalian semua. Ciptakan sorga di keluarganya masing-masing". Ini tiba-tiba ada sorga ya, dari mana memulainya. 

Tayyib, sebelum melanjutkan pesan berikutnya dari si penulis pesan. Saya mencoba untuk menganalisis kata قرن (Qarnun, Qorona, Qarona) yang sering diserempetkan dengan kata Corona atau dalam penulisan KBBI, Korona. 

Sejatinya, kata yang digunakan dalam bahasa Arab, dan oleh mayoritas orang Arab, baik dalam percakapan sehari-hari (berupa tulisan), berita, esai, makalah, dan lainnya ditulis dengan Korona, menggunakan huruf "Kaf" كورونا bukan قرونا atau قرن. Mengapa? 

Tayyib, perhatikan!. Dalam setiap bahasa ada tata cara penulisan atau selingkung (bukan selingkuh, wkwwk), penulisan dari bahasa Inggris ke Arab,  atau sebaliknya. Penulisan bahasa Indonesia ke Arab, atau sebaliknya. Contoh penulisan suatu tempat, Korea dan Kairo. Dalam penulisan bahasa Arab Korea adalah كوريا bukan قريا. Kalau ini dipaksakan bisa berabe,  dan maknanya juga akan berbeda. Terus... sedangkang Kairo, ditulis القاهرة. Loh kok bisa, kan sama-sama dimulai dari "Kaf"?. Ingat!! Kata Kairo itu memang berasal dari bahasa Arab, maka tidak bisa dipaksakan dengan كيرو, nantinya tidak akan dipahami maksud dan artinya, mungkin akan dikira Kirun. Dan pembahasan ini sangat luas sekali, yang terkait dengan aturan kepenulisan bahasa asing. 

Tayyib. Kita lanjutkan kata "قرن", dalam Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir kata Qarnun dibaca Fathah (Qiraah Nafi', Ashim, Abu Ja'far) yang bermakna "Istaqarra" dan "aqama", berdiam. Tapi, al-Mazini dan Hatim tidak sepakat dengan makna ini,  karena Qarn dari kata Qurrah A'yun, sesuatu yang indah. Maka, dapat diartikan "sejukkan".  Dan Imam yang lain membaca "Qirna", dengan   "Kasrah". 

Artinya, tidak ada hubungan lafadh antara Qarona dengan Korona (Corona). Kecuali dipaksakan. Dipaksa pun, masih belum nyambung. Waduh. 

Mari kita lanjutkan, mengapa hal ini tidak nyambung. Selain khitabnya adalah untuk perempuan, juga menilik asal katanya tidak ada hubungannya dengan Corona yang bermakna Mahkota. Corona (Baca: Korona) dalam bahasa Arab adalah "at-Taj", dan beberapa diskusi dalam grup Muntada al-Lughah, korona diusulkan untuk diganti menjadi al-Tajiah. Mahkota. 

Dan anehnya, bila dikaitkan dengan Korona, kata korona itu satu kata, sedangkan kata dalam ayat tersebut dua kata, Kata dasarnya قرر yang menjadi قر ditambah nun niswah, dan kata ini adalah fi'il amar (kata perintah). Kata perintah mengandung kata dasarnya dan orang kedua, anta. 
وأمر مبني على السكون لاتصاله بنون النسوة والنون فاعل والجملة معطوفة. 

Tayyib, lanjut lagi. Ayat di atas untuk perempuan, kalau Khitabnya perempuan, berarti yang harus berdiam adalah perempuan saja, sedangkan laki-laki diserahkan kepada Korona. Kan kasihan, para suami-suami harus berjuang dengan korona,  sedangkan perempuan berada di rumah saja. Tidak sesuai dengan prinspi Lockdown atau Social distancing. Wkwkwwk. 

Kemudian dilanjutkan dengan "fi Buyutikunna". Ini juga sebenarnya kekhususan kepada istri-istri Nabi "Wa Qarna Fi Buyutikunna... " dalam tafsir Ibnu 'Asyur dijelaskan

وإضافَةُ البُيُوتِ إلَيْهِنَّ لِأنَّهُنَّ ساكِناتٌ بِها، أسْكَنَهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَكانَتْ بُيُوتُ النَّبِيِّ ﷺ يُمَيَّزُ بَعْضُها عَنْ بَعْضٍ بِالإضافَةِ إلى ساكِنَةِ البَيْتِ، يَقُولُونَ: حُجْرَةُ عائِشَةَ، وبَيْتُ حَفْصَةَ، فَهَذِهِ الإضافَةُ كالإضافَةِ إلى ضَمِيرِ المُطَلَّقاتِ في قَوْلِهِ تَعالى ﴿لا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ﴾ [الطلاق: ١] . وذَلِكَ أنَّ زَوْجَ الرَّجُلِ هي رَبَّةُ بَيْتِهِ، والعَرَبُ تَدْعُو الزَّوْجَةَ البَيْتَ، ولا يَقْتَضِي ذَلِكَ أنَّها مِلْكٌ لَهُنَّ لِأنَّ البُيُوتَ بَناها النَّبِيءُ ﷺ تِباعًا تَبَعًا لِبِناءِ المَسْجِدِ، ولِذَلِكَ لَمّا تُوُفِّيَتِ الأزْواجُ كُلُّهُنَّ أُدْخِلَتْ ساحَةُ بُيُوتِهِنَّ إلى المَسْجِدِ في التَّوْسِعَةِ الَّتِي وسَّعَها الخَلِيفَةُ الوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ المَلِكِ في إمارَةِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ العَزِيزِ عَلى المَدِينَةِ ولَمْ يُعْطِ عِوَضًا لِوَرَثَتِهِنَّ.

Ditambahkan kata "al-buyut, rumah" dalam Ayat tersebut,  karena merupakan tempat istri-istri Nabi yang ditempatkan oleh Rasulullah, dan antara satu dan yang lainnya dibedakan. 

Penulis pesan melanjutkan,  "Coronavirus menggiring kembalinya kesadaran bahwa yang paling hakekat dalam kehidupan adalah keluarga", ini juga tidak ada hubungannya dengan Ayat tadi. Apalagi dikaitkan dengan hadis: 

خَيْركُمْ خَيْركُمْ لِأهْلِهِ وَاَنَا خَيْركُمْ لِأهْلِى

"Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku (Rasulullah) orang yang terbaik diantara kalian kepada keluargaku”. 

Antara Ayat dan Hadis di atas tidak ada hubungannya dengan berada di rumah atau istilah kerennya "stay at home" (berdiam di rumah) terkait dengan Korona, kecuali beberapa hadis yang sudah banyak dibahas para ulama terkait dengan menyebarnya virus atau penyakit pada suatu daerah. 

Penulis pesan sebelum meakhiri tulisannya merangkai kata-katanya dengan apik, "Seakan Allah sedang berkata, “wahai manusia modern, janganlan cari kepuasan di gedung-gedung mewah yang menyediakan berbagai macam kamuflase kesenangan yang tak sejati, kebahagiaan itu bukan karir dan gajimu yang selalu tak memuaskanmu, karena selama ini yang kau kejar sebagai kenikmatan itu hanyalah fatamorgana dunia yang kalian anggap kenikmatan dan keindahan (itu semua perilaku jahiliah). Padahal sesungguhnya sorga itu ada di keluargamu, ada di rumahmu masing-masing yang bisa kau bangun dan kau ciptakakan. Kembalilah kepada keluargamu masing-masing dan berbahagialah atas berkumpulnya keluarga.” tapi ini tafsir (kalau disebut tafsir) tidak ada hubungan dengan yang dimaksud, khitab dari Ayat ini. 

Sebenarnya pesannya sederhana, tapi penting. "Note : JANGAN MUDIK ya untuk sementara waktu jika ingin menyelamatkan keluarga yg jauh😊tetaplah dirumah masing2🙏" 

Tapi yang kurang tepat adalah menyerempet Ayat yang tidak ada hubungannya antara Qorn dengan Korona. Ini Ayat lo. 

Allahu'alam Bishawab wa ilahi Ma'ab

Malang,  27 Maret 2020.
Stay at Home saja, cari kaidah yang relevan, tak usah maksa.

Baca juga tulisan yang terkait dengan analisa kata "Qarana" pada awal-awal maraknya Korona di Indonesia
http://www.halimizuhdy.com/2020/01/corona-dalam-kitab-iqro-ada-ada-saja.html?m=1Analisis Kata Qorona

#AnalisisQorona #AsalQorona #KataKorona

Rabu, 25 Maret 2020

Terima kasih "Korona", Saya Banyak Belajar padamu!

Halimi Zuhdy

Judul di atas adalah sebuah esai menarik yang ditulis oleh Ali Batih al-Omri dengan tema aslinya yang berbahasa Arab yaitu "Syukran Korona Laqad Ta'allamtu minka". Selain itu ada pula sebuah pesan yang banyak beredar di grup dengan tema "Ta'allamtu minka ya Korona". 

Ali Batih memulai esainya tersebut dengan menyebut "Korona" sebagai makhluk kecil atau hanya virus kecil, tapi mampu meneror banyak negara. Dari negara miskin sampai negara adidaya. Saat ini, sebanyak 160 negara telah melaporkan kasus positif virus Covid-19 yang menjangkiti warganya dengan total keseluruhan 378.287 kasus. Adapun kasus terbanyak masih dipegang oleh China, kemudian disusul Italia, Amerika Serikat dan Spanyol. 

Viirus kecil ini telah melumpuhkan aktivitas banyak negara, bahkan memaksa tiap-tiap negara menutup tapal batas negara mereka (lockdown). Akan tetapi, setiap terjadi suatu bencana, di situ terdapat pula hal-hal yang menakjubkan, sebagaimana kata Ali Batih, "Dan di balik setiap bencana, saya belajar beberapa pelajaran yang berharga, dan hari ini saya belajar dari Tuan Korona", kata Ali Batih. Berikut beberapa ungkapan Ali Batih dalam "Syukran Korona, Laqad Ta'allamtu Minka"

✅Terima kasih Korona. Tampak sekali negara-negara yang berusaha menghabisimu dengan berbagai cara, tapi mereka laksana kartun yang tidak bisa berbuat banyak untuk melawanmu. Kalaupun ada yang berhasil tapi korban telah bergelimpangan.

 ✅Terima kasih Korona. Kau telah membeberkan keadaan banyak manusia, di mana ada yang menyerah ada pula yang terus berusaha, ada yang pesimis ada pula yang optimis. Saya berharap ada karantina media untuk meminimalisir rumor yang mengerikan, dan ini lebih berbahaya.

 ✅Darimu saya belajar, bahwa virus kecil sepertimu, atau serangga, atau burung adalah salah satu tentara dari banyak tentara Allah yang terkadang dikirimkan pada mereka yang sombong dan angkuh. Di mana hal seperti ini tidak bisa dilakukan oleh bom nuklir. Tentara Abrahah yang angkuh binasa hanya dengan pasukan burung. Namrud, seorang raja yang menyatakan diri sebagai tuhan terkapar hanya dengan seekor nyamuk. Dan sebuah viruspun mampu memporakporandakan sesiapa yang merasa hebat.

 ✅Terima kasih Korona. Semua orang kini giat merapal dan menghafal banyak doa, meningkatkannya dan semakin menguatkan doa-doa mereka. Dan engkau Korona, telah mengingatkan kita semua akan pentingnya kesadaran dan pencegahan yang kita abaikan selama masa-masa kebahagiaan dan kejayaan.

 ✅Ketika saya mengajar anak saya, melalui sistem pendidikan jarak jauh ('abra nidham al-ta'lim 'an bu'd), saya menyadari betapa pentingnya seorang “guru” dalam kehidupan kami. Saya memperhatikan banyak orang tua siswa yang tidak mampu berkreasi karena ketiadaan guru. Mereka merasakan kebosanan mengajar anak-anak sekalipun hanya satu jam, lantas bagaimana dengan guru yang mengajar tujuh jam sehari di sekolah dan sepanjang tahun.

 ✅Terima kasih Korona. Saya semakin tahu, betapa banyak kebodohan yang menghiasi akal pikiran manusia. Ada banyak orang yang tidak memahami pesan dibalik sebuah musibah dan tanda-tandanya. Mereka hanya sinisme dan menerima begitu saja. Dan di balik wabah ini terdapat banyak hikmah, untuk belajar dan menyadari nilai dari sebuah nalar dan kesadaran!

✅Dalam hidup ada hal-hal yang lebih menakutkan daripada yang kita pikirkan, dan kita tidak kebal dari mereka, dan bahwa dunia telah menjadi satu desa bahkan dalam hal penyakit. Juga bahwa gerakan dan ritme kehidupan dapat berubah dan berhenti kapan saja.

 ✅Terima kasih Korona. Dari Anda saya tahu bahwa staf medis adalah seorang prajurit yang selalu siaga, dan saya hormat kepada para pejabat negara yang telah berusaha mencari solusi atas musibah ini dengan kemampuan, kemauan, dan kesigapannya.

 ✅Terima kasih korona, untuk ide tulisan ini. dan mudah mudahan Allah tidak menjadikan saya dan pembaca bagian dari korban korona "al-Koroniyin". 

Sebelum mengakhiri tulisannya, Batih mengutip perkataan Abu al-Bandari,

قال أبو البندري غفر الله له:
ما أغباه حينما يرى مصيبته ابتلاء، ومصيبة غيره عقابا!

"Betapa bodohnya ketika seseorang melihat musibah yang menimpanya dianggap sebagai cobaan, dan musibah yang mengenai orang lain sebagai siksa atau hukuman!"

Setiap musibah, entah itu mungkin cobaan atau hukuman bagi kita, selalu ada hikmah yang dapat kita petik. Dan wabah dahsyat ini, mungkin dapat memberikan pelajaran bagi kita, karena tidak setiap zaman Allah berikan epidemi seperti ini. Dulu dan dulu ada Kolera, Tha'un, Black Death, setelah ada HIV, SARS dan lainnya, kemudian menjadi sejarah bagi kita. Korona di zaman kita, akan menjadi sejarah bagi generasi kita, entah bagaimana mereka mengisahkan korona di masa mereka nanti. 

Malang, 25 Maret 2020

Minggu, 22 Maret 2020

Hari Puisi Dunia, Korona, dan Isra' Mi'raj

Halimi Zuhdy

Entah mengapa tanggal 21 Maret kali ini senyap.  Biasanya di beranda perpus Ar-Rasikhun ada kopi dan puisi, di altar Fakultas Humaniora ada kemeriahan Maqha al-Adab (Kopi Sastra), di beberapa laman IG @puisi_arab ramai tah'niah. Beberapa minggu yang lalu juga sudah berbincang parade puisi di Ukadz.

Kali ini semua lupa atau mulupakannya, bahkan seakan-akan tak ada yang mau mengingatnya. Karena wabah itu benar-benar berasa. Ucapan Hari Puisi tahun lalu begitu menggema di beberapa grup, Muntada Syu'ara, Muhibbu Syi'ri, Muntada Syi'ri Arabi, Abyat Syi'ri dan beberapa grup lainnya. Multaqa digelar di beberapa tempat, kali ini, tak ada kalimat, atau saya saja yang tak mau tahu. 

Benar-benar lengang seperti pekuburan di malam hari. Walau ada jangkrik dan burung hantu, ia hanya sebatas sahabat kelam. "Ada apa dengan hari ini?" tanyaku. "Tak ada apa-apa, yang ada hanyalah rasa yang berbicara dirinya". Sautnya.

Tak ada surat perintah penahanan dari surat siapa pun, tapi hari ini semua ingin dipenjara, kalau tidak, ia akan memenjarakan dirinya. Kebebasan terbungkan dengan sendirinya, tak bebas berlanglang, si kaya tak lagi punya kuasa  untuk membeli kebebasan, apalagi yang miskin. Rumah adalah penjara hari ini. Bagi tim medis, perang melawan musuh yang tak pernah menampakkan dirinya. 

Beberapa puisi begitu ramai, sebelum, ketika dan setelah Hari Puisi dengan tema yang sama "Korona" terutama di Multaqa, Halaqat, Muntada dan Rawabith. Kemarin saya berselancar di beberapa web, tak ada tahniah, kalau ada itu pun tak banyak. Bertemu dengan laman al-Jazirah yang mengangkat tema "Syu'ara Mahjuruna Yarqibuna al-Jaihah fi Yaum al-Syi'r al-'Alami", Bagaimana para penyair menyaksikan pandemi di Hari Puisi Dunia?.

Beberapa pertanyaan menarik dari wartawan Al-Jazirah pada beberapa penyair Arab yang terisolasi baik yang tinggal di negeri Arab dan di beberapa negara lainnya, Puisi apa yang sedang kanda penyair tulis sekarang?  Apa peran Anda dalam menghadapi epidemi ini (Covid-19)? Dan apa yang dilakukan puisi (di masa epidemi) dalam menghadapi invasi Korona ke berbagai belahan dunia?

Penyair Irak -pada al-Jazirah- yang bermukim di London, Abdul-Karim Kassad mengakui bahwa "Puisi tidak menjamin keselamatan umat manusia dan tidak juga masuk ke kerajaan bumi dan langit."  Tapi dia menekankan bahwa "Puisi selalu terbuka untuk siapa saja yang ingin dihibur. Dan puisi tidak menghentikan siapa pun, tetapi ia menyambut semua orang yang ingin beristirahat dalam naungannya apakah itu pohon, tenda, bayangan dinding atau lainnya."

Abdul Karim melanjutkan bahwa apa yang dialami dunia saat ini bukanlah kesengsaraan puisi semata, tetapi kesengsaraan semua orang, terutama mereka yang tidak memiliki apa-apa selain menunggu .. menunggu keselamatan yang tidak akan datang sampai setelah mereka kehilangan banyak hal, waktu, harta bahkan nyawa.

"Mereka dikurung di rumah-rumah, mereka terancam bukan hanya dari epidemi, tetapi dari sistem yang memerangi epidemi yang merupakan musuh umat manusia, beberapa di antaranya tidak segan-segan menyatakan untuk bersiap pamitan dengan orang-orang yang kita kasihi dan menyingkirkan orang-orang tua kita, melainkan merencanakan hal itu sebagaimana yang dinyatakan dalam artikel Chomsky yang sangat menakutkan"

Dan masih banyak pesan-pesan para panyair   dunia pada world poetry day/al-yaum al-alamy lil syi'r/hari puisi dunia. Tapi bukan sebuah perayaan seperti biasa. walau lengang, tapi pesan mereka sungguh membawa angin segar.  Bagaimana dengan para penyair di Indonesia? tentunya juga sudah sangat banyak, ada yang membuat puisi, pesan indah, wasiat taqwa, atau mungkin berbagai pesan yang membantu masyarakat dalam menghadapi Korona! 

Mari kita perayaan Hari Puisi Dunia dan Peringatan Isra' Mi'raj dengan berdoa kepada Allah agar wabah ini segera diangkat oleh Allah, bagi keluarga yang terkena musibah kita doakan mudah-mudahan diberikan kesabaran, dan kita semua mudah-mudahan diselamatkan dari wabah ini. 

***********
Dan hari ini bertepatan dengan Peringatan Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Saya sendiri hampir lupa bila tak ada ucapan santri di grup PP. Darun Nun, pesan dengan kutipan Ayat 1, al-Isra'. 

Hari yang sangat indah bagi umat Islam, biasanya dirayakan di berbagai tempat, masjid, mushalla, pesantren, dan di berbagai tempat, tapi kali ini juga sepi. Di berbagai grup juga tidak seperti biasanya. Mudah-mudah peringatan ini, mengingatkan kita akan pentingnya Mi'raj kepadaNya, dengan shalat, walau musibah terus merajalela keberbagai pelosok, bahkan sangat dekat dengan kita, tapi kita tak melupakan shalat. Kalau masjid ditutup, dan itu untuk kemaslahatan kita, tapi tidak tidak menutup masjid-masjid rumah kita.

Allahumma Bariklana fi rojaba wa sya'ban waballighna Ramadhan.

Malang 22 Maret 2020,  
Zona Merah, mudah mudahan segera pudar warna ini dan berganti warna indah. Ya Rabb. 

اللهم انا نعوذبك من البرص والجنون وسيء الاسقام.
اللهم يارب الأرض والسماء أنزل علينا الشفاء وأذهب عنا الداء وهزيمة الوباء، اللهم إن كنت طردتنا من بيوتك لا عمرة ولا جمعة ولا صلاة في المساجد فلا تطردنا من رحمتك ولا تؤاخذنا بما فعلنا وكن لنا ولا تكن علينا، اللهم إن كان هذا الوباء والبلاء بذنب ارتكبناه أو جرم أجرمناه، فإنا تائبون إليك منه ونادمون، اللهم يا منزل الداء أظهر لنا الدواء واجعله في أيدينا سهلا ميسورا، بفضلك وكرمك وجودك يا أكرم الأكرمين".

Munir Mezyed Binhad Nurrohmat Abdul Wachid Bs نجاة الماجد

Menelusuri Kata "Wabah". (Endemi, Pandemi, Epidemi, al-Wabah, al-Jaihah)

Halimi Zuhdy

Dunia benar-benar diharuskan menyepi sementara waktu, dengan waktu yang tidak bisa diprediksi, di Indonesia menyepi 14 hari atau bahkan bisa lebih dari itu. Dan negara ini, hari ini, termasuk katagori kematian pemyebab virus korona tertinggi di dunia mencapai 227 kasus dengan 19 kematian dan 11 pasien sembuh.
Ada istilah yang kemudian menjadi populer di dunia, khususnya di Indonesia yaitu wabah dan pandemi. Istilah wabah yang populer di Indonesia, diikuti dengan istilah lain ada epidemi, pandemi, endemik. 

Istilah "Wabah" berasal dari bahasa Arab yaitu "al-Waba' ". Dalam kamus KBBI Wabah adalah penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas (seperti wabah cacar, disentri, kolera). Wabah juga berarti epidemi. Sedangkan "waba' " (الوباء) dari kata wabia-yaubiu-waba'a. وبئت الارض اي كثر فيها الوباء. Penyakit yang menyebar luas. Tidak jauh berbeda dengan arti wabah dalam KBBI. 

Dalam kamus Ma'ani arti al-Waba' adalah:
كُلُّ مرضٍ شديد العدوى، سريع الانتشار من مكان إلى مكان يصيب الإنسان والحيوان والنّبات، وعادة ما يكون قاتلاً كالطّاعون كثيرًا ما تنتشر الأوباءُ بعد الحرب.

Namun "al-waba'"  adalah kata yang digunakan pada semua aspek atau tingkatan atau jangkuan penyakit baik lingkup kecil atau lingkup besar. Misalnya al-waba' fi al-Qaryah (ada wabah di desa), al-waba' al-mustauthin (wabah yang menyerang suatu negeri). 
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, wabah atau epidemi, memiliki tingkatan, ada endemi (Penyakit yang berjangkit di suatu daerah atau pada suatu golongan masyarakat) dalam bahasa Arab disebut  al-maradh al-mustauthin (المرض المستوطن). Pandemi (adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas) dalam bahasa Arab disebut dengan al-Jaihah, suatu penyakit yang menglobal. 

Dalam pernyataan khusus pada Surat Kabar al-Jazirah Dr Mohamed al-Dasuki, Konsultan  Penyakit dalam bahwa al-waba' (epidemi) adalah munculnya kasus penyakit menular di suatu negara atau sekelompok negara tetangga kecil, dan menyebar dengan cepat di antara banyak orang. Adapun al-Jaihah (pandemi), itu adalah munculnya kasus penyakit menular di sebagian besar negara di seluruh dunia, dan sulit  mengendalikannya, yang mengancam kesehatan manusia dan membutuhkan tindakan medis dengan cepat,  Korona masuk kategori ini. 

Namun, secara umum, wabah dan al-waba' memiliki kesamaan arti, adalah sebuah penyakit yang menyebar luas. 

Malang, 18 Maret 2020

Sumber: 
-KBBI
-Mu'jam Al-Ma'ani online
-el-Jazirah
-el-qamus.

Minggu, 15 Maret 2020

قصيدة "كورونا بيده"

كورونا بيده

✒  حليمي زهدي الإندونيسي
Halimi Zuhdy

اذ أتاك كورنا عليك سكون
لاتكن متوترا كل قدر بيده

وان ضاقت عليك أخبار شر
تذكر كل موت يأت على إذنه

فلاتحزن بذلك بل تحافظ
فيروسات وأوبئة من خلقه

يرفع الوباء بالدعاء واختيار
هو الرحمن كسر بلية بملكه

ورب الناس ماتو بالطاعون
وكوليرا وفولينزا تم بقدره

نشر كورونا ولايعرف بلدان
من لم يحسن حرك بتحركه

كل بلية بالوباء لها حكمة
وبعد العسر يسرا في قرآنه

الناس بالوباء كأسنان مشط
في السوق وغيره خاليا لأجله

فاستعذ بالله واستعد بالمجيء
غدا او بعده لم نعرف على امكانه

لو كان الموت يستقبل بليلة
البقاء والفناء يجريا بقانونه

احسن الوضوء بكثرة الصلاة
فكم من كرب فرج الله بقربه

اغسل اليد وتحافظ بكمامة 
ان خاف حجر صحي لمكانه

كن متواضعا بالوباء لاتكبرا
وسل مولاك شافيا على بلائه

مالانج إندونيسيا، ١٥ مارس ٢٠٢٠

#قصيدة_كورونا
#شعر_كورونا

قصيدة كورونا

https://instagram.com/puisi_arab?igshid=1mqg96ueznhkv

Rabu, 11 Maret 2020

Doa Orang Mati Tak Sampai

Halimi Zuhdy

"Ustadz, katanya mendoakan orang mati itu dosa?". Kata salah satu jamaah halaqah Sahar. 

"Tidak benar itu, malah mendoakan orang mati itu dianjurkan dan mendapatkan pahala. Maka kita menyebutnya almarhum, sebagai doa untuknya, mudah-mudahan diberi rahmat". Ustadz itu menjawab dengan nada tinggi. Sepertinya jengkel banget. 

Penanya tadi tidak puas, dan pergi ke halaqah lainnya, halaqah Sahir. Ia bergumam, "Masak sih, mendoakan orang mati itu mendapatkan pahala, ustadz itu pasti ngarang, tak ada dalilnya?". 

Ia pergi ke beberapa halaqah lainnya, jawaban sama yang ia terima. Akhirnya ia pergi ke ustadz yang mengajar bahasa di SDI Tidar, jawaban sang ustadz di luar dugaan si penanya, ustadz ini menjawab bahwa medoakan orang mati itu tidak boleh, hukumnya haram. Ustadz ini juga menambahkan, "Doa orang mati itu tidak pernah sampai, dan tidak akan sampai". Si penanya  ini tambah bingung. 

Sang ustadz ini menjawab sambil senyum-senyum, si penanya tambah bingung bin sumpek. Tidak puas, ia pun pergi sambil nyerocos, "Orang sekarang itu aneh-aneh, katanya anjing najis, kyai malah menggendong anaknya. Daging Babi najis, kyai malah nyuapin anaknya makan daging. Nyuruh orang shalat katanya dosa. Yang aneh lagi, maka dosa diimami orang yang aktif merokok." 

"Loh, kok bisa doa orang mati tidak sampai?" ia terus merenung. Akhirnya  ia pergi ke Gus Mujib yang ahli meramal masa depan dengan menggunakan tasbih yang diputar, dan Gus Mujib ini juga suka banyol bin lucu. 

"Gus, kulo sumpek...sumpek...sumpek, sak niki kathah (banyak) orang yang ngegas kalau ditanya, sukanya ngomong ...haram, sedikit-dikit...dosa. Bahkan saling menjelekkan antar ustadz, antar kyai, dan sepertinya medsos sebagai ajang pitnah mempitnah..." sambil memegang kepalanya, ia curhan sama Kyai Mujib. 

"Loh...loh.., ada apa Cung?" Kyai Mujib menangkannya. Si penanya tadi kemudian mengungkapkan beberapa yang menjadi kesumpekannya tentang hukum-hukum di atas. 

Wak Yai Mujib tersenyum lebar, sambil mekekel (tertawa hebat), rokok yang bertengger di mulutnya lepas, matanya sampai berkaca-kaca karena tawanya yang membahana. 

"Cung...cung, kamu ini lucu, masak ada orang mati bisa mendoakan? Terus kalau ia mendoakan, sampainya kemana?. 😀. Ia sendiri butuh doa. Yang kedua, ia ialah berdosa mendoakan seseorang agar mati, kamu ini lucu...😃. Tapi kalah lucu sama saya"

"Kamu tambah lucu Cung, masak orang merokok sholat, apalagi jadi imam, ia batal lah...bergerak saja dibatasi apalagi rokoan😃😃😃. Kalau makan babi itu tidak boleh, tapi kalau makan daging ya boleh, tapi daging ayam cung😃". Kyai Mujib pergi dengan ketawa-ketiwi, karena banyak orang mengeluh tentang hal-hal yang kadang tak masuk akal, tapi dibuat serius. 

"Sebentar kyai, satu yang belum saya terima, bukankah orang mati bisa mendoakan yang hidup Yai? Mereka menjawab salam, hadisnya shaheh yai. Mereka saling berkunjung. Dan mereka yang saleh, saling mendoakan". Kata si penanya sambil ngejar kyai. 

"Tayyib, nanti buat halaqah dan mengkaji khusus tentang orang mati yang hidup, yang mendoakan" dengan wajah serius kyai Mujib merespon, dan membatin, "Benar juga ya"🥺

_Salam Ukhuwah Islamiyah._ 🤩

#dagelanSantri
#humor santri

Lelucon di atas, menghimpun dari berbagai pesan-pesan lucu yang dinarasi ulang.😃

Malang, 11 Maret 2020.

Senin, 02 Maret 2020

Puisi Korona

(Ratapan, Amarah, Harapan)

Halimi Zuhdy

Ketika puisi hadir dalam setiap wabah yang menebar kematian, bukanlah ia untuk mengambil sorak dalam kesempatan, atau bukan untuk menebar ketakutan, atau pula bukan untuk pamer diri dalam karya yang diciptakan. Seperti puisi (Kasidah) yang dirangkai Dr. Ahmed al-Farisi dalam “Qasidah Korona”, ia berkisah, bahwa setiap zaman selalu datang berbagai virus dengan berbagai jenisnya, virus yang mematikan, seperti Kolera dan Tha'un, tapi Allah juga datangkan berbagai obatnya, walau juga tidak sedikit korban yang telah bergelimpangan.  

كم من وباء قد اتى ثم انقضي # 
كوليلا وأذكر قبلها بعدها الطوعونا

Ia juga berkisah dalam puisinya, dengan menggunakan Kaidah Taf’ilat (Arudh wa Qawafi),  bagaimana virus ini benar-benar membuat banyak orang kwatir, tidak hanya pada satu tempat di Whuhan negara China  tapi berbagai negara yang mulai dirambah. Ia juga berkisah virus ini bermula, kemudian menyebar, dan mengambil nyawa setiap orang yang ditemuinya, bila ia tidak cepat-cepat mengurung dirinya. 

Puisi juga hadir, bagaimana menghindar dari virus yang mematikan ini, sebagaimana bait-bait penutupnya.

الباس قناع الوجه او كمامة # تحميك من عطس تناثر فينا
لاتلمسو وقت التواحم أسطحا # يبقى رذاذ العطس فيها حينا.

Seperti Abu Dzuaib al-Hudzail ketika menuliskan bait-bait puisinya tentang serangan Tha’un di daerah Amwas, yang pernah penulis tuliskan di Alifcom, Amwas Suatu daerah yang terletak di Pelestina (Syam) pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Dalam catatan sejarah sekitar 25.000 sampai 30.000 ribu orang di Syam meninggal dunia dengan waktu yang sangat cepat. Dan ini wabah terbesar yang menyerang umat Islam dalam sejarah. Abu Dzuaib merana dengan meninggalnya 6 puranya, ia tuliskan dalam bait puisinya, namun ia semua serahkan pada yang Maha Kuasa, Allah subahanahu wat’ala.

Sedangkan Penyair liris Islam Khalil juga merangkai puisi yang berjudul “Korona al-Jazuna”, Siput Koruna. Dalam bait-baitnya, ia mengurai bagaimana menghadapi virus Covid-19 (كورونا جديد). Ia menuliskan dengan bahasa Arab Ammiah, yang juga terdapat beberapa lagu yang mendendangkan puisi ini.

لحلزونة ياما الحلزونة.. أل يعنى كانت ناقصة كرونا
- مرض خطير وملهش كبير ويموّت..لا دا الحكاية كبرت يا ناس واحلوّت

Berbeda dengan penyair Hamdan al-Huwaidari yang menulis puisinya tentang Korona di laman cratersky yang berjudul “Qashidah Korona”, ia memulai puisinya dengan “Hal Ghadba Allah Koruna”, apakah Allah murka dengan datangnya Korona, “Ya alh Ilmi Aftuna”, berikan petunjuk pada kami wahai para ilmuan. Apakah ini murka Allah pada orang-orang yang telah memporak-porandakan gas (emas hitam), mencemari air Amazon, mencabut dan menebang pohon-pohon Zaitun? Puisi amarah ini, seperti ingin tahu apakah gegara meraka yang merusak negeri dengan menggadaikan kekayaannya ke negeri Barat sehingga korona ini menyerang tanpa syarat.

هل غضب الله كورونا  # يا أهل العلم أفتونا

هل حكم الإِنسُ موزونا # مَن دمّر غازك أوزونا

مَن لوّث مَاءك أمازونا # مَن جرفَ جذركَ زيتونا

وطني يا خيراً مسكونا # بالجوفِ نفطكَ مرهونا

بالغربِ طمعاً مجنونا # يا شرّ المشرق أنسونا

للربِّ قدراً مكنونا # بنوره قلبي مفتونا

Mungkin Puisi-puisi Korona dengan berbagai bentuk dan isinya akan hadir, sebagaimana hadirnya Korona ke berbagai tempat, ia seperti mencari orang untuk merangkai zaman ini dengan sejarahnya yang ia ciptakan, Covid-19. Sebagaimana puisi yang ditulis oleh Li Wenliang sebelum kematiannya, bagaimana virus ini sungguh mematikan, walau ia berkabar tentang virus ini, tapi tidak semua orang percaya, ia rela mengorbankan diri, untuk keselamatan banyak orang,

“Ada cahaya di langit!
Pada akhir terang itu adalah surga yang sering dibicarakan orang.
Tapi saya lebih suka tidak pergi ke sana.
Saya lebih suka kembali ke kampung halaman saya di Wuhan.
Saya punya rumah baru di sana.

Malang, 02 Maret 2020