السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Rabu, 28 Desember 2022

Qi Nafsaka, Jagalah Dirimu!

Halimi Zuhdy

Dalam Al-Qur’an termaktub Ayat “Qu anfusakum, jagalah diri kalian!”, menggunakan kata “Wiqayah”, yang artinya adalah penjagaan atau perlindungan. tidak menggunakan kata “himayah, muhafadhah, shiyahah, ikhtiraz, ittiqa’, ihtiras, tawaqqi dan lainnya”.  Terdapat perbedaan antara al-wiqayah dan al-himayah. Wiqayah lebih kepada pencegahan, sedangkan himayah adalah perlindungan.
Menjaga diri dari apa?, menjaga diri dari api neraka. Bagaimana menjaga diri api neraka, sedangkan neraka masih di akhirat?. Menjaga diri dengan meninggalkan kema’siatan dan melakukan ketatan kepada Allah (Imam Al-Alusi, Al-Syaukani), menjaga keluarga dengan mengajari dan menasehati mereka. Menjaga diri dengan bertakwa pada Allah (Imam Mujahid). Menjaga diri dengan membantu keluarga untuk melaksanakan perintah Allah (Imam Qatadah). Menjaga diri dari sesuatu yang dapat memasukkan diri ke dalam api neraka. Mengaja diri dengan meneladani akhlak Nabi Muhammad dan taat pada Allah (Al-Baqa’i).

Uniknya manusia. Banyak yang pintar menjaga orang lain, tapi tidak mampu menjaga dirinya. Banyak yang mampu menasehati orang lain, tapi lupa dan tidak peduli pada dirinya. Banyak yang mampu mengajarkan pada orang lain, tapi dirinya tidak mau belajar, dan bahkan lupa bahwa dirinya butuh pelajaran. Al-Qur’an menggunakan redaksi “Qu Anfusakum” dengan menyebut pertama kata "diri", diri yang terdiri dari jiwa dan raga. Sebelum menyuruh orang lain (keluarga), ia mampu memulai dari dirinya untuk menjaga orang lain. Menjaga diri adalah bagian dari menjaga orang lain. Menjaga diri adalah sebuah keteladanan, sehingga orang lain dapat meniru kebaikan dalam dirinya.

Bebatuan pernah mengadu kepada Nabi Isa, karena sangat takut menjadi bahan bakar di neraka. Waktu itu Nabi Isa putra Maryam mendengar rintihan dari dalam tanah, kemudian Nabi Isa berjalan mencari sumber rintihan, dan beliau mendapati batu yang mengerang dan menangis ketakutan. Kemudian Nabi Isa bertanya, “Ada apa denganmu, hai batu?”, Wahai Nabi, aku mendengar Allah berfirman, "Bahan bakarnya adalah manusia dan batu, jadi aku takut bahwa aku mungkin menjadi salah satu dari batu itu" jadi Nabi Isa kaget dan juga kagum padanya kemudian beliau pergi meninggalkan batu yang lagi merintih. Ayat di atas senada dengan apa yang ada di Injil atau dalam kitab Taurat (Al-Muharrar Al-Wajiz karya Ibnu Athiah).

Bebatuan saja merintih, kemudian menjaga diri, agar tidak masuk pada bebatuan yang menjadi bahan bakar. Bagaimana dengan manusia yang lupa menjaga diri, dan tidak pernah merintih apalagi mengerang? Allahu’alam bishawab

Minggu, 25 Desember 2022

Tulisan Jawi (Pegon) dan Arab; Asal Usul dan Perkembangannya

Sebuah uraian singkat dari kitab "Al-Kitabah Bil Huruf Al-Arabiyah". 

Halimi Zuhdy

Dalam buku ini, terdapat 19 tulisan menarik tentang tulisan Jawi dan Arab. Setelah kata pembuka oleh Dr. Abang Haj Azmin bin Abang Haj, Dr. Shahibuddin menulis tentang Sejarah Khat dalam Bahasa Arab dari awal keberadaannya sampai perkembangannya. Berikutnya Prof Arif Al-Karkhi membahas pembelajaran menulis Arab bagi pembelajar non Arab. Sedangkan tentang tulisan Jawi dan berbagai permasalahannya bagi penutur Arab yang menganbil studi kasus di Malaysia ditulis oleh Dr. Ashim Syahadah Ali. Dua penulis Arab ini, mengkaji tulisan Jawi dari berbagai aspek dengan kacamata mereka. 
Dr. Muhammad Yahya mengkaji Tulisan Arudiyah dan beberapa perbedaanya dengan berbagai tulisan yang berkembang di Jawa dan Arab. Dan juga menarik, adalah tulisan Dr. Musthafa Ahmad tentang Tulisan Bahasa Afrika dengan tulisan Arab, penulis membahas cukup panjang dari sejarah perkembangannya sampai saat ini. Tidak hanya tulisan Jawi dan Afrika dalam kajian tulisan Arab yang dikaji, tapi juga tulisan bahasa daerah yang ditulis dengan bahasa Arab oleh penduduk Muslimin China dibahas apik. Dr. Adil menulis tentang sistem tulisan berbagai bahasa di dunia serta kedudukan tulisan Arab dari berbagai bahasa tersebut. Berbeda dengan Dr. Abdul Raziq Hasan Muhammad yang menulis tentang Menuju Penyesuaian dan Pembakuan Sistem ortografi bahasa Melayu yang ditulis dalam aksara Arab. Tulisan yang berbahasa Arab ditutup dengan tulisan Dr. Shalih Mahjub, tentang berbagai permasalahan dalam pembelajaran huruf Arab bagi non Arab. 

Tulisan bahasa Uighur (China) dengan huruf Arab, ditulis oleh Abang Azmi, menarik sekali. Bagaimana ia masih bertahan sampai sekarang dan masih berkembang, walau tidak seperti bahasa Jawi. Tulisan bahasa Jawi Brunei Darussalam, dari cara menguasai dan cara bacanya ditulis Ahmad Busyra yang memgambil studi kasus di beberapa sekolah dasar Brunei Darussalam. Tulisan Jawi untuk pra sekolah juga dikaji dengan apik oleh Haji Mohd Shahrol Azmi, dan tujuan dalam melestarikan tulisan Jawi untuk penyatuan bangsa dan agama ditulis Dr. Sahrin bin Haji Mashari. 

Dan yang unik, bagian dari syiar bahasa Arab dan Jawi adalah tanda tangan dengan menggunakan tulisan  Jawi/Arab. Tanda tangan jawi merata di negeri Brunei Darussalam, Sultan Brunei kalau ditilik di lembaran uang Dolar Brunei menggunakan tandatangan Arab Jawi. Dan seni tandatangan Jawi dikupas oleh Wan Habib bin Wan Ibrahim. 

Sumbangan kebudayaan Arab-Islam terhadap kebudayaan Melayu melalui manuskrip Jawi ditulis oleh Prof Mahayudib bin Haji Yahaya. Dan standarisasi sistem tulisan melayu di dunia Melayu dikaji oleh Masyhur Dungcik. Dan untuk mengetahui perkembangan seni kaligrafi Islam di Brunei Darussalam dapat membaca tulisan Haji Yahya bin Apong.

Halimi Zuhdy
23 Desember 2022

Jumat, 23 Desember 2022

Belajar dari Mata Lalat, Lebah dan Wasit

Sorot Mata Seseorang dan Dampak Kehidupannya

Halimi Zuhdy

Di dunia, ada banyak jenis mata. Dan setiap mata, memiliki keistimewaan tersendiri. Allah menciptakan mata dengan berbagai jenis dan fungsinya. Ada mata yang benar-benar mata, ada mata sebagai sebuah kiasan, dan ada mata yang menjadi mata-mata. 
Mata berfungsi untuk melihat, memperhatikan, menilik, memandang dan mengamati. Dan mata tidak hanya berhenti pada sebuah penglihat saja, tetapi ia akan berdampak pada hati dan pikiran, juga pada kinerja atau aktifitas seseorang. Allah mengajari manusia dengan banyak memperhatikan berbagai macam jenis mata, baik mata manusia, hewan, tumbuhan atau mata air.   

Sebagai amsal adalah empat jenis mata. Dua mata dari jenis serangga (hewan), mata lebah dan mata lalat. Dan dua mata dari jenis manusia;   Mata Najwa, bukan pada personalnya, tetapi lebih kepada acaranya. Dan mata wasit. Membincang empat mata di atas, hanyalah sebuah gambaran sederhana saja, gambaran manusia dalam memandang sesuatu dan akibatnya.   

"Ustadz, kehidupan orang itu (dia menyebut seseorang) tidak pernah bahagia dan selalu gelisah" ucap teman yang menemani saya di salah satu meja makam di Brunei Darussalam. "Karena matanya, seperti mata lalat, bukan mata lebah" tambahnya. Dia sepertinya agak kesel pada seseorang yang setiap harinya hanya membicarakan kejelekan orang lain. Dia curhat, banyak orang yang menjelek-jelekkan negaranya, walau setiap hari makan dan minum dari hasil buminya. Dan pemerintah tidak pernah ada baiknya, semua yang dilakukan salah dan buruk. 

Dengan curhatan itu, saya jadi teringat empat jenis mata di atas. Perbedaan lebah dengan lalat. Lebah memiliki dua mata yang terletak di kedua sisi kepalanya. Kedua mata lebah dapat digunakan untuk melihat dengan jarak jauh serta dapat membedakan berbagai warna kecuali warna merah, dan juga digunakan untuk melihat sesuatu dengan jarak dekat. Sedangkan lalat melihat sesuatu dengan cara yang berbeda dari cara seseorang melihat sesuatu, dan lalat memiliki sel saraf khusus yang disebut sel fs yang menentukan pergerakan dan lokasi yang tepat (Mas'ud Masyal)

Apa perbedaan antara mata lebah dan mata lalat?, lebah memiliki mata yang sensitif yang hanya melihat bunga-bunga indah, dan ia hanya hinggap pada apa yang dilihatnya indah dan menakjubkan. Jadi ia memilih bunga terindah untuk mendarat di atasnya. Sedangkan lalat punya kepekaan tersendiri dan memiliki cara memandang dan lebih peka lebih daripada mata lebah, tetapi ia hanya mendarat pada hal-hal terkecil, ia meninggalkan segala sesuatu yang indah dan berukuran besar, dan hinggap pada sesuatu yang kotor, walau ukurannya kecil.

Ini menarik. Di sekitar kita, dan bahkan dalam kehidupan kita. Kita tinggal memilih, mau menjadi mata lebah atau mata lalat. Tidak sedikit  yang memilih menjadi mata lalat, selalu mencari kekurangan, kotoran, keburukan orang lain atau keburukan yang terjadi disekitarnya. Diteliti, dibahas, dikaji dan disebarkan. Maka, yang terlihat adalah keburukan dan kekurangannya. Walau, tidak sedikit bahkan mungkin masih lebih banyak kebaikannya. 

Ada seseorang yang menjadi mata lebah. Memandang sesuatu dengan kacamata positif, kebaikan, dan keindahan. Sehingga melihat sesuatu, akan selalu ia maknai dari kacamata keindahan. Karena, dirinya adalah sosok yang indah. Melihat non jauh ke depan, hal-hal besar, walau tidak meninggalkan yang kecil. Semua warna ia mampu menerimanya, mendapatkan warna hitam, ia padukan dengan warna lainnya menjadi warna yang artistik. 

Ada beberapa orang yang meninggal kehidupan indah, kesuksesan yang indah, dan matanya menjadi lalat. Setiap melihat keindahan, ia buang jauh-jauh, karena dalam pikirannya adalah keburukan. Bukan untuk zuhud, tetapi pikirannya sudah kalah dan tertutup oleh suudhan. Setiap orang menjulurkan kebaikan, dinilai politis, ada maunya dan seterusnya. Hidup, memang penuh dengan teka-teki, tetapi cara pandang menentukan masa depan. 

Bagaimana dengan Mata Wasit dan mata Najwah? Lah, ini yang saya tunggu dari pada pembaca untuk komentar. 🤩. Kalau mata wasit, sangat awas melihat kesalahan, dan ada dua warna yang dikeluarkan, kuning dan merah. Ia bukan melihat kelebihan (walau nantinya ada nilai untuk para pemain yang bermain bagus), tetapi di lapangan dia hanya akan mencari kesalahan, benarkah?🤩. Bagaimana dengan Mata Najwah?

Tutong Brunei Darussalam, 23 Des 2022

Kamis, 22 Desember 2022

Asal kata Umm (Ibu) dalam bahasa Arab

Halimi Zuhdy

Mama, umah, ummi, mam, mimi memiliki kemiripan ucapan, dan memiliki kesamaan arti, yaitu ibu. Kata "mama" dalam berbagai bahasa terdapat kesamaan ucapan dan memiliki arti yang sama. Dan dalam banyak bahasa, sebutan untuk ibu ada konsonan yang berhubungan dengan "bibir", seperti umm, ibu, mama, brother, emmbuk, mamak, emmak. 
Di antara sebabnya adalah karena anak yang lahir pertama kali yang dikenal adalah susu ibu (puting). Anak kecil ketika mengeluarkan suara  dengan bibir tertutup, disebut labial sounds, seperti untuk suara /m/ /p/ /b/. Ada usaha untuk  suara yang muncul adalah ‘mmm’ dan kemudian dengan mulut terbuka akan keluar suara ‘ah’. Lama kelamaan ada terjadi pengulangan (babbling) dan terbentuk ‘ma-ma’, ‘pa-pa’ dan kata yang mirip dengannya (Lilian, patahtumbuh).

Bagaiman dengan umm (ibu) dalam bahasa Arab. Apa makna asal dari kata ini?. Imama Khalil dalam Al-Ain yang dinukil Al-Fairuzi, bahwa setiap sesuatu yang bersumber darinya, maka disebut dengan "Umm". Sayyidah Hawwa' (orang meyebutnya dengan Siti Hawa), disebut dengan Ummuna (Ibu Kita). Dan Al-Qur'an sebagai sumber keagmaan dan sumber dari berbagai ilmu pengetahuan disebut dengan Umm Al-Kitab (Induk Kitab). 

Al-Umm juga bermakna asal (Al-Ashl). Asal segala sesuatu. (Al-Ain, 8/424) sebagaimana dalam Tasfir Istiqaqy yang dikuti dari Khalil. Umm, ummaha (أمهة) dengan Ummahat (امهات). Maka, kata Umat, adalah suatu bangsa, atau kelompok yang berasal dari satu kesamaan, baik agama, zaman, atau tempat. 

Umm disebut ibu, karena ia merupakan dari asal keluarnya seorang anak. Dan dari rahimnya tumbuh cabang seorang bayi. Maka, ibu disebut dengan umm (Alsh). Dan umm juga disebut dengan majmak (tempat berkumpul), ibu tempat atau awal bertumbuhnya seorang anak. Juga disebut dengan Al-Marji (tempat kembali), karena ibu tempat paling indah dan paling nyaman untuk tempat kembali, mengeluh, dan mengaduh. 

Bandar Seri Begawan, 22 Desember 2022

Menilik Asal Kata "Brunei Darussalam"

Halimi Zuhdy

Brunei Darussalam. Brunei mirip kata Borneo. Borneo adalah sebutan lain dari Kalimantan, salah kepulauan yang ada di Indonesia. Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia. Dan pulau ini ditempati tiga negara; Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam. Berarti Brunai adalah Kalimantan. Dan negara Brunai Darussalam berada dikawasan atau pulau Kalimantan. 
Dalam Al-Ma'rifah, kata Brunei adalah derivasi dari kata Varunai, bahasa Sangsekerta yang bermakna pelaut. Dalam catatan lisan Syair Awang Semaun kata Brunai dari kata "baru nai" yang bermakna "tempat yang sangat baik". Kata baru nai muncul setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru.

Setelah menemukan kawasan atau lokasi Brunai yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka keluarlah kata "baru nai", kalimat takjub atas keindahannya, tempat yang sangat baik, dan sangat cocok untuk dibuat sebuah negeri. Dan kata negare yang juga digunakan sebagai Negare Brunai Darussalaam, dari bahasa Sangsekerta yang artinya negara atau kota.

Darussalam bermakna rumah kedamaian, negeri yang damai, tempat yang aman dan damai. Brunai Darussalam adalah negara aman sentosa. 

Insyallah beberapa hari ke depan akan menilik beberapa tradisi Negeri Brunai Darussalam. 

***
Kampong Kiulap Gadong Brunei Darussalam
18 Desember 2022

Rabu, 21 Desember 2022

Aksara Jawi yang Masih Bertahan di Brunei Darussalam


 -Syiar Bahasa Arab dan Islam

Halimi Zuhdy

Fenomena aksara Jawi termasuk unik. Selain dari katanya "Jawi" juga tempat dimana istilah ini tumbuh. Jawi, saya kira berasal dari kata Jawa, yaitu sebuah pulau di Indonesia yang terletak di kepulauan Sunda Besar, yang menyebar di beberapa provinsi di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Jogjakarta. Ternyata, sangkaan saya "kurang tepat". Karena ada yang membedakan antara Jawi dan Jawa. 
Istilah "Jawi" menyebar di Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam. Dan bentuk aksara Jawi adalah mirip aksara Pegon di Indonesia. Sedangkan tulisan Jawa yang kita kenal, adalah berupa Hanacaraka (ꦲꦤꦕꦫꦏ) dan Carakan (ꦕꦫꦏꦤ꧀). Aksara ini banyak digunakan di Nusantara, seperti Aksara Sunda, Sasak dan Bali. Dalam beberapa catatan, bahwa aksara Jawa berasal dari India dari Suku Shaka.

Terus, apa perbedaan aksara Jawi, Jawa dan Pegon?. Dalam beberapa pendapat, kata "Jawi" berasal dari bahasa Arab "Jawah", dan dari beberapa catatan yang ada, bahwa kata ini pernah ditulis Ibnu Bathutah (Maroko) yang menyebut Sumatera dengan kata "Al-Jawah". Dan kata Jawi dari kata Javadwipa, yaitu merujuk pada daerah Asia Tenggara pada masa lalu. Maka Jawi (Java), tidak hanya orang-orang Jawa tetapi kawasan Asia Tenggara; Bangsa Melayu, Pattani, Philipina, Aceh, Sundah, Minangkabau, Bugis, dan lainnya. Hal ini, dibuktikan dengan penyematan nama ulama, Syekh Abdurrauf bin Al-Jawi Al-Fansuri dan beberapa nama ulama masyhur lainnya, yang bukan berasal dari kepulauan Jawa (sekarang). 

Aksara Jawi, atau Abjad Jawi, ada pula yang menyebutnya dengan abjad Arab-Melayu, abjad Yawi, tulisan Melayu, adalah tulisan yang berbasis abjad  (aksara) Arab. Dan tulisan ini digunakan dalam penggunaan teks bahasa Melayu dan beberapa bahasa lainnya, seperti Palembang, Aceh, Minangkabau, Banjar, Betawi dan beberapa bahasa lainnya yang ada di Nusantara. 

Aksara Jawi ini muncul sekitar tahun 1400-an di tanah Nusantara (dalam Kitab yang baru saya dapat dari UNiSSA, Al-Kitabah bil al-Huruf Al-Arabiyah). Dan hal ini dibuktikan dengan beberapa nisan yang bertuliskan aksara Jawi. Sejak awal kemunculan Islam di Tanah Arab, barang-barang nusantara seperti rempah-rempah dan kapur barus mendapatkan perhatian istimewa pada waktu itu, orang Arab menyebut orang Melayu dengan Orang Jawi.

Sebelum aksara Arab dan kemudian menjadi nama tulisan "Jawi" diperkenalkan pada masyarakat Melayu. Terdapat bahasa Sanskrit (pallava) yang memainkan peranan penting terutama di kalangan bangsawan. Tetapi, kemudian berjalannya waktu, aksara ini terkikis dan hilang. Di antara sebabnya karena penggunaan bahasa Sanskrit hanya digunakan kalangan bangsawan saja (M.Sahrin).


Masa keemasan aksara Jawi, pada tahun 1500-1800 orang-orang Nusantara (terutama Melayu), melihat bahwa tulisan Jawi sangat penting untuk digalakkan dan disiarkan, karena tulisan ini sebagai gerbang pada pemahaman Islam dan Al-Qur'an. Dan aksara Jawi merupakan faktor utama yang memungkinkan bangkitnya Bahasa Melayu di samping penyebaran agama Islam. Dan tulisan Jawi digunakan secara luas di beberapa daerah, seperti Kesultanan Malaka, Johor, Brunei, Sulu, Pattani, Aceh dan Ternate pada awal Abad ke-15 untuk surat menyurat, titah diraja, pemerintahan, puisi (syair), komunikasi dalam dunia perdagangan dan hubungan diplomasi.

Tulisan Jawi di Brunei mengalami kemunduran di kalangan masyarakat umum, setelah datangnya penjajah Inggris pada abad ke-19, dan digantikan dengan tulisan Rumi (latin) yang banyak digunakan dalam diplomasi dan hubungan resmi pemerintahan. Dan berjalannya waktu, aksara Jawi hanyalah dianggap tulisan agama. Dan ini juga mungkin yang terjadi di Indonesia, tulisan Pegon hanya dianggap tulisan untuk pengajaran di pesantren, sekolah agama, dan interaksi keagamaan Islam. Dan dari sinilah, tulisan Jawi di Brunai mengalami kemunduran, karena masyarakat mulai berpaling pada tulisan Rumi. Bahasa Inggris mulai marak dan berkembang pesat. Sedangkan bahasa Arab, masih berjalan di tempat. 

Menariknya, di Brunei Darussalam, walau aksara Jawi terus menurut sejak kedatangan Inggris, tetapi ia masih bertahan dan tetap digunakan dalam urusan resmi, dan tulisan Jawi sebagai korespondensi dalam membuka jalan kepada kemerdekaan Brunei. Seperti Undang-undang Tafsiran 1959, Perintah Perlembagaan 1959 dan 1960, dan dalam teks kemerdekaan Brunei pada 1 Januari 1984 ditulis dengan tulisan Jawi, di samping tulisan rumi dan terjemahan dalam Inggris. 


Dan sampai detik ini, tulisan Jawi menjadi tulisan resmi, baik dalam bidang kementerian dan jabatan kerajaan, acara adat, logi, surat-menyurat, nama jalan, nama sekolah, jabatan dan lainnya, dengan disertai tulisan rumi. Tulisan Jawi, adalah sebuah keharusan di Brunei. Walau tulisan rumi juga terus berkembang.  

 "Kita tidak mahu untuk kehilangan tulisan Jawi sebab inilah satu-satunya yang agung dan besar dari warisan yang masih tinggal yang boleh kita banggakan. Kehilangan tulisan Jawi akan banyak menjejaskan kepentingan kita seperti pudarnya semangat nasional dan binasanya agama karena fungsi tulisan itu juga mendukung kedua-dua perkara tersebut" (dalam Pelita Brunei, Tulisan Jawi Sebagai Khazanah dan Warisan Bangsa).

***
Bagaimana dengan tulisan Pegon (Indonesia)?, Mengapa dinamakan Pegon, tidak Jawi, dan mengapa nama tulisan "Jawi" lebih dikenal di luar kepulauan Jawa dari pada di Jawa (sekarang).?

Pegon yang berasal dari kata Jawa "Pego" yang berarti menyimpang sudah sangat banyak dikaji, dan menarik untuk terus dilestarikan. Adakah perbedaan antara tulisan Jawi dan Pegon? Wah, butuh waktu menuliskannya. 
Gadong, Negara Brunei Darussalam, 20 Desember 2022

***
Berikut beberapa aksara Jawi yang penulis ambil di tempat umum. Dan tulisan "Jawi" diwajibkan sebagai tulisan di negeri Brunei, walau disertai dengan bahasa rumi dan bahasa Inggris.


_Kajian-kajian Al-Qur'an, Mukjizat Al-Quran, Balaghah, Sastra Arab, Turast Islamiyah, Keagamaan,  Kajian Bahasa dan asal Muasal Bahasa, dan lainnya._

🌎 www.halimizuhdy.com
🎞️ YouTube *Lil Jamik*
📲  Facebook *Halimi Zuhdy*
📷 IG *Halimizuhdy3011*
🐦 Twitter *Halimi Zuhdy*

Senin, 19 Desember 2022

Belajar dari Kegagalan Argentina dan Menjadi Kampium 2022

Halimi Zuhdy

“Tragis” kalimat yang muncul dari beberapa nitezen, ketika Argentina takluk dari Saudi Arabia. Sebaliknya Saudi Arabia yang tidak terlalu diunggulkan, menjadi perbincangan dunia. Warga Saudi Arabia bersukacita, sedangkan tim berjuluk La Albiceleste berduka cita.
Tim asuhan Lionel Scaloni itu menempati Grup C bersama Polandia, Meksiko, dan Arab Saud sempat diragukan untuk sampai pada fase berikutnya. Tetapi skuad ini terus bertahan dan bangkit, Meksiko dan Polandia ditaklukkan. Berikutnya Australia digasak, pada perempat final Argentina mengalahkan Belanda, dan Kroasia pun takluk 3-0 dari kaki Skuad La Albiceleste di semifinal.

Berbeda dengan Skuad Prancis kemenangan demi kemenangan diraih dari awal, walau sempat kalah dengan Tunisia tapi Les Bleus sudah dipastikan lolos dari fase grup. Dan ia terus melaju, Marokko yang dianggap tim keajaiban pun tak dikasih ampun oleh Prancis. Argentina gagal di awal, dengan kesedihan yang mendera, dan terus belajar dari kegagalannya. Seakan-akan Argentian menganjarkan pada semua orang, bahwa kepedikan itu tidak selamanya. “Mendingan perih di awal dan mendapatkan berbagai nutrisi, dari pada tak pernah gagal terus terpuruk”, seakan-akan Leoni Messi berbisik tadi malam di telinga saya, walau tidak sempat menyaksikan perhelatan besar tadi malam karena kelelahan dari perjanalan Indonesia Brunai Darussalam.

Semua orang pasti akan menyambut datangnya sukses dengan tangan terbuka. Sebaliknya, banyak orang akan berusaha agar tidak mengalami kegagalan.

Kenyataannya, sukses dan gagal merupakan "satu paket" yang tidak bisa dipisahkan. Lalu, mengapa kita harus takut pada kegagalan? Yang perlu kita ketahui adalah apa yang harus kita lakukan ketika kegagalan datang. Simak yang berikut.

Jika kita sadar bahwa kegagalan itu merupakan bagian dari sukses dan kegagalan merupakan guru yang terbaik, maka kita tidak akan takut ketika kegagalan datang.

Hidup kita seolah berada di sebuah perahu yang berada di tengah samudra luas. Perlu perjuangan untuk membuat perahu tersebut melaju menuju pulau impian yang kita tuju. Jika tidak, Perahu hanya akan terombang-ambing entah kemana. Kita perlu terus menjadikan Perahu bergerak dan mengarahkannya ke arah pulau impian kita. Namun, kadang badai datang, membuat Perahu kita oleng bahkan hampir tenggelam. Namun perahu kehidupan memiliki sebuah keajaiban. 

Perahu kehidupan tidak akan pernah tenggelam selama kita memiliki harapan. Oleng mungkin tetapi tenggelam tidak jika kita masih memiliki harapan bahwa kita akan sampai ke tujuan yang kita impikan. Jika badai begitu lama menggoncang perahu kita, jangan pernah menyerah, karena menyerah adalah satu cara pasti perahu kita tenggelam. Harapan, membuat perahu kita tidak akan pernah hancur dihantam gelombang dan tidak akan membuat perahu kita karam.

Lalu, dari mana datangnya harapan? Harapan ada pada diri kita, sebab tidak ada badai yang melebihi kekuatan diri kita. Sebesar-besarnya badai masih dibawah kemampuan kita semua.

Tuhan telah memberikan kekuatan yang sangat dahsyat pada diri kita atau mendatangkan badai yang besarnya masih ada dibawah kemampuan kita. Tuhan tidak pernah memberikan cobaan yang melebihi kemampuan kita.Jagalah harapan bahwa selalu ada jalan keluar. Yakinlah bahwa kita bisa bertahan.

Pasti ada sesuatu hikmah besar dibalik kesulitan yang kita hadapi. Semakin besar kesulitan, mungkin semakin besar dan bernilai hikmah yang akan kita dapatkan nanti.

Jagalah harapan, karena badai pasti berlalu, dan yakinlah pada badai yang datang menghampiri kita adalah sebuah media pelatihan diri untuk mencapai apa yang kita inginkan.

Orang tidak akan pintar jika tidak di latih, dan Badai yang menghampiri hidup kita adalah media pendidikan yang tepat, yang dikirim tuhan agar kita siap untuk menajadi sukses, Tidak ada orang pintar tanpa pendidikan, Tidak Ada orang yang bisa menyanyi tanpa latihan, Burung Elang yang perkasa tidak akan bisa terbang tinggi tanpa terjatuh.Maka Persiapkan Perahu kita untuk dapat menembus Badai Kehidupan yang akan menerjang kita dari arah yang tidak bisa di prediksi. Karena biasanya setelah badai akan ada hari yang indah. Walau terkadang jawaban dari tuhan tidak seperti yang kita harapkan, tetapi keindahan akan kita dapatkan jika kita menyadarinya.

"Aku akan datang lagi dengan semangat raksasa" kata Kylian Mbappe penyerang Prancis, "Siap, Aku akan temani" jawab Youssef En-Nesyri pemain Marokko. 

Brunai Darussalam, 19 Desember 2022

Jumat, 16 Desember 2022

Rahasia Ranjang


-Menilik Asal kata Sarir (ranjang)

Halimi Zuhdy

3000 SM, Mesir Kuno  menemukan berbagai teknologi di antaranya adalah ranjang tempat tidur dengan dua kaki seperti kaki binatang. (Khleej)
Dulu, manusia tidur di atas alas sederhana, seperti dedaunan, tumpukan rumput yang dikeringkan, bebatuan yang disusun rapi dan lainnya. Dan berjalannya waktu, ranjang atau dipan menjadi salah satu tempat tidur manusia. Tempat tidur mempunyai sejarah panjang, dan memiliki banyak makna dan falsafah dalam kehidupan, ia tidak hanya sebuah dipan/ranjang dengan berbagai jenis dan bentuknya. 

Yang menarik, kata ranjang/dipan/tempat tidur dalam bahasa Arab adalah sarir (سرير). Kalau ditilik dari ilmu fiqh al-lughah dalam istiqaq lughah (derivasi bahasa), maka kata sarir dekat dengan kata sir (rahasia), surur (bahagia), sarirah (perasaan, niat, batin), sarir (singgasana), sarir (pasir di atas bukit), dan kata-kata lainnya. 

Mengapa sarir (ranjang) dinamakan sarir?. Ada beberapa pendapat, di antaranya adalah "La tatakallam 'ani sarir, lianna fihi sir!, Jangan berbicara tentang apa yang terjadi di ranjang, karena di dalamnya penuh rahasia. Dalam Islam, bagi suami istri dilarang keras berbicara tentang hubungan ranjang. "Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukannya disisi Allah pada hari kiamat kelak adalah seorang laki-laki yang mengetahui rahasia istrinya atau seorang istri yang mengetahui rahasia suaminya kemudian menceritakan rasa itu kepada orang lain." (HR Muslim dan Ahmad). Sabda Nabi di atas dari Abu Sa'id RA. Dalam hadis lain, keduanya diumpamakan syaitan laki-laki dan perempuan di mana salah satu dari mereka bertemu pasangannya di tengah jalan lalu buang air besar di sana, sedangkan orang-orang tengah melihat kepadanya." (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud).

Keasyikan di atas ranjang tidak boleh diumbar atau dibicarakan pada orang lain, cukuplah kenikmatannya dirasakan berdua dan menjadi rahasia keindahannya. Selain berdosa, akan menimbulkan aib atau syahwat untuk orang lain. Maka, ranjang dinamakan sarir, karena di dalamnya ada sir (rahasia) berdua, yang tidak boleh disiarkan pada khalayak. Apalagi beberapa tahun terakhir, tidak hanya dibicarakan, tetapi menjadi konsumsi umum dengan berbagai bentuknya di berbagai media. Na'udzubillah.

Ada pula yang berpendapat, bahwa sarir dari kata surur yaitu kegembiraan dan kebahagiaan. 
قيل سمي(السرير) بهذا الاسم ﻷنه يجلب لمن يستعمله أسباب السرور
Ranjang di antara sebab kebahagiaan seseorang setelah menikmatinya. Dan membuat seseorang bahagia setelah berada di atas ranjang. Atau dari kata masarrah (kebahagiaan), yaitu menjadikan senang orang lain, atau ketenangan dalam hidup. 

Ada juga pendapat lainnya, tentang sarir (ranjang), bahwa sarir pada awalnya adalah dua ranjang yang berada di kamar tidur, dengan bentuk dan ukuran yang berbeda, kemudian dijadikan satu, maka kemudian disebut dengan sarir. 

Allahu'alam bishawab

Rabu, 14 Desember 2022

Bola itu Bundar Tuan!

- Hidup silih berganti 

Halimi Zuhdy

Kroasia meruntuhkan harapan Brazil. Tak disangka!Benar, tak disangka. Ya begitulah hidup. Hidup laksana bola. Bola laksana hidup. Selalu berputar. Bila bentuk sesuatu itu bundar, maka ia akan terus berputar, maka harus selalu yakin untuk bisa bangkit dalam keterpurukan. Dan jangan sombong atas kejayaan. Dunia itu bundar tuan!. 

Masih tak percaya pada takdir?. Atau terlalu yakin pada kekuatan?, Saya yakin keduanya sama-sama percaya diri menatap juara. Sama-sama punya kekuatan. Sama-sama punya pemain hebat. Sama-sama berpengalaman. Dan para pemainnya, juga pernah mencicip Piala Dunia sebelumnya. Kroasia dan Brazil, sama-sama hebat. Dan Kroasia tidak pernah takluk pada Brazil. Tapi apa yang terjadi?. Brazil menangis. Neymar tak mampu mengangkat wajahnya, ia terkapar menangis. Satu gol yang disarangkan di gawang Livacovik, seakan tak berarti. 

Bola memang penuh kejutan. Selalu ada keyakinan dalam keterpurukan, dan tak perlu ada jumawa dalam kemenangan. Semuanya bisa berbalik. Demikian dengan kehidupan. “Watilkal Ayyamu Nudawiluha Bainannas”, Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). QS. Ali Imran, 140.
Tidak perlu berlama-lama menangis. Karena jarum jam terus berdetak. Menjauh dari kesedihan. Meninggalkan segala masa. Menatap masa depan yang lebih indah, adalah lebih baik. Dari pada menyesalkan sejarah keterpurukan. Yang tidak akan pernah usai.  Mengingat-ingat masa kejayaan hanyalah untuk motivasi hidup, bukan untuk sebuah alasan, pernah hebat.   

 Memang sejarah akan selalu berubah. Tiada yang abadi dan kekal, kecuali yang Maha Kekal. Tetapi, berusaha mengabadikan kebaikan adalah sebuah anjuran. Bukan kemudian harus terulang, tetapi usaha dari sebuah kebaikan adalah kebaikan, urusan hasil hanyalah Allah yang menentukan.

“Belajar pada sejarah”, karena sejarah akan selalu berulang. Seperti sejarah Qabil dan Habil akan terus terulang setiap masa, tetapi berusaha untuk tidak menjadi Qabil adalah bagian dari ikhtiyar terbaik. Masihkan tidak percaya takdir?!.

Tangis Umar dan Kisah Pria yang Makan dengan Tangan Kiri

Halimi Zuhdy

“Umar Keras”, “Umar Kasar” kalimat-kalimat itu tertancap dalam pikiran banyak anak kecil. Mungkin bukan hanya saya, tetapi banyak umat Muslim melihat Sayyidah Umar adalah orang yang keras. Tapi, bahasa yang digunakan mungkin bukan kasar, tapi “tegas”. Banyak kisah tentang ketegasan Umar bin Khattab, sampai-sampai orang menganggap ia sangat keras atau kasar. Maka beliau dijuluki al-Hafas, seorang yang tegas dalam pendirian. Juga dijuluki Asadullah, singa Allah. 
Dan dalam banyak kisah, bila sebuah tempat ditulis nama “Umar Al-Faruq”, maka jin dan syaithan tidak akan berani masuk ke rumah atau ke suatu tempat yang ada namanya. Betapa menakutkannya Umar bagi yang berpikir bahwa Sayyidina Umar keras dan kasar. Sebenarnya, Sayyidina Umar tidak kasar!, Beliau itu sangat lembut, perasa, dan sederhana. Beliau itu tegas, bukan kasar, “Saya lebih lembut dari semua orang, bagi mereka yang berpegang teguh pada agama dan berbuat adil” kata Sayyidana Umar bin Khattab.

Di antara kisah kelembutannya, diceritakan oleh sejarawan bahwa Umar bin Al-Khattab dikenal orang yang sangat tegas dan kuat, tetapi sangat lembut. Suatu hari, Beliau sedang menyiapkan jamuan makan untuk orang-orang Madinah. Dan ketika Umar berkeliling di antara meja-meja makan itu, Umar melihat seorang laki-laki makan dengan tangan kirinya, kemudian beliau mendekatinya dari belakang, dan berkata: “Wahai Abdullah, makanlah dengan tangan kananmu” (dengan nada yang tinggi). Laki-laki itu menjawab: "Wahai Abdullah, tangan ini lagi sibuk". Umar mengulangi kalimat itu dua kali dan pria itu menjawabnya dengan jawaban yang sama. !! 'Umar berkata kepadanya, "Apa kesibukan tanganmu?" Pria itu menjawabnya: “Saya terluka pada saat perang Mu'tah dan saya tidak dapat menggerakkan tangan kanan saya". Umar terduduk dan menangis, kemudian bertanya kepadanya: “Siapa yang membantumu berwudhu?, Siapa yang mencuci pakaianmu? Dan siapa yang mengeramasi rambutmu?” dan berbagai pertanyaan lainnya. (Kitab “al-Astar” karya Qadhi Abi Yusuf).

Setiap kali Umar bertanya, air matanya jatuh, ia benar-benar sedih dan mungkin menyesal. Kemudian Umar menyuruh seorang pelayan untuk membantunya, dan memohon maaf atas kejadian yang telah berlalu, menegur seorang laki-laki tadi sampai tiga kali. Ketika orang-orang melihat kejadian itu, mereka berkata “JazaAllah Umar ‘an Ra’iyatihi Khairan”. Mereka berdecak kagum atas apa yang telah dilakukan Sayyidina Umar. 

Umar tidak bersalah dengan pertanyaan pada laki-laki yang makan dengan tangan kiri, karena Rasulullah sangat tegas bagi orang yang makan dan minum dengan tangan kiri, dari Jabir radhiallahu’anhu, ia berkata Rasulullah shallahu a'laihi wassalam bersabda: Janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kiri. HR Muslim. Sampai-sampai Umar bin Khattab menegur lak-laki tadi, karena mendengar hadis dari Rasulullah yang sangat tegas, belum lagi kisah seseorang yang tidak mampu memasukkan tangangannya kemulutnya gegara ditegur oleh Nabi karena ia makan dengan tangan kiri, “Saya tidak bisa makan dengan tangan kanan saya wahai Rasul”, maka Nabi pun mengeluarkan satu kalimat “Kalau begitu maka tidak akan bisa tangan kanan mu sampai ke mulut”. Ini salah satu kalimat yang keluar dari lisan yang suci yaitu Baginda Nabi Kita Muhammad. 

Umar yang benar-benar mengerti apa yang disampaikan Rasulullah dengan makan dan minum tidak boleh menggunakan tangan kiri, dan kemudian menegur laki-laki tersebut, tetapi karena Umar tidak paham apa yang terjadi dengan laki-laki tersebut, beliau minta maaf dengan air mata yang bercucuran kemudian meminta orang untuk melayani laki-laki tersebut. Sebuah keperibadian yang sangat lembut, tegas bukan kasar. Seseorang yang punya otoritas, dan ketegasan tetapi lebih dari sutra. Inilah Sayyidah Umar bin Khattab, yang dijuluki dengan Al-Faiz, orang yang cerdas. Allahu’alam bishawab.

#NoMakanKiri #NoMinumKiri #MakantanganKanan

Jumat, 02 Desember 2022

Menilik Jejak Syekh Abdurrauf bin Ali al-Fansuri as-Singkili (Syiah Kuala)


#Edisi6Aceh

Halimi Zuhdy

Beruntung dapat menjejakkan kaki di tanah Kuala, tempat syekh Abdurrahman Al-Fansuri dikebumikan. Titik 0 Sabang Aceh, terlihat dari kejauhan. Ingin sekali menapakinya, tapi waktu belum mengizinkan. 
Syekh Abdurrauf penerjemah Al-Qur'an berbahasa Melayu "Tarjuman al-Mustafid", kitab ini merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu. Beliau juga pengarang Kitab Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, karya di bidang fiqh atau hukum Islam dan masih banyak karya-karya lainnya, dalam berbagai bidang keilmuan, terutama Fiqih, Tasawuf, terjemahan kitab.

Sore, tanggal 28 November 2022, mobil memasuki kawasan makam Syekh As-Singkili, banyak anak-anak kecil yang lagi digendong oleh ibunya, ada pula yang lagi di ayun-ayun di rumah panggung di kelilingi beberapa orang. Apa yang saya saksikan agak unik, kok banyak anak kecil di tempat ziarah makam. 
Penasaran pun tak mampu saya pendam, "Ustadz, di sini kok banyak orang membawa anak kecil, ada pula santri yang lalu lalang? Apakah di sini ada pesantren?" Tanyaku pada Dr. Zilkhair. "Di sini banyak orang yang selametan, atau menuikan hajatnya, biasanya ada orang yang ingin punya anak laki-laki atau perempuan dan diniatkan ziarah, kemudian terkabul, mereka ke tempat ini. Ada juga santri-santri yang mau ziarah, pamet pulang, terkadang ke sini juga" jawab Dr. Zulkhair, mantan Kaprodi BSA UIN Arraniri ini.

Saya memasuki ruang makam, salam pun saya haturkan. Sepi. Hanya ada satu orang yang lagi membaca Al-Qur'an. Di dalam ruangan yang sangat luas, ada makam yang cukup panjang dengan balutan kain hijau. Di dalamnya adalah Syekh Aminudin Abdur Rauf bin eAli al-Jawi Tsumal Fansuri as-Singkili. Nama asli dari Abdurrauf. Di sekelilingnya terdapat beberapa makam yang ukurannya juga panjang-panjang, demikian juga nisannya. Kata juru kunci yang saya temui, di sekelilingnya adalah para murid beliau. 

Daerah Makam Syekh Abdurrauf ini, termasuk daerah gempuran tsunami hebat, tetapi beberapa bangunan dan juga makam beliu masih tidak rusak, hanya beberapa bangunan yang berada di luar makam beliau. Entah apa namanya, tapi ini sebuah pembelajaran dan ibrah bagi yang hidup. 

Keluarga Syekh As-singkili, diperkirakan berada di Aceh pada abad ke- 13 Masehi. Dan ada banyak berbeda pendapat terkait asal beliau, ada yang berpendapat dari Arab, ada pula Persia, juga ada pendapat yang lain dari beliau pribumi asli. Dalam catatan sejarah, beliau wafat pada usia 73 di desa Deyah Raya kecamatan Kuala. 

Banyak cerita tentang sang Syekh. Seorang tokoh yang sangat berpengaruh, penyebar agama di Sumatera dan Nusantara.

29 November 2022

Kamis, 01 Desember 2022

Hikmah di Balik Tiket Hangus


- dari UIN Ar-Raniri ke Syekh As-Singkili

# Edisi 4

Halimi Zuhdy

“Mendapatkan hal yang buruk dengan pikiran positif, jauh lebih baik dari mendapatkan keindahan dengan hati yang negatif” Kalimat penutup hari ini.
Kebahagiaan bukan dari apa yang telah kita raih, tapi kebahagiaan itu apabila kita menikmati setiap apa yang terjadi dengan mengucapkan “Al-Hamdulillahi ala kulli hal, segala puji bagi Allah dalam segala keadaan”. 

Di sela-sela percakapan kami di warung kopi pagi sebelum ke kampus UIN Ar-Raniri, tiba-tiba ustadz Sumardi, Kaprodi BSA UIN Ar-Raniri nyeletuk, “Untunglah ustadz, ustadz tidak jadi berangkat kemarin, karena dari pagi sampai sore listrik di Fakultas padam, andai ustadz hadir, juga tidak bisa menyampaikan kuliah”. 
Lah, mengapa semuanya menyatakan untung?. Karena yang dicari adalah hal positif, bukan negatif. Tidak menyalahkan keadaan, tetapi membawa keadaan pada suasana yang paling indah, dan yang paling membahagiakan ketika kita berkumpul dengan para dosen dan mahasiswa di ruang-ruang intelektual, dan asyik masyuk dengan dengan dunia akademik.

Tak ada lagi yang dipikirkan kecuali bercengkerama tentang ilmu pengetahuan. Sampai-sampai waktu seperti kilat, tak terasa dari pagi sampai sore berada di Kampus Hijau, kampus yang dipenuhi dengan pepohonan indah dan rindang. Di tengah-tengahnya terdapat rumah adat Aceh, “Ustadz, kalau ada Rektor dari luar Aceh ke kampus ini, kita bawa ke tempat ini” kata Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Aceh, Dr. Syaifuddin. Hatiku tersentak, ini bukan Rektor yang datang?, hanyalah dosen biasa.
Saya mulai naik ke rumah adat Aceh dengan rasa senang campur haru. Di sana sudah menunggu dosen-dosen Bahasa dan Sastra Arab UIN Ar-Raniri Aceh, dengan beberapa pejabat Fakultas. Saya ditunjuki benda-benda masa lalu, dari uang kuno, senjata, peralatan dapur, ruang tidur, ruang rias dan banyak lainnya. Dan yang istimewa, kita makan nasi Aceh dengan cerita-cerita yang sangat asyik. Terima kasih Aceh.

“Ustadz, nanti setelah Maghrib mengisi pengajian di Masjid Jami’ As-Shalihi?!” kata Bapak Dekan. Saya tidak bisa mengelak, apalagi seorang tamu yang datang dari non jauh, Malang. Dalam hati, kapan saya jalan-jalannya?, tetapi saya tidak menanyakan, karena pasti saya diajak jalan-jalan walau hanya sebentar. Eh, tiba-tiba saya ditanya oleh Dr. Zulkhair, Dr. Zullifah, dan Dakatir lainnya, “Ustadz mau kemana, akan kami antar?!”. 

Hati ini sangat Bahagia sekali. “Saya ingin ziarah ke Syekh Ar-raniri, Syekh Abdurrauf Al-Fansuri, Syekh, Syekh Hamzah Al-Fansuri, dan mungkin ke kapal tsunami?!” saya mencoba bernegosiasi dengan para asatidz. “Maaf ustadz, Sykeh Ar-Raniri, makamnya tidak di Aceh, ada pendapat beliau pulang ke India setelah kalah debat di muka umum dengan muridnya, Hamzah Fansuri, dan ada yang mengatakan beliau meninggal di India” kata Dr. Zulkhair, Alumni doktor dari Sudan. “Sedangkan Hamzah Fansuri, lumayan jauh, waktunya tidak cukup, karena ustadz nanti diminta mengisi pengajian setelah Maghrib, kita ke Syekh Abdurrauf As-Singkili saja dulu” beliau melanjutkan dan menjelaskan tentang keberadaan Syekh yang ahli Fikih. (Tentang Syekh Abdurauf, akan diceritakan khusus, Insyallah).

“Ustadz, harus Kembali lagi ke Aceh, akan kita bawa keliling!?” kata para asatidz yang selalu tersenyum dengan wajahnya yang selalu menggembirakan. Saya sebenarnya malu, beliau-beliau menemani mulai hari sebelumnya sampai seharian di UIN Ar-Raniri dan sampai hari terakhir di Aceh. Sungguh terharu. 

# Edisi 5

Kuala, 29 November 2022
***
Edisi Selanjutnya (Musium Kematian, Tsunami), (Syekh Alim yang dikalahkan politik), (pengajian di Masjid Jami’ Aceh), (Amplop Pengajian), (Kopi Solong yang legendaris), (Kyai Barista, Pak Dekan yang nyentrik).