Halimi Zuhdy
Di tengah era digital yang semakin merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari, praktik ibadah i’tikaf menghadapi tantangan baru. Jika dahulu seseorang yang ber-i’tikaf meninggalkan dunia luar untuk berkhalwat dengan Allah di masjid, kini tantangan utamanya bukan lagi sekadar meninggalkan aktivitas duniawi, tetapi juga melepaskan diri dari keterikatan digital. Bisakah kita benar-benar ‘offline’ demi Allah?
I’tikaf adalah ibadah sunnah yang dilakukan dengan berdiam diri di masjid, fokus pada ibadah, dan menjauh dari kesibukan dunia. Allah SWT berfirman:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
"Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid." (QS. Al-Baqarah: 187)
I’tikaf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an, dan merenungkan makna kehidupan. Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam menjalankan i’tikaf. Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ
"Nabi SAW selalu melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat." (HR. Bukhari & Muslim).
Godaan Digital dalam I’tikaf
Di era digital, tantangan terbesar dalam i’tikaf bukan hanya godaan fisik, tetapi juga godaan digital. Ponsel pintar yang seharusnya menjadi alat komunikasi dan sumber ilmu, sering kali justru menjadi penghalang bagi kekhusyukan ibadah.
Seorang mutakif (orang yang beri’tikaf) bisa saja duduk di masjid, tapi pikirannya tetap sibuk dengan notifikasi WhatsApp, media sosial, atau video pendek yang menggoda. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
إِذَا امْتَلَأَ الْقَلْبُ بِالدُّنْيَا فَلَا مَحَلَّ فِيهِ لِلْمُنَاجَاةِ
"Jika hati sudah dipenuhi dengan kesibukan dunia, maka sulit baginya untuk merasakan kelezatan bermunajat kepada Allah." (Madarij As-Salikin, 3/156)
Lalu, bagaimana agar i’tikaf benar-benar menjadi momen yang berkualitas di era digital ini?
Berani ‘Offline’ Demi Allah
Agar i’tikaf tetap bermakna dan tidak sekadar menjadi formalitas, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
1. Niat yang Lurus dan Kuat
I’tikaf bukan hanya sekadar tinggal di masjid, tetapi benar-benar mengarahkan hati kepada Allah. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
الاعتكاف هو قطع العلائق عن الخلائق للاتصال بالخالق
"I’tikaf adalah memutus hubungan dengan makhluk dan menyambung hubungan dengan Al-Khaliq." (Al-Majmu’, 6/404)
Oleh karena itu, sebelum memasuki i’tikaf, pastikan niat sudah benar, yakni untuk mencari ridha Allah, bukan sekadar ingin mencari suasana baru atau bersantai.
2. Kurangi atau Hindari Gadget
Jika memungkinkan, matikan ponsel atau gunakan hanya untuk hal-hal yang benar-benar bermanfaat seperti membaca Al-Qur’an digital atau mendengarkan kajian. Jika tidak bisa sepenuhnya offline, setidaknya batasi penggunaannya dan hindari media sosial yang bisa mengganggu kekhusyukan.
3. Maksimalkan Interaksi dengan Al-Qur'an
I’tikaf adalah waktu terbaik untuk memperbanyak membaca, menghafal, dan mentadabburi Al-Qur'an. Dalam sebuah riwayat disebutkan:
كَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
"Jibril ‘alaihis salam selalu menemui Rasulullah SAW setiap malam di bulan Ramadhan dan membacakan Al-Qur’an bersamanya." (HR. Bukhari & Muslim)
4. Perbanyak Dzikir dan Muhasabah
I’tikaf bukan sekadar ‘diam di masjid’, tetapi juga memperbanyak dzikir dan introspeksi diri. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
إِذَا لَمْ يَشْتَغِلِ العَبْدُ بِالْخَيْرِ اشْتَغَلَ بِالشَّرِّ
"Jika seorang hamba tidak menyibukkan dirinya dengan kebaikan, maka pasti ia akan disibukkan oleh keburukan." (Majmu’ Al-Fatawa, 10/40)
Oleh karena itu, alihkan perhatian dari layar ke sajadah, dari scrolling media sosial ke berdzikir dan berdoa.
Era digital membawa banyak manfaat, tetapi juga bisa menjadi penghalang bagi kekhusyukan ibadah. I’tikaf adalah momen untuk benar-benar ‘disconnect’ dari dunia dan ‘reconnect’ dengan Allah. Jika kita mampu meninggalkan urusan dunia sementara demi i’tikaf, mengapa tidak mencoba meninggalkan ponsel dan media sosial untuk beberapa hari?
Sebagaimana nasihat Imam Al-Ghazali rahimahullah:
إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَعْرِفَ قَدْرَ الدُّنْيَا، فَاسْتَمِعْ إِلَى كَلَامِ الْمَوْتَى
"Jika engkau ingin tahu hakikat dunia, dengarkanlah nasihat dari mereka yang telah mati." (Ihya ‘Ulumuddin, 4/412)
Semoga kita semua bisa menjadikan i’tikaf sebagai ibadah yang penuh makna, bukan sekadar ritual tanpa ruh. Saatnya berani ‘offline’ karena Allah!
Wallahul Musta'an wailahittuklan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar