السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Sabtu, 31 Juli 2021

Imam Sibawaihi, Zumbur dan Politik

Halimi Zuhdy

Abu Bisyr, julukan yang disematkan pada Imam Sibawaihi. Dan Sibawaihi sendiri adalah nama panggilan dari Amr bin Ustman, nama yang berasal dari Persia yang bermakna aroma apel. Imam Sibawaihi lahir pada tahun 765 M di Kota Syiraz, Persia (sekarang Iran) dan wafat pada usia 32 tahun di kota yang sama pada tahun 796 M.

Nama Sibawaihi tidak asing bagi kalangan linguis dan ulama tatabahasa, karena semarak ilmu nahwu tidak terlepas dari pikiran inteleknya, sebuah fan yang ada dalam kaidah bahasa Arab. Ilmu yang dikenal sulit, ruwet, dan dijahui, tetapi baginya menjadi sebuah keindahan, dan di tanganya menjadi sesuatu yang mudah.

Imam Nahwu, hujjah Arab, demikian julukan lain yang disematkan padanya oleh para pakar tatabahasa Arab. Karyanya sampai hari ini belum ada yang menandinginya, dan hal itu diakui oleh al-Jahidh, Ibnu Katsir,  Abu Ishaq dan para imam lainnya.

Sosok yang dikenal lembut, rendah hati, cerdas, dan ganteng ini, bila berdebat tentang ilmu nahwu, maka lawannya akan terdiam, terkagum-kagum, dan tidak mampu mendebatnya kembali. Tulisannya lebih mengagumkan dari pada bicaranya, ia agak gagap (hubsah) tetapi ia paling presentatif bila menyampaikan ilmu dari gurunya, Khalil Al-Farahidi, kata Muawiya bin Bakr.

Peristiwa Zumbur, dan arah politik negara yang tidak mendukungnya, membuatnya pergi dari Basrah (sekarang Irak). Tempat, dimana membuat namanya melambung tinggi, bahkan kemasyhurannya mengalahkan gurunya, Khalil Al-Farahidi. Peristiwa pahit yang dialaminya, adalah kecamuk antara kebenaran dan dukungan politik. Kebenaran ilmu yang tidak didukung oleh politik pada waktu itu, membuatnya getir.

Dulu, di negeri Irak (masa ke khalifahan Abbasiyah) terdapat tiga daerah penting; Basrah, Kufah dan Baghdad. Kota Basrah dikenal dengan Madrasah Nahwu-nya dibawah asuhan Imam Sibawaihi, Kufah dengan Imam Kisa'i-nya yang juga dikenal dengan tokoh tatabahasa Arab. Sedangkan Baghdad, lebih dikenal dengan pusat pemerintahan, atau  kota politik.

Basrah dan Kufah, dua blok madrasah nahwu. Imam Sibawaihi dan Imam Al-Kisa'i, dua tokoh yang sama-sama dikagumi tidak hanya di dua kota tersebut, tetapi diberbagai propinsi di bawah pemerintahan Abbasiyah keduanya  sangat masyhur.

Peristiwa Zumbur, bukan sebuah peristiwa perang, atau pertikaian memperebutkan kekuasaan, tetapi sebuah perdebatan tentang tatabahasa yang melibatkan blok Basrah dan blok Kufah. Perdebatan itu terjadi di Propinsi Baramiqah yang fasilitasi langsung oleh gubernur, Yahya bin Khalid. Debat yang difasilitasi oleh pemerintah ini diumumkan ke halayak, sehingga dari berbagai penjuru kota banyak orang-orang yang ingin menyaksikan perdebatan antara  dua blok Basrah dan Kufah. Dari blok Kufah tidak hanya dihadiri oleh sang tokohnya, Al-Kisa'i, tetapi bersamanya beberapa orang Arab, yang sengaja dibawa oleh blok Kufah. Sebelum perdebatan berlangsung, Al-Kisa'i bertanya pada Sibawaihi; "Kamu yang bertanya padaku, atau Aku bertanya padamu?" 
Sibawaihi menjawab, "Kamu yang bertanya terlebih dahulu!".

Kemudian Al-Kisa'i bertanya pada Sibawaihi, "Bagaimana kamu menanggapi kalimat berikut?

قَد كنْتُ أظنُّ أن العقربَ أشدَّ لسعة من الزُنْبُور فإذا هو هي، أو فإذا هو إياها بعينها؟ 

Dan Al-Kisa'i juga bertanya beberapa masalah lainnya yang tidak jauh berbeda, seperti kalimat;

خرجت فإذا عبد الله القائمُ أو القائمَ؟

Menurut pendapatmu, kalimat di atas dibaca rafa' atau nasab? 

Imam Sibawaihi menjawab, bahwa semua kata di atas hanya boleh dibaca rafa', sedangkan Al-Kasa'i berbeda dengan Sibawaihi, bahwa kalimat di atas boleh rafa' dan nasab. Sibawaihi dengan berbagai argumennya membantah pendapat Al-Kisai. Keduanya tetap mempertahankan pendapatnya masing-masing, tidak ada yang mengalah atau merasa kalah. Kemudian sang fasilitator turun tangan melihat perdebatan sengit dan belum ada tanda-tanda siapa yang benar dan salah, Gubernur Yahya bin Khalid berkata, "Kalian berdua berbeda pendapat, dan kalian adalah para imam di kota kalian, terus siapa yang akan menjadi hakim?" 

Di sinilah kesempatan emas Al-Kisa'i untuk mengusulkan orang Arab asli (badui) menjadi hakim mereka berdua. Gubernur setuju atas pendapat tersebut, kemudian dipanggillah beberapa orang Arab, yang sebenarnya sudah disiapkan oleh Imam Al-Kisa'i untuk hadir di tempat tersebut. Setelah beberapa dari mereka dihadirkan untuk menjadi saksi dan menimbang atas perbedaan pendapat kedua imam tersebut, maka mereka berpendapat, bahwa bacaan yang benar adalah pendapat Imam Al-Kisa'i. Di sinilah skenario itu berjalan dengan apik. Imam Sibawaihi meradang mendengar pendapat orang Arab yang hadir di arena debat, dan keputusan di forum debat itu pun ternyata memenangkan Imam Al-Kasa'i.

tentu Imam Sibawaihi sangat kecewa dengan peristiwa yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Setelah usai perdebatan dua blok antara Basrah dan Kufah, orang-orang yang hadir dalam debat membicarakan tentang kekalahan yang diderita Imam nahwu dari kota Basrah tersebut. Sibawaih dalam hati nuraninya, bahwa hal tersebut tidak perlu terjadi, sebuah persekongkolan, dan Imam Sibawaihi tidak membayangkan bahwa kejahatan seperti ini akan meluas, menodai tempat suci ilmu pengetahuan dan ulama; Dia sangat sedih, dan memutuskan pada saat itu untuk pergi dari kota Basrah ke tempat lain di mana tidak ada kedengkian dan kejahatan; dan ia berniat pergi ke Khurasan. 

Perjalanan sang Imam seolah-olah sedang berjalan menuju akhir dari perjalanan hidupnya;  Penyakit menyerangnya ketika ia dalam ia menuju Khurasan, dan tidak tertolong, ia menghadap Tuhannya di usia yang masih relatif muda, 32 tahun.

Malang, 31 Juli 2021

Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab dan Turast dapat dibaca di:

📲FB: Halimi zuhdy
💌IG: Halimizuhdy3011
🎞️Youtube: Lil Jamik
🌍Web: halimizuhdy. com
🦜 Twitter: Halimi Zuhdy

Kamis, 29 Juli 2021

Mengapa Istri Harus Taat pada Suami?



Pada acara Fatwa Virtual seorang perempuan bertanya pada seorang Syekh;

"Syekh, mengapa Islam menuntut seorang istri untuk taat kepada suaminya, bukan suami yang mentaati istri?" kata perempuan dalam sambungan telpon

"Ibu punya berapa anak?" tanya Syekh 

"Saya punya tiga anak syekh, semuanya laki-laki"

"Allah, memerintahkanmu untuk mentaati seorang laki-laki, dan Allah memerintahkan 3 laki-laki untuk taat padamu" jawab syekh

Sang syekh ini melanjutkan setelah menghela nafas panjang,  "Dan mereka (3 anak)  tidak akan masuk surga bila tidak mentaatimu dan bila tidak berbuat baik padamu".

*****

Ya Rabb, jadikan kami anak-anak yang saleh pada ibunda kami, dan suami yang sayang pada istri kami.
Gambar: Elaa Style

Sabtu, 24 Juli 2021

Akhir dari Kisah Nabi Yusuf

(Mamadukan Optimis dan Tawakkal)

Halimi zuhdy

Kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur’an digambarkan sebagai kisah terbaik, ahsanal qashasi. Kisah ini turun ketika Nabi Muhammad saw dirundung kesedihan, yang dikenal dengan Amm al-Huzn (tahun kesedihan), karena Istri dan pamannya wafat pada tahun itu. Seakan-akan hadirnya kisah Yusuf AS sebagai motivasi pada Nabi Muhammad untuk tidak bersedih, karena kisah Yusuf AS dipenuhi dengan berbagai macam cobaan, kesedihan, petaka, tapi berakhir dengan keindahan. 
Kisah yang bermula dari mimpi, dan berakhir dengan tafsir mimpi. Kebohongan saudara-saudaranya dengan menggunakan robekan kain baju sebagai bukti Yusuf AS diterkam binatang buas, pada akhirnya robekan baju yang membebaskan Nabi Yusuf dari tuduhan Istri sang Menteri, dan juga dengan bajunya, ayahanda Nabi Yusuf dapat melihat dunia Kembali, dengan izin Allah. 

Pesan terkuat dari kisah Nabi Yusuf adalah Ia sangat percaya dan yakin akan rencana (tatbir) Allah, bersabar dan tidak putus asa. Dengan tiga pesan ini, Nabi Yusuf dapat melalui berbagai penderitaan dan cobaan itu, hal ini terdapat pada salah satu Ayat dalam surat Yusuf, yaitu;
إِنَّهُۥ مَن يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10219591323682870&id=1508880804

Hidup itu memang tidak pernah lurus dan mulus, seperti jalan, ada tikungan, tanjakan, menurun, dan lurus. Permulaan yang indah, terkadang berakhir dengan derita. Dan awal yang buruk, terkadang berakhir dengan keindahan. Betapa ayahanda Nabi Yusuf sangat mencintai Yusuf, tetapi Nabi Yusuf dalam episode ini berakhir di dasar sumur (jub), sesusatu yang membuat pilu. Dan ketika Nabi Yusuf dijual sebagai budak, dan ia menjadi pembantu di istana yang megah, tetapi pada akhirnya dialah yang menjadi raja di istana itu, walau sebelumnya lantai penjara telah mendekapnya, tetapi dari penjara itulah dimulai kisah suksesnya. Kisah motivasi yang indah bagi manusia, bahwa hidup tidak pernah lurus mulus.

Kisah Nabi Yusuf, seperti menggambarkan kepada pembacanya, bahwa perjalanan demi perjalanan selalu dinikmati oleh Nabi Yusuf AS, selalu ada keyakinan pada dirinya, sabar yang mengiringinya, dan tawakkal kepada Tuhannya. Selalu ada optimis dalam diri Nabi Yusuf, sehingga ia berhasil. Dan dalam surat Yusuf, banyak sekali Ayat tentang rasa pesimis yang kemudian dengan optimis semuanya kegundahan berakhir dengan kebahagiaan, “Maka tatkala mereka berputus asa dari pada (putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik” (80), “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”, (87). “Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami” (110).

Sungguh kisah ini memberika motivasi untuk bangkit dalam keadaan terpuruk, optimis menuju kesuksesan, karena Allahlah yang mengatur segalanya, Wallahu ‘ala kulli syain qadir. Nabi Yusuf diselamatkan dari sumur oleh kafilah, diangkat menjadi anak oleh sang Menteri, menafsirkan mimpi kemudian dikeluarkan dari penjara, dan diminta pendapatnya terkait dengan kekeringan, yang kemudian diangkatlah menjadi raja. Selalu ada jalan menuju keindahan, atas kuasa Allah. 

Pesan terindah; 1) mutiara selamanya akan menjadi mutiara, walau dibuang di tempat paling buruk pun, ia akan kembali berkilau indah. Dipenjara, tapi dari singgasana raja, Yusuf AS dipanggil untuk menghadapnya "inna naroka minal muhsinin, sesungguhnya saya melihat kamu termasuk orang-orang baik". 2) Sesungguhnya kebaikan dan kejelekan bukanlah pada sesuatu itu, tetapi "bagaimana kita menggunakannya", bajumu kadangkala digunakan untuk menipu, kadang sebagai pembebas dari tuduhan palsu, dan ia pula yang datang sebagai obat untuk Ya'qub Ayahmu. 3) Tidak semua yang indah, tidak semua kebaikan, tidak semua yang membahagiakan harus diceritakan, karena di sana ada orang yang benci, iri, dengki dan mereka merasa terancam dari pemberian dan kenikmatan itu.4) Bahwa tikaman, tusukan dan penghianatan, tidak dapat kita duga datangnya, ketika engkau selamat dari serigala tapi tidak dari saudaramu. Tidak semua selimut melindungi dari gigil, tapi kadang memberi bara dan membunuh. 5) Mendapat limpahan dunia, berada di istana, menjawab cinta rayuan wanita/laki, bukanlah suatu jalan mengindah jiwa, tetapi tempat yang paling indah adalah Allah semata. "Aku berlindung kepada Allah, Dialah Tuhanku, sebaik-baiknya tempat kembali" 6) Cinta itu punya aroma, tidak dapat merasakannya kecuali sang pecinta. Demikian, Ayah Yusuf AS sudah mencium baunya sebelum baju itu sampai padanya. 7).Dunia itu tidak akan pernah selesai dari peperangan, antara benar dan salah, ia selalu ada sampai hari kiamat. Hanya tentaranya saja yang berganti. 

Malang, 23 Juli 2021

Kajian Al-Qur'an, Sastra Arab dan Turast dapat dibaca di:

📲FB: Halimi zuhdy
💌IG: Halimizuhdy3011
🎞️Youtube: Lil Jamik
🌍Web: halimizuhdy.com
🦜 Twitter: Halimi Zuhdy

Jumat, 23 Juli 2021

Hari Tasyrik, Hari Makan dan Minum



Halimi zuhdy

Sering kali penulis membaca pesan di beberapa grup WhatApp dan beberapa status di media sosial tentang Hari Tasyrik sebagai hari makan dan minum dengan menyertakan hadis Nabi, "Hari-hari tasyrik adalah hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah," (HR. Muslim). Dan kemudian disertakan dengan gambar daging, vedio orang-orang menyantap daging kambing, dan berbagai gambar dengan menu makanan yang lezat dan aduhai yang mengundang selera makan.
 
Apakah hal tersebut salah?, tidak ada yang salah dengan status-status tersebut yang kemudian disertai dengan hadis Nabi. Tetapi yang menjadi tidak pantas, apabila hadis tersebut hanya dipahami sebagai pesta makanan saja tanpa memasukkan tujuan lain dari hadis tersebut. Dan melupakan makna dari hari makan dan minum tersebut, yang disertai dengan kalimat “yaum dzikr” (hari mengingat Allah).

Hari Tasyrik, Hari Makan dan Minum
Dalam banyak redaksi hadis, bahwa Hari Tasyrik adalah hari makan dan minum seperti dalam beberapa hadis berikut;

عن نبيشة الخير الهذلي: أيامُ التَّشريقِ أيامُ أكلٍ وشربٍ
عن عبد الله بن عمرو: أيّامُ التَّشريقِ أيّامُ أَكْلٍ وشُربٍ فلا يصومُها أحَدٌ
عن عقبة بن عامر: يوم عرفة ويوم النحر وأيام التشريق، عيدنا أهل الإسلام، وهي أيام أكل وشرب
عن عبد الله بن حذافة وأبي هريرة وابن عباس: أيّامُ التَّشريقِ أيّامُ أكلٍ وشُربٍ وبِعالٍ
عن أبي هريرة: أيّامُ التَّشريقِ أيّامُ أكلٍ وشُربٍ وذكرِ اللهِ تعالى

Hadist Nabi tentang Hari Tasyrik dari Nusyaibah, Abdullah bin Amr, ‘Uqbah bin Amir, Abu Hurairah dan Ibnu Abbas di atas bahwa “Hari Tasyrik adalah hari makan, minum’, kemudian ada yang ditambah dengan redaksi lain “Maka hendaknya pada hari itu seseorang tidak berpuasa” ada juga redaksi “hari untuk berdzikir kepada Allah”. 

Sedangkan dalam Al-Qur’an terkait dengan hari Tasyrik sebagaimana pendapat banyak ahli tafsir adalah Ayat “Wadzkurullah fi ayyam ma’dudat” hari-hari dianjurkan untuk memperbanyak mengingat Allah pada hari Tasyrik.

Ada tiga hal pokok dalam redaksi hadis terkait dengan hari Tasyrik yaitu hari makan dan minum, dan juga hari mengingat Allah (dzikir). Maka, dilarang berpuasa pada hari Tasyrik dan dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, yaitu; 1) takbir setelah shalat lima waktu (dan ada juga yang berpendapat takbir disunnahkan sejak hari Arafah sampai hari ke tiga Ayyam Tasyriq. 2) Menyebut nama Allah (basamalah) ketika menyembelih hewan kurban. 3) Menyebut nama Allah ketika makan dan minum dan memperbanyak membaca hamdalah (bersykur). 4) bertakbir ketika melempar jumrah.

Hari Tasyriq, hari di mana dianjurkan untuk memperbanyak dzikir kepada Allah serta hari makan dan minum, hal tersebut dibenarkan oleh para ulama dengan keshahihan hadis dan juga Ayat Al-Qur-an; 

وَيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ فِىٓ أَيَّامٍ مَّعْلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ ۖ فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ

"dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir"

وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ  فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ 

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta”

Hari Tasyrik adalah hari-hari yang mulia di sisi Allah, dimana orang-orang mukmin yang melakukan kebaikan pada hari itu pahalanya akan dilipatgandakan; 

عن عبدالله بن قرط : أعظمُ الأيامِ عند اللهِ يومُ النَّحرِ، ثم يومُ القُرِّ
Dari Abdullah bin Qurt, Rasulullah bersabda, “Hari-hari yang paling mulia di sisi Allah adalah hari Nahr, kemudian hari Qurr (hari Tasyrik)”. 

Syariat Islam memberi keseimbangan dalam kehidupan manusia, bagaimana ia menjalaninya di dunia menuju akhiratnya. Seorang mukmin tidak hanya diwajibkan untuk bersujud kepadaNya, dan kemudian meninggalkan keluarganya dan pekerjaan, tetapi ia juga diwajibkan untuk melakukan kehidupan dunianya sebagai bekal akhiratnya. Mukmin diwajibkan untuk puasa, dan kemudian berbuka.

Dalam Ihram jamaah haji dilarang melakukan sesuatu seperti bersetubuh, berburu dan bahkan sesuatu yang diluar haji disunnahkan, memakai wewangian, memotong kuku dan lainnya. Larangan tersebut sampai jamaah haji berada di Mina, kemudian melaksanakan tahallul, setelah itu semua dihalalkan, maka di sinilah dianjurkan untuk makan dan minum kemudian berdzikir kepadaNya.

Demikian pula kehidupan seorang mukmin di dunia, adakalanya menahan diri untuk tidak makan dan minum (puasa) dan menahan syahwat,  dan adakalanya makan dan minum sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, kesemuanya itu hanyalah untuk bersyukur atas karunia Allah, dengan banyak mengingatNya dan melakukan kebaikan-kebakan.

Bagi jamaah haji dianjurkan untuk makan dan minum (dilarang puasa) agar kuat dalam melaksanakan ibadah haji, sebagaimana disampaikan Asma’ Manshur dalam Maqalahnya.

Bagaimana dengan umat Islam yang tidak melaksanakan haji?, maka mereka juga dilarang untuk berpuasa, hari itu adalah hari makan dan minum, yaitu sebagai simbol berbagi nikmat yang Allah berikan kepada seseorang dengan berbagi makanan atau minuman, hari mengungkapkan syukur atas nikmat yang Allah telah berikan, berkorban dan dagingnya dibagi-bagikan. Bagi fakir miskin yang jarang memakan daging, maka hari itu mereka dapat menikmatinya. Hari makan dan minum bukanlah untuk pesta, tetapi sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada manusia. Asma’ menambahkan, dianjurkan memakan daging ternak (unta, kambing dan sapi) pada hari Tasyrik, karena hewan-hewan ini taat kepada Allah dan tidak melakukan maksiat, dan selalu bertasbih kepada Allah, “wain min syain illa yusabbihu bihamdih”. 

Allah ‘Alam bishawab
Malang, hari Tasyrik 1442 H

Senin, 19 Juli 2021

𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐝𝐢𝐧𝐚𝐦𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐀𝐫𝐚𝐟𝐚𝐡?

(𝐼𝑛𝑖𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑗𝑎𝑟𝑎ℎ 𝐽𝑎𝑏𝑎𝑙 𝐴𝑟𝑎𝑓𝑎ℎ, 𝑌𝑎𝑢𝑚 𝐴𝑟𝑎𝑓𝑎ℎ, 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑢𝑞𝑢𝑓 𝐴𝑟𝑎𝑓𝑎ℎ)

Oleh : Halimi Zuhdy 

Kata Arafah kamus Ma’any adalah sebuah bukit yang dekat dengan Mekkah, tempat jamaah Haji melakukan wuquf (bahasa: berhenti) di tempat tersebut. Tempat ini juga dikenal dengan “Jabal ar-Rahmah” (Gunung Rahmah) yang berada di sebelah timur Mekkah, dengan ketinggian 70 meter.
Kata “Arafah” berbeda dengan “Yaum Arafah”, Arafah merujuk kepada sebuah tempat. Sedangkan Yaum Arafah adalah hari kesembilan di Bulan Dzulhijjah. Dan pelaksanaan wuquf (berdiam diri) di tempat ini disebut dengan wuquf atau tawaqquf fi Arafah. Mengapa dinamakan Arafah?

Ada beberapa pendapat terkait dengan penamaan ini. Dalam Tafsir Ibnu Katshir (261), sebagaimana diceritakan oleh Ali bin Abi Thalib; Allah mengutus Malaikat Jibril AS kepada Nabi Ibrahim AS, kemudian Malaikat Jibril melakukan haji bersama Nabi Ibrahim, setelah sampai ke tempat itu (Arafah), Nabi Ibrahim berkata “Araftu” (Aku Tahu), karena sebelumnya ia sudah pernah mendatangi tempat tersebut. Sedangkan dalam riwayat lain, sebagaimana yang disampaikan Ibnu Mubarak, dinamakan Arafah karena Malaikat Jibril mengajari manasik haji kepada Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim mengulang dua kali, “Araftu…Araftu” (aku tahu), maka sejak itulah dinamakan Arafah. Tempat ini juga dinamakan al-Masy’ar al-Halal dan al-Masy’ar al-Aqsha (Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir).

Dalam Kitab Al-Hawi Al-Kabir, Abu Hasan Ali bin Muhammad menyampaikan beberapa pendapat, dinamakan Arafah karena bertemunya (ta’aruf) Adam dan Hawwa’ di tempat tersebut, setelah Allah turunkan Adam di bumi India dan Hawwa’ di Jiddah, kemudian keduanya bertemu di tempat tersebut. Masih dalam kitab Al-Hawi, Arafah adalah sebutan dari gunung yang ada ditempat tersebut, dan Jamaah Haji melaksanaan wuquf di tempat itu, sedangkan gunung Arafah sebagai pengenal (al-A’araf), sebagaimana dalam Ayat, “wa ‘ala al-Arafi rijalun” (al-A’araf;46). Sedangkan menurut Qasim bin Muhammad; orang-orang mengakui (ya’tarifu) akan dosa-dosanya di tempat itu, dan Allah seketika itu Allah mengampuni dosa-dosa mereka.

Dan dalam kitab ‘Umdah al-Qari’ Syarh Shahih al-Bukhari’, setelah peristiwa mimpi yang dialami Nabi Ibrahim mulai mimpi menyembelih Ismail tetapi masih ragu (tarwiyah) kemudian yakin setelah adanya wahyu pada malam tersebut (arafah). Maka harinya disebut hari Arafah (yaum Arafah), sedangkan penamaan tempatnya sebagaimana diriwayatkan oleh Thufail dari Ibnu Abbas, setelah Nabi Ibrahim diperintakan oleh Allah untuk menyebelih putranya datanglah Malaikat Jibril dan mengajari Manasik Haji (Ibadah Haji), kemudian pergi menuju Arafah.

Ada yang juga yang berpendapat, dinamakan Arafah karena jamaah haji berkumpul pada hari Arafa di puncak gunung, dan mereka mengenal satu sama lain, dan juga mengenal Tuhan mereka. Pada hari itu kasih sayang (rahmah) Tuhan turun, budak-budak dibebaskan.

Arafah yang diperkirakan berjarak 21 kilometer dari dari Makkah dengan luas 8 kilometer persegi ini, tanah yang sangat luas dan datar ini menyimpan banyak sejarah. Arafat adalah sebuah daerah padang sahara (Shara’) terletak di timur Mekah, sedikit condong ke selatan, dengan luas kira-kira 18 kilo meter persegi, yang terdapat diantara jalan Thaif dan Mekah (Tarikh al-Hajj).

*Hari Arafah*

Pada hari (yaum) Arafah seluruh jamaah haji menuju padang Arafah. Mereka melaksanaan wuquf sebagai bagian dari rukun haji. Bila seorang haji tidak melaksanaan wuquf di tempat ini, hajinya batal (tidak sah).Haji itu adalah Arafah. (HR. at-Tirmidzi no. 889). Sebagaimana di atas. Dinamakan hari Arafah karena pada hari itu jelaslah (arafah) mimpi-mimpi yang sebelumnya masih diragukan (tarwiyah)Nabi Ibrahim.

Hari ini sangat istemewa sebagaimana dalam Hadis, “Tidak ada hari di mana Allâh azza wajalla membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim no. 1348).

Dalam hadis yang lain, “Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir.” (HR. at-Tirmidzi). Bagaimana dengan ibadah puasa? Banyak riwayat yang meceritakan keutamaan berpuasa di hari Arafah diantaranya riwayat Imam Muslim, “Puasa hari Arafah aku harapkan dari Allâh bisa menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya”.

*Wuquf di Arafah*

Wukuf adalah masdar dari Waqafa-Yaqifu- wuqufan yang bermakna berhenti. Wukuf saat haji dilaksanakan pada waktu di antara setelah matahari tergelincir ke barat pada 9 Dzulhijah sampai pada terbit fajar di malam 10 Dzulhijah. Seluruh proses haji (manasik) hanya saat di Padang Arafah itulah satu-satunya pelaksanaan ibadah haji yang berhenti (diam/waqif) untuk merenung melakukan komunikasi dengan Allah SWT dan memohon ampunan dari-Nya.

Pada saat itulah kita menyadari betapa kecilnya kita di hadapan Allah, betapa banyak dosa yang telah kita lakukan, betapa rakus, tamak, kikir, sombong dan sebagainya yang menjadi sifat atau kebiasaan buruk yang dilakukan. (Manasik Haji dan Sejarah, Halimi Zuhdy).

Wuquf; merenung, diam, kontempelasi di Arafah. Berwuquf tidak boleh keluar dari baris Arafah yang sudah ditentukan. Dalam kondisi apa pun (sakit, dll) hajinya menjadi sah, selain gila, ayan, kafir, atau sudah keluar dari waktu dan tempat yang sudah ditentukan oleh Syariah.

Allahu’alam bisshawab

*Penulis Buku "Sejarah Haji dan Manasik"

Baca juga
Sejarah Arafah, Mudzdalifah, dan Mina

Repost 2020

Mengapa Dinamakan Hari Tarwiyah?

(Inilah Sejarah Hari Tarwiyah)

Halimi Zuhdy 

Allah memberikan banyak kesempatan kepada hambanya, untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam setahun, banyak kesempatan beribadah kepada-Nya, ada ibadah harian, seperti salat lima waktu. Mingguan, salat Jum’at. Tahunan, seperti al-asyru al-awail (sepuluh hari pertama) dalam bulan Dzulhijjah, dan melakukan amal kebaikan di dalamnya, lebih Allah cintai dari melakukan amal di hari-hari lainnya. Dan di dalamnya, ada Yaum Tarwiyah.

Kata “Tarwiyah” dari fi’il madli “Rawwa” yang bermakna: berbekal air, melihat di dalamnya, dan beberapa makna lainnya.

Dan hari Tarwiyah yang masyhur adalah hari ke Delapan pada Bulan Dzulhijjah, pada hari itu orang-orang yang sedang melaksanakan haji berangkat menuju Mina dan mereka menginap di Mina.

Dalam kitab Al-Inayah Syarh Al-Hidayah, imam al-Babirti menjelaskan, disebut hari Tarwiyah pada hari tersebut karena jamaah haji itu melihat air pada waktu itu, yang sebelumnya tidak mereka temui.

Ada yang berpendapat, disebut dengan Tarwiyah, karena jamaah haji pada masa lalu, meminum air ketika mabit di Mina untuk mempersiapkan diri mereka menaiki Jabal Arafah, karena pada masa itu, sedikit sekali persediaan air, dan sulit menemukan sumber air. Maka, jamaah haji menyegarkan diri (irtiwa’), dan meminum air untuk kebutuhan dan bekal mereka menuju Arafah.

Ada pula yang menyebutkan, disebut dengan hari Tarwiyah karena Nabi Ibrahim AS bermimpi pada malam tanggal delapan, seakan-akan ada yang membisiki, “Sungguh Allah Swt memerintahkanmu untuk menyembelih anakmu”, ketika terbangun di pagi hari, beliau berpikir dan merenung, “Apakah mimpi ini dari Allah, atau dari setan?” maka, dari renungan inilah Tarwiyah dinamakan.

وإنّما سُمِّي يوم التروية بذلك؛ لأنّ إبراهيم -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وسَلَّمَ- رأى ليلة الثامن كأنَّ قائلاً يقول له: إنّ الله تعالى يأمرك بذبح ابنك، فلمّا أصبح رؤي؛ أي: افتكر في ذلك من الصباح إلى الرواح؛ أمِنَ الله هذا، أم من الشيطان؟ فمِن ذلك سُمِّي يوم التروية)

repost

Rabu, 14 Juli 2021

Nama-Nama Makkah dalam Al-Qur'an dan Asal Penamaannya

Halimi Zuhdy

Suatu benda yang memiliki banyak nama, dapat dipastikan benda itu memiliki banyak keistimewaan, atau memiliki arti khusus dalam kehidupan seseorang. Karena suatu benda yang banyak disebut, menunjukkan kemuliaan benda tersebut. كثرة الأسماء تدل على شرف المسمى
Makkah dalam Al-Qur'an memiliki banyak nama, yaitu: Bakkah, Umm Al-Quro, Al-Balad, Al-Baldah, Al-Balad Al-Amin, Al-Masjid Al-Haram dan beberapa nama lainnya. Nama-nama ini memiliki arti yang berbeda-beda yang merujuk kepada keistmewaan kota Makkah.



1. Makkah dinamakan dengan “Makkah”, karena tempat ini disesaki (izdiham) oleh manusia. Tempat yang tidak pernah sepi. Ada pula yang berpendapat, karena tempat ini menghisap atau menghapus dosa-dosa manusia (tamukku al-dzunub) yang diambil dari asal katanya "makka-yamukku". Ada pula yang menyebutkan Makkah adalah pusat dunia, atau tempat yang berada di tengah-tengah bumi (wats dunya) yang diambil dari akar kata Makkak (مكاك) sebuah pusat, atau jantung (lubb) atau otak (mukh).
Dalam Al-Qur'an kata Makkah terdapat pada surat Al-Fath (48): 24.

وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُم بِبَطْنِ مَكَّةَ مِن بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ
"Dan Dia­lah yang mencegah tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan mencegah tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Makkah. setelah Allah memenangkan kamu atas mereka." Ada pendapat lain, bahwa nama Makkah diambil dari nama burung Almakau (المكاو), karena di tempat ini suara-suara jamaah yang datang seperti suara-suara burung, seperti dalam Ayat وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً

2. Bakkah (بَكَّةْ), nama ini juga sangat masyhur dalam hazanah Islam. Dalam Al-Qur’an, kata ini terdapat pada surat Ali Imron (3):96.
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
"Sesung¬guhnya rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia ialah Baitullah yang di Bakkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam."
Dalam beberapa pendapat kata Bakkah adalah Makkah, huruf Mim yang diganti dengan huruf Ba’. Seperti Lazim (لازم) dengan Lazib (لازب).
إن بكة بالباء لغة في مكة أبدلت الميم باء، كما في قولهم: لازب ولازم.. وبكة موضع المسجد، وهو مشتق من بكه إذا زحمه، أو من بكه إذا دقه
Ada pula yang berpendapat bahwa Bakkah adalah derivasi dari al-Bakk yang bermakna al-Izdiham (sesak, ramai, penuh), hal ini mengisyaratkan kota Makkah adalah kota yang ramai dan disesaki oleh manusia, terutama dalam pelaksanaan ibadah haji. Selain bermakna al-Izdiham (ramai), kata Bakkah juga bermakna Daqqu al-‘unuq (leher yang patah), yaitu seseorang yang berbuat keburukan di kota ini akan mengalami kecelakaan atau sesuatu yang buruk akan menimpa mereka. Pendapat yang lain, kata Bakkah diambil dari kata Bakkat an-Naqah aw Al-Syat (unta atau kambing yang sedikit susunya), hal ini menunjuk kepada kota Makkah yang berada di gurun yang pada awalnya adalah negeri yang tidak banyak airnya serta tidak subur.

Selasa, 13 Juli 2021

Covid akan segera berlalu!

Semangat Saudaraku!!! 

Halimi zuhdy

Bagi yang lagi sakit, apa pun sakitnya, berharaplah sembuh. Karena harapan itulah yang akan mengantarkan pada kekuatan. Harapan berupa doa yang dipanjatkan, dan harapan berupa cita-cita yang diinginkan. Adu’u silhaul mu’min. Doa adalah senjata. Senjata untuk menghadang penyakit, senjata untuk mematahkan pesimistis, dan doa sebagai senjata untuk hajat apa pun. Aktsiru ad-dua, perbanyaklah berdoa.
Kemudian, bersabarlah! Sabar adalah benteng untuk memperkuat pertahanan, ia mampu menolak pikiran negatif. Ia mampu menguatkan diri untuk bangkit. Bersabar seperti tetes air yang dapat melubangi batu, tetes demi tetes akan terus menembus menuju sebuah keinginan. Bersabar bukan hanya untuk bertahan, tetapi untuk menguatkan. Wasta’inu bishabri was shalah, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat!

Setelah bersabar, bertawakkal. Pasrah kepada Allah. Semua kejadian di muka bumi tidak terlepas dari kekuasaanNya. Pasrahkan pada yang memiliki alam semesta, karena kita tidak mempunyai apa pun. Toh, kalau hari ini punya sesuatu, itu hanyalah pinjaman, bukan pemilik yang sesungguhnya. Nyawa kita dipinjami, nafas-nafas kita dipinjami, semua adalah milikNya. Bukankah suatu saat, semuanya akan kembali kepada pemilikNya. Pasrahkan pada yang memiliki. "Barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." Dengan tawakkal akan mendapatkan perlindungan dari Allah. Berserah bukan pasrah, tetapi berserah untuk menguatkan diri. 

Dengan berharap, bersabar dan tawakkal akan menjadi imun bagi kehidupan kita. Bila sakit berharap untuk sehat, barangkali di sisa hidup kita dapat berbuat kebaikan dan kemanfaatan. Tetapi, bila hidup hanya membuat beban berat pada bumi dengan dosa, maka mungkin kematian adalah cara yang juga indah. Kemudian selalu berhusnudhan kepada Allah, apa pun yang terjadi itulah yang terbaik. 
Tidak cukup dengan tawakkal, bersabar, dan berdoa, tetapi harus berikhtiayar. Seseorang yang tertimpa penyakit, atau dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, semua saran yang baik terutama dari para ahli (dokter) harus diikuti dan dipatuhi. Mamatuhinya adalah bagian dari ikhtiyar. Orang yang tidak berikhtiyar sama dengan memasukkan atau melemparkan dirinya ke jurang tanpa perasut. 

Mudah-mudahan Indonesia kembali normal seperti sedia kala. Semangat sehat, semangat sembuh, dan bersabar. Yakin, sesungguhnya setiap kesulitan (masalah, penyakit, cobaan) setelahnya akan datang sebuah keindahan dan kebahagiaan. Mengingat kembali maqal Ibnu Sina “Alwahm Nishfu da’, wa ithmi’nan nishf da’, wa shabr awwali khuwat asyifa’, kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, kesabaran adalah awal kesembuhan”. 

Semangat!!!!

BCT Malang, 12 Juli 2021

Senin, 05 Juli 2021

Mencicipi Kematian

(Dzaiqatul Maut)

Halimi Zuhdy

Kematian datang silih berganti. Tak mengenal tempat, tak pula mengenal waktu. Kematian sangat dekat dengan kehidupan, ia tak memilih usia tuk dilesatkan; ada yang masih dalam rahim, ada yang baru satu detik keluar dari rahim, ada pula yang belum lama dirahim, digugurkan. 
Tidak menunggu tua, tidak pula menunggu sakit, karena kematian bukan karena tua dan sakit. Ia adalah kehedak Sang Khaliq. Ia rahasia yang paling rahasia, agar manusia selalu waspada, bahwa ia akan datang tetiba, walau tak pernah merasa. 

Kematian selalu unik, tapi nyata, dan ia benar-benar akan datang pada siapa pun; Nabi, raja, kyai, pengusaha, dokter, tabib, dukun, guru, tukang sapu, pejabat, artis, dan siapa pun yang masih bernafas, ia akan datang tuk menderangkan kematian. 

Kematian nyata dan sangat nyata, dekat dan sangat dekat, ada yang masih menulis status kematian temannya, ia sudah tak bernafas. Ada yang baru hadir dari menshalati saudaranya, ia pun dishalati, ada pula menghadiri kematian, ia pun tiada. Berhembus terakhir, terkadang tak berpesan apapun. 

Kematian itu selalu datang, tak mengenal tempat; tidak mati di darat, ia mati di pesawat. Tidak mati di rumah sakit, ia mati di bukit. Tidak di rumah, tapi di sawah. Terkadang dijaga ribuan tentara di Istana, ia mati begitu saja. Kadang di bungker, di benteng, sudah tak bernafas lagi.

Sebab kematian juga banyak, ada yang karena pandemi covid, ada yang kecelakaan ketika memgantar orang yang postif covid, ada pula yang jatuh dari tangga, atau terpeleset daun pisang. Semuanya hanyalah sebab, bukan yang membuanya meninggal dunia. Karena, sehebat apa pun penyakit yang menyerang seseorang kalau takdir kematian belum datang, ia masih terlihat di muka bumi. Tetapi, sehebat apapun cara menangkal kematian, kalau takdirnya tiba, ia tak akan mampu menolaknya. Itulah kuasa Tuhan. 

"Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan(nya)  [QS al-Hijr/ 15: 5]. Ia datang tanpa izin, walau kadang ada tanda, tetapi tidak ada yang kuasa tuk menolaknya. 

Selalu Allah memilih tempat bagi siapa pun dan apa pun di Mayapada, tuk dilesatkan ke Mayanyata, akhirat. 

Walau kematian belum diharapkan, tetapi ia akan datang, seperti Umar bin Khattab yang menghunus pedangnya, bagi orang memberitakan kematian Sang Nabi, tapi Nabi sudah benar-benar wafat, walau Umar belum percaya. Secinta apapun ia, kematian akan segera datang. Abu Bakar berpidato ketika Nabi wafat, “Siapa saja yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa Muhammad telah tiada. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu hidup dan tidak akan pernah mati.”

Kematian pun datang, bagi yang mengaku Tuhan; Fir'aun, Namrud, Alan John, David Cores, Jim Jones,  Vissarion dan lainnya. Ia tak kan pernah kekal, karena kematian adalah kepastian. 

 كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ اْلمـَوْتِ

Setiap yang berjiwa akan merasakan mati [QS. Ali Imran/3: 185, al-Anbiya’/21: 35 dan al-Ankabut/29: 57]. 

Semuanya yang berjiwa, tak terkecuali apa pun dan siapa pun. Ia akan merasakan kematian. Mati dan akan hidup lagi. Merasakan, berarti akan mengalami kematian, merasakan seperti mencicipi, tidak semuanya, ia akan  datang setelah kematian dan mengalami kehidupan lain.

 Merasakan, berarti ada setelah merasakan rasa lain yang akan diberikan, sebuah janji di akhirat nanti. Di sinilah semuanya tampak akan diuji, bagaimana ia menjalani kehidupan menuju kematiannya.

Mati bukanlah akhir segalanya, tapi untuk hidup kembali, menuai dari hasil kreasi dan cipta diri, ketika masih berada di dunia fana ini. Balasan dari semua prilaku, akan tersaksikan di fase ini. 

Katakanlah, Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Allah, Yang mengetahui keghaiban dan yang nyata. Lalu Ia akan beritakan kepada kalian apa yang kalian telah kerjakan. [QS. Al-Jumu’ah/62: 8].

Mudah-mudahan kematian tidak hanya menjadi tontonan dan kabar demi kabar, tetapi ia menjadi pengingat, bahwa kita akan juga menyusulnya dan kita dapat mempersiapkan diri. 

Allahumma asrif anna minal balak wal waba' Ya Rabb.

Uslub Nida’ (panggilan) dalam al-Qur’an

Kajian Ramadhan (1)

Halimi zuhdy

Lawan bicara al-Qur’an itu bukan hanya orang Islam, tetapi semua umat manusia. Karena al-Qur’an hadir untuk memberi pencerahan kepada seluruh umat manusia, sebagaimana redaksi Hudan linnasi (petunjuk untuk manusia), bukan hanya hudan lil muslimin (petunjuk bagi umat Islam). Kehadiran al-Qur’an memberi petunjuk, menunjukkan jalan yang benar, meluruskan yang bengkok, dan sebagai pembeda antara yang haq dan yang batil.  
Lawan bicara al-Qur’an itu beragam, hal ini dapat dilihat dari uslub Nida’ (panggilan) yang tidak hanya menggunakan “wahai orang-orang beriman” tetapi juga “Wahai orang-orang kafir”. Al-Qur’an mengajak berdialog, mendialogkan dirinya dengan realitas, dan mendialogkan keyakinan yang diyakini atau diingkari. Bahkan al-Qur’an menantang sesiap yang mengingkari untuk bersaing atau membuat seperti dirinya. 

Nida’ (panggilan) dalam al-Qur’an ada beberapa macam, yang paling banyak digunakan adalah panggilan untuk orang-orang yang beriman “Ya Ayyuhal ladzina Amanu, wahai orang-orang yang beriman”, redaksi ini terdapat di 89 tempat. Berikutnya untuk semua umat manusia “Ya Ayyuhannas, wahai manusia” terdapar 20 tempat. Panggilan kepada Nabi terdapat di 15 tempat, Ya Ayyuha al-rusulu, ya Ayuha nabi….. dan ada juga “ya Ayyuhal insan”, dan panggilan untuk orang kafir “ya Ayyuha al-kafirun”, “ya Ayyuhaladzina kafaru” Dan beberapa khitab lainnya. 

Tidak semua redaksi nida’ dalam al-Qur’an menggunakan “ya Ayyuha”, ada juga “ya ayyatuha” dan ada juga “ya”. Pemilihan adawat (bentuk panggilan, alat) nida’ bukan hanya karena jenis munada (yang dipanggil) laki-laki atau perempuan, tunggal atau jamak, tetapi ia memiliki makna dan fungsi tersendiri. Dan terkadang huruf (adat nida’) dalam Al-Qur’an tidak ditampakkan (dihilangkan), seperti;

قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى..، قال رب أرني…، قال رب لوشئت اهلكته…، رب اجعلنى مقيم الصلاة…، قال رب انظرني…، قال رب بما اغويتني

Huruf-huruf panggilan di atas tidak ditampakkan (dibuang), tetapi dalam terjemahan tetap ditulis dengan “wahai”, yang asalnya adalah “Ya Rabb, wahai Tuhanku. Dalam kitab I’jaz al-Qur’an Lamasat bi bayan al-Qur’an, hal tersebut berfungsi lil ta’adub (memuliakan), dan juga berfungsi sebagai tanzih (mensucikan) Allah dan ta’dhim (memuliakan) Allah, serta beberapa fungsi lainnya. Panggilan kepada Allah, kebanyakan menggunakan kalimat doa, bukan perintah atau larangan. Sebagaimana doa Nabi Zakariya yang memohon kepada Allah untuk diberikan keturunan dengan redaksi yang sungguh lembut dan rendah hati; 

رَبِّ إِنِّي وَهَنَ العَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْباً وَلَمْ أَكُنْ بِدُعائِكَ رَبِّ شَقِيّاً 
“Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku”

Kebanyakan huruf nida’ yang tidak tampakkan, adalah panggilan kepada Allah.

Panggilan dalam al-Qur’an sangat vareatif, baik dari aspek mukhatabnya (yang dituju), gaya pengunaanya, fungsinya serta penggunaan huruf munada (bentuk panggilan). Misalnya panggilan sebagai bentuk pujian, penghargaan, kasih sayang; Ya Ayyuhan Nabi (يا ايها النبي), Ya Ayyuhar rasul (يا أيها الرسول) , Ya Ayyuhal ladzina Amanu (يا أيها الذين آمنو). Bentuk penyesalan; Ya hasrata (يا حسرتا).   Tantangan; Ya ma’syaral jin wa ins inisthata’tum antanfudzu min aqthari samawati wal ardh (يا معشر الجن والإنس ان استطعتم أن تنفذوا من أقطار السموت والأرض). Dan beberapa fungsi lainnya.

Penggunaan huruf Nida’ dalam al-Qur’an tidak hanya sebuah panggilan, tetapi memiliki I’jaz, rahasia dan keunikan, ada yang jauh serasa dekat, tetapi yang dekat masih menggunakan kata panggilan. Panggilan yang fungsi awalnya memanggil yang jauh, tetapi terkadang ia adalah sebuah ungkapan kasih sayang, cinta dan kelembutan.

Allahu’alam bishawab
Sumber;
Mu’jam Al-Araby
Asrar balaghiyah li hifdz harf Nida’
Uslub Nida’ fi al-Qur’an al-karim

واقع الأدب العربي في إندونيسيا

واقع الأدب العربي في إندونيسيا
(Realitas Sastra Arab di Indonesia)

Halimi Zuhdy
حليمي زهدي
....
الأدب العربي في إندونيسيا له تاريخ طويل قديم موغل في القدم، ودراسة الأدبية العربية خاصة تبحرت في موج تأسيس الجامعات الإسلامية؛ مثل: جامعة شريف هداية الله بجاكرتا، وجامعة سونان كاليجاكا بجوكجاكرتا، (وهما أقدم الجامعات الإسلامية الحكومية بإندونيسيا)، وكذلك الجامعات الأخرى قد اهتمت اهتماما كبيرا بدراسة اللغة العربية وآدابها، وتكون دراسة الأدبية العربية في المعاهد الإسلامية كالشجر بجذوره وعروقه؛ لأن دراسة المعالم الإسلامية لاتنفك من دراسة الأدب العربي. 

ودراسة أي أدب من آداب الأمم تقرب دارسه إلى أهله، وذلك لا طالاعه على تاريخهم وأفكارهم ومعتقداتم وكافة مجمالات حياتهم، فدارس أي لغة كانت، بدراسته لأدبها، تقوي ارتباطه بها، وترسخ مكوناتها لديه، وتغني رصيده اللغوي، وتتفتح لديه آفاقها إلى أبعد حدود. والثقافة العربية قريبة بدين الإسلام.

Bagaimana kesusastraan Arab berkelindan di Indonesia? Kapan, dan bagaimana tumbuh berkembangnya? Bagaimana pula ia mempengaruhi kesusastraan Indonesia?

Dapat dibaca di "Maujul al-Adab yatazahzah fi Syathi Arkhabil"

Al-Qur'an itu unik, Setiap Sisinya Mengandung I'jaz

Halimi Zuhdy

Suatu hari Amr bin Ash menemui Musailamah Al-Kadzzab, dan ketika itu Amr masih belum menjadi seorang muslim. "Wahai Amr, apa yang turun kepada sahabatmu hari ini?" tanya Musailamah. "Hari ini turun kepadanya (Rasulullah saw) surat ringkas padat dan indah sekali (balighah)". Jawab Amr bin Ash. Rupanya Musailamah penasaran, "Surat apa itu wahai Amr?". Kemudian Amr membacakan sebuah Surat Al-Ash;

وَالْعَصْرِ ، إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ، إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Amr bin Ash melihat temannya itu berfikir beberapa saat setelah mendengar Surat Al-Ashr, tetiba Musailamah mengangkat kepalanya dan berkata kepada Amr bin Ash "Turun surat kepada saya sebagaimana Surat di atas!" rupanya Amr bin Ash penasaran dan bertanya, "Apa itu wahai Musailamah?!". Kemudian Musailamah membacakan kalimat-kalimat yang ia anggap wahyu turun kepadanya;

يَا وَبَرُ يَا وَبَرُ، إِنَّمَا أَنْتِ أُذُنَانِ وَصَدْرٌ، وَسَائِرُكِ حَقْرٌ نَقْرٌ"

"Bagaimana menurutmu wahai Amr?" tanya Musailamah. "Demi Allah, sungguh engkau telah mengerti, bahwa aku sungguh telah mengetahui bahwa engkau itu benar-benar pembohong". Cerita di atas disampaikan oleh Ibnu Katsir.

Apa yang indah dari ungkapan Musailamah di atas? Bagi yang hanya tertarik pada kalimat-kalimat bersajaknya (saja') maka ia memang kalimat bersajak dengan akhiran bar-shar-qar, karena memang Musailamah seorang penyair kawakan, tetapi lihatlah bagaimana tanasub, fashah kalam (logika bahasa), uslub, makna?! Maka akan berbeda jauh dengan Al-Qur'an. Apalagi Musailamah banyak melakukan re-kreasi dari Al-Qur'an dan juga Iqtibasat, coba baca surat-surat yang dikarangnya; Qurasy, Tamim, Al-Syams, Difda', An-Nisa, dan surat-surat lainnya yang namanya menyerupai nama-nama surat dalam Al-Qur'an.

Bisa dibandingkan dengan al-Qur'an yang memilih genrenya sendiri, kadang dalam satu surat kita menemukan kisah, tapi ia bukan cerpen apalagi novel. Ada pola yang unik dengan imaji yang tinggi, juga  tidak sepi dari majas, personifikasi, metafora, heperbola, tamsil, simile, alegori,  tiba-tiba ada kata perintah, peringatan, kabar gembira, siksa, hukum dan...seperti mengobarkan semangat, tiba-tiba sedih, tiba-tiba gembira, ada harapan, ada ancaman, penghianatan, kemunafikan, dosa dan dusta, ada sisipan kisah orang-orang terdahulu, keghaiban, surga dengan keindahannya, neraka dengan kengeriannya. Gaya Ini, tidak ditemukan pada karya sastra sebelumnya (masa jahiliyah).

Para alim (pakar) ada yang mengkaji dari sisi i'jaz ilmi (saint), i'jaz bayani, i'jaz adady (jumlah kata dalam Al-Qur'an), i'jaz shauty dan i'jaz lainnya.

_Kajian-Kajian dan Risalah Ramadan lainnya dapat dibaca di:_

📲FB: Halimi zuhdy
💌IG: Halimizuhdy3011
🎞️Youtube: Lil Jamik
🌍Web: halimizuhdy.com