السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Jumat, 14 Juli 2023

Menelisik Kejayaan Efesus Turki, Yunani dan Peran Kekhilafaan Ustmaniyah

Halimi Zuhdy

Begitu mentari meninggi di Ayvalik Cunda Island, sebuah pulau kecil yang terhampar di laut Aegea, pikiran saya terbayang kota kuno Efesus, saya mencoba mengeksplorasi kota yang penuh misteri. Tapi, tidak mungkin sore ini ke Efesus, terlalu jauh. Saya bergerak menuju Kusadasi,  pantai Ayvalik dengan angin sepoi-sepoi mengusap wajahku, membawa pesan dari zaman-zaman yang telah berlalu. Sedangkan Kusadasi, sebuah kota yang hidup di tepi pantai, seperti juga menantikan kedatanganku. Banyak nama-nama tempat yang masih asing, walau susah saya baca sebelum berangkat, dan terkadang masih terlupa. Tapi, tidak apa-apa, karena di era ini semuanya tersedia tinggal bagaimana kita mengeksplorasinya. 
Kusadasi menyambut dengan keramahan dan kehidupan yang riuh, tapi saya memilih untuk tdak berjalan-jalan di sepanjang pelabuhan dari tempat bermalam. Ketika matahari menyapa pagi, saya siap-siap menuju Efesus untuk melanjutkan perjalanan menuju situs kuno yang legendaris. Indah, dalam perjalanan menuju Efesus melintasi jalan berliku yang membelah perbukitan, melihat panorama alam yang menakjubkan sepanjang perjalanan. 

Begitu tiba di gerbang Efesus, saya melihat reruntuhan yang megah, kolom-kolom yang menjulang tinggi, reruntuhan rumah, dan kuil-kuil yang menghiasi jalan-jalan batu terasa saya berjalan di masa lalu, entah apa yang pernah terjadi di sini. 
Saya mulai mencari tahu di papan-papan sejarah di bekas kota hebat ini, Efesus, saya potret satu persatu, dan saya mencoba baca dengan bantuan penerjemah. Dalam diam, saya merasakan kehadiran Kesultanan Ottoman yang melindungi Efesus. Saya melihat sisa-sisa restorasi yang dilakukan oleh Sultan-sultan Ottoman yang bijaksana, yang telah menolong Efesus dari kemerosotan yang tak terelakkan. Mereka memberikan tangan penyelamatan dan memastikan bahwa warisan berharga ini bisa terus disaksikan oleh mata dunia.

Saya menyusuri setiap sudut Efesus, terpesona oleh kejayaan yang telah sirna namun tetap tak terlupakan. Mengelilingi The Celsus Library yang megah, saya merenung tentang pengetahuan yang pernah terhimpun di sini. Menginjak-injak bangku-bangku teater, saya mendengar suara riuh tepuk tangan penonton masa lalu. Setiap batu dan patung di Efesus mengungkapkan cerita yang begitu dalam dan menyejukkan jiwa.
Perjalanan ini adalah persembahan bagi jiwa yang haus akan sejarah. Dari Ayvalik Cunda Island yang indah hingga Kusadasi yang hidup, dan akhirnya memasuki kawasan Efesus yang mempesona, saya merasakan terhubung dengan zaman-zaman yang telah berlalu. Efesus memberikan kilasan tentang kehidupan manusia yang tak tergoyahkan oleh waktu.

Ketika matahari terbenam, saya meninggalkan Efesus dengan hati yang penuh dengan kenangan yang tak terlupakan. Meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menggetarkan, saya membawa pulang kisah-kisah lama dan pemahaman baru tentang perjalanan manusia melintasi ruang dan waktu. Efesus, sebuah tempat yang memungkinkan kita menyentuh jalan yang telah ditempuh oleh mereka sebelum kita.
Efesus awal (akhir milenium ke-7 - 334 SM), ditemukan jejak tertua pemukiman manusia di Epesus ditemukan di Çukuriçi Höyük dan berasal dari awal Chalcolithic (akhir milenium ke-7). Mereka menghuni di bukit yang berdiri bebas dengan lereng berbatu di tiga sisinya, sampai awal abad ke-8 Ayasoluk tetap menjadi satu-satunya pemukiman yang diketahui di wilayah Efesus. Informasi selanjutkan dalam papan informasi yang berada dekat pintu masuk, bahwa sejak akhir Zaman Perunggu, situs Artemision di kaki barat daya juga telah digunakan, dan sejak awal Zaman Besi (paruh ke-2 abad ke-11) telah ada pemukiman. Cerita dan mitos selanjutnya, saya tidak tuliskan di sini. 

Pada tahun 546 bangsa Persia menaklukkan kerajaan Lydia dan Epesus. Pemerintahan kerajaan Efesus berlangsung sampai Alexander Agung (334 SM).  Saya bergerak ke papan sejarah berikutnya, dan sana termaktub bahwa kota Efesus berubah secara signifikan selama Periode Helenistik. Selama perang Diadok dan setelah kematian Alexander Agung, kota ini dihancurkan pada abad ke-1 Maseh, yang dihancurkan termasuk Kerajaan Lysimachus (335-281) 300 SM. Efesus Helenistik adalah pemukiman baru dengan jalan-jalan dalam denah garis vertikal yang didirikan sesuai dengan model hippodamik. Di Kota Bawah, selain Pasar Komersial (Tetragonos Agora), Teater dan Stadion adalah pusat komersial dan budaya, dan di Kota Atas, pusat politik didirikan dengan Agora, Prytaneion, dan Bouleuterion. 

Menyusuri setiap papan sejarah di bekas bangunan kuno ini, semakin banyak informasi menarik tentang Epesus, dan semakin ingin beranjak dari membaca huruf-huruf yang tertata rapi. Kemudian saya cari informasi, kapan kota ini ditemukan lagi setelah hilang berabad-abad?. Nah, di papan terakhir dekan maket kota Efesus saya temukan, "RESEARCH HISTORY OF EPHESOS". Yes! Ketemu. 
Dalam keterangan yang termaktub, bahwa reruntuhan Epesus telah muncul dalam laporan perjalanan abad ke-17 hingga ke-19, maka British Museum di London memulai penyelidikan arkeologi di Epesus. Dengan diarsiteki oleh John Turtle Wood, yang mengarahkan untuk penggalian Efesus pada tahun 1863-1874 dengan bertujuan untuk menemukan Artemision. Dan pada Malam Tahun Baru 1869, Wood menemukan revetmen marmer candi pada kedalaman 7 m.  Selanjutnya dalam papan tersebut, karena penemuan yang diharapkan belum menemukan hasil yang diinginkan, penggalian dihentikan pada tahun 1874, dan kemudian dilanjutkan kembali pada selanjutnya  dengan diawasi oleh David G. Hogarth pada tahun 1904/05 yang merupakan kesimpulan dari penyelidikan Inggris di Epesus (juga ditulis Ephesos). 

Otto Benndorf, Profesor Arkeologi Klasik dari Universitas Wina dan sebagai direktur utama pada Institut Arkeologi Austria, ia menginginkan Epesus menjadi area penelitian sains Austria; inisiatifnya didukung oleh pihak Turki dan Jerman.  Dan adanya sumbangan dari pengusaha Karl Mautner Ritter von Markhof pada bulan April 1895, kegiatan penggalian selanjutnya dimulai. Temuan dari penggalian pertama sebagian diangkut ke Wina dan hari ini dipamerkan di Museum Epesus di Museum Kunsthistorisches.  Dan sejak 1906 semua temuan ditinggalkan di negara asalnya, Turki, dan dapat dilihat di Museum Ephesos di Selçuk. Sejak 1898, izin penggalian tahunan yang dikeluarkan oleh negara tuan rumah digunakan oleh Institut Arkeologi Austria dengan tujuan penelitian topografi, sejarah, dan arsitektur kota. Dan selanjutnya, penelitian, penggalian, terus dilakukan sampai hari ini, saya temukan para pekerja terus bergerak. Mungkin fokus penelitiannya pada sisi-sisi lainnya.

Matahari semakin menyengat, saya berada di tengah-tengah bekas reruntuhan Epesus pukul 12.00. Kebetulan bertepatan dengan musim panas. Bibir, wajah dan seluruh tubuh seperti bersisik, bukan berbisik lo. Saya lupa membawa pelembab. Tapi, asyik. Saya sudah tidak sempat lagi mengambil informasi di setiap papan yang tegak berdiri di setiap lokasi reruntuhan. Hanya beberapa saja. 

Peran Kesultanan Ottoman dalam Preservasi Efesus

Saya membaca berlahan setiap papan informasi, tapi tidak menemukan tentang peran Kesultanan Ottoman (Ustmaniyah) dalam preservasi dan pemeliharaan lembaga Efesus. Mungkin karena ketidak kemampuan dan keterbatasan saya. Saya menemukan informasi tentang Ottoman di turkisharchaeonews. net  yang berjudul "The treasures of Ephesus in the Ephesos Museum in Vienna" dalam artikel tersebut terdapat keterangan bahwa artefak arkeologi yang ditemukan di Efesus dapat dilihat di berbagai lokasi di seluruh dunia. Temuan yang digali antara tahun 1867 dan 1905 dibawa ke British Museum, sedangkan Museum Ephesos di Wina menampilkan banyak artefak yang ditemukan antara tahun 1896 dan 1906, ketika tujuh ekspedisi arkeologi Austria mengangkut temuan ke Wina. Dan pada saat ini banyak artefak dipajang di Museum Arkeologi Efesus di Selçuk, dekat reruntuhan Efesus.
Mengapa para arkeolog Austria dapat memindahkan temuan dari lokasi aslinya ke Wina ?. Karena adanya kesepakatan antara Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) dan Austria.  Abdul Hamid II, Sultan Ottoman pada saat itu, memberikan hadiah kepada Kaisar Franz Joseph: beberapa benda kuno yang telah ditemukan dihibahkan ke Istana, sehingga dapat diekspor untuk digabungkan dengan koleksi di Wina. Dalam berbagai periode pemerintahannya, Ottoman memainkan peran penting dalam melindungi, mendokumentasikan, dan melestarikan warisan budaya Efesus.

Pada abad ke-14, Kesultanan Utsmaniyah memasuki Anatolia dan pada tahun 1390, Efesus menjadi bagian dari kekuasaan Ottoman. Di bawah pemerintahan Ottoman, beberapa langkah diambil untuk melindungi situs bersejarah Efesus. Misalnya, penguasa Ottoman saat itu, Sultan Murad II, memerintahkan restorasi beberapa bangunan kuno yang rusak. Pada abad ke-16, Sultan Suleiman I, juga dikenal sebagai Suleiman yang Agung, melanjutkan upaya restorasi dan melindungi Efesus dari perusakan lebih lanjut.

Selama berabad-abad, Ottoman memainkan peran penting dalam mendokumentasikan Efesus. Pada abad ke-17, seorang pelukis Ottoman bernama Evliya Çelebi dikirim ke Efesus oleh Sultan Murad IV. Evliya Çelebi mencatat deskripsi rinci tentang Efesus dalam bukunya yang terkenal, "Seyahatname" (Buku Perjalanan). Deskripsi yang mendetail ini memberikan pandangan berharga tentang keadaan Efesus pada masa itu, termasuk bangunan dan objek seni yang masih ada. Selain itu, Ottoman juga berperan dalam mempromosikan Efesus sebagai tujuan wisata bagi orang-orang asing. Pada abad ke-19, beberapa diplomat asing dan tokoh terkenal termasuk Sultan Abdulaziz mengunjungi Efesus dan mengagumi keindahannya. Melalui promosi wisata yang dilakukan oleh Ottoman, Efesus semakin dikenal di kalangan wisatawan dan mendapatkan perhatian internasional. 

Kehadiran Ottoman memberikan kesempatan bagi Efesus untuk menjadi pusat perhatian internasional dan menginspirasi upaya pelestarian dan pemeliharaan selanjutnya. Dengan upaya konservasi modern yang berlanjut, Efesus tetap menjadi salah satu destinasi arkeologi terkemuka di dunia, menunjukkan warisan budaya yang tak ternilai dari peradaban Yunani-Romawi. Bagaimana dengan Republik Turki setelah jatuhnya Ottoman?. Sudah tidak perlu ditanyakan lagi, sehingga Efesus hari ini dilihat dunia, dan menjadi destinasi wisata yang sangat ramai dikunjungi. 

Menjelajahi Efesus, seperti menjelajahi beberapa zaman sejarah. Seperti berada di Borobudur Indonesia, dan jadi teringat Petra yang sempat saya berkeliling di dalamnya. Capek, tapi asyik. 

Maraji' 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar