السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Rabu, 26 Agustus 2020

Apakah Huruf yang Paling Ringan (Adh’af) dalam bahasa Arab?

(Rahasia kata “Uff” dalam al-Qur’an)

Halimi Zuhdy 
 
Ada dialog menarik berbahasa Arab yang saya baca di Majmu’ah al-Lughah al-Arabiyah antara seorang Doktor Bahasa Arab dengan seorang Syekh (kalau di Indonesia adalah kyai, atau orang yang dituakan).
 
Suatu hari seorang syekh bertanya kepada Doktor Bahasa Arab, ketika itu Syekh tersebut berada di halaman masjid

“Bukankah saudara bergelar Doktor dalam bidang Bahasa Arab?” tanya seorang Syekh kepada seorang Doktor

"Ya, benar Syekh” jawab Sang Doktor

"Bagus, apa huruf yang paling ringan (lemah, dhaif) ketika diucapkan dalam bahasa Arab?” Tanya Syekh pada Doktor
Pertanyaan dari Syekh yang tiba-tiba membuat Sang Doktor sedikit ragu untuk menjawabnya 

"Huruf paling ringan, mungkin huruf Hams (همس) seperti huruf “Sin” atau salah satu huruf “Mad” (Alif, Wawu, dan Ya’) karena huruf ini seperti udara yang keluar dari kerongkongan” 

Syekh tersebut tersenyum-senyum ketika mendengarkan jawaban Sang Doktor 

"Bukan Doktor, bukan itu jawabannya”, kata Syekh 

Sang Doktor kaget, dan bertanya “Tayyib Syekh, kalau itu bukan jawabannya, tolong ajari saya, dan insyallah saya akan mendengarkannya” 

“Huruf paling ringan dalam bahasa Arab adalah huruf "Fa’" (الفاء), maka huruf ini yang digunakan al-Qur’an ketika Allah melarang manusia mendurhakai orang tua, dengan mengatakan “Wala Taqul Lahuma Uff, ولاتقل لهما أف", maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya (orang tua) perkataan "Uff" (dalam terjemahan bahasa Indonesia “Ah”).

Ketika saya membaca beberapa referensi (maraji’), saya menemukan bahwa huruf Hijaiyah ada yang ringan/lemah (dhaif) dan ada yang berat/kuat (qowi), dan huruf yang paling berat pengucapannya adalah huruf “Tha”! karena di dalam huruf Tha’ tidak ditemukan sifat huruf; hams (desis, samar), rakhawah (lembut, lunak, tidak ditahan), laiin dll. Sedangkan dalam huruf “Fa’” tidak terdapat sifat huruf; Jahr (terang, nyaring, jelas), Syiddah (kuat, ditahan), Ithbaq (melekatkan lidah ke langit-langit, lekat) dan lainnya. 

Ini adalah kemu’jizatan bahasa Al-Qur'an, bahwa kita dilarang untuk mengungkapkan kata “Uff, ah” kepada orang tua walau pun huruf tersebut adalah huruf yang paling paling lembut dan paling ringan, apalagi kita menggunakan dengan kata yang kasar, yang kuat dan membentak. (Penjelasan ini dari penulis dalam dialog tersebut). 

Menarik, dalam makharijul Huruf, kita mendapatkan beberapa sifat huruf ada al-Lazim ( Dzawat al-Adhad, la Dzida laha) dan al-‘Aridz. Dalam dialog tersebut, kita mendapatkan huruf “fa’” yang dianggap huruf yang paling ringan “Uff, Ah”, walau ini juga tergantung penggunaan dalam bahasa Ibu, tetapi mengucakan sesuatu yang paling ringan pun kepada kedua orang tua dengan nada melarang, membentak, mengejek atau apapun yang dapat menyakitkan mereka, hal tersebut dilarang dalam Agama Islam, apalagi dengan kata-kata yang kasar, misuh, dan sejenisnya. Kita dianjurkan untuk mengucapkan kata-kata yang paling lembut dengan nada yang rendah serta tidak menyakitkan mereka. 

Sumber dialog (فتاكات/fatakat). 
Allah ‘allam bishawab

Malang. 7 Muharram 1442/ 26 Agustus 2020

Selasa, 11 Agustus 2020

Mengapa Tuhan Tidak Menjauhkan Keburukan dari Kita?

Halimi Zuhdy

Ada dialog menarik yang ditulis oleh Dr. Jasim al-Muthawwa’ dengan putranya.

“Ayah, mengapa Allah tidak menjaga kita, agar kita terhindar dari semua keburukan, kerusakan, dan kesusahan?. Belum sempat dijawab oleh Dr. Jasim, anak tersebut mengajukan pertanyaan yang masih berkaitan dengan pertanyaan pertama.
"Dosa apakah yang sudah dilakukan oleh orang-orang yang meninggal dunia karena gempa bumi atau ledakan bom atau banjir bandang yang menghanyutkan?”.

“Ayah, Dan dosa apa yang dilakukan anak-anak kecil yang tenggelam di lautan atau yang lahir dalam kondisi cacat?”, ia terus nyerocos dengan berbagai pertanyaan. 

“Apa dosa-dosa orang-orang miskin, sehingga hidup dalam kemiskinan?”, “Ayah, Mengapa keburukan ada di dunia?”, dan ia mengakhiri pertanyaan seperti pertanyaan pertama, “Mengapa Allah tidak menjauhkan kita dari berbagai macam keburukan?”.

Ternyata masih tersisa pertanyaan yang menggelitik pikiran sang Ayah, “Ayah,  seandainya saya melakukan sesuatu dengan baik, sesuai dengan peraturan yang sudah ada, mentaati segala perintah dan menjahui segala larangan, tapi mengapa masih didera berbagai musibah dan cobaan?”.

“Dimana keadilan Allah dan kasih sayangnya?. Kata putra Dr. Jasim

Yang menarik jawaban Dr. Jasim al-Muthawwah pada putranya, dengan bahasa yang sederhana, jelas dan lugas  “Apa yang kau tanyakan dan kau pikirkan, itu juga ditanyakan oleh banyak orang, bahkan setiap orang mempertanyakan itu wahai anakku” 

Ia menghela nafas panjang, “Pertanyaan yang sangat penting seperti tadi juga sudah ditanyakan dan dipikirkan oleh para inteletual dan para filosof terdahulu, karena kebaikan dan keburukan itu sudah ada mulai zaman dahulu, anakku. Pertumpahan darah, peperangan, malapetaka juga terjadi mulai zaman dahulu, baik ia terjadi karena ulah manusia atau karena qadar”.

Dr. Jasim melanjutkan dengan menatap wajah anaknya dalam-dalam, serta melihat keningnya yang lagi mengkerut dengan berbagai pertanyaan yang bergumul di dalamnya. “Tetapi anakku, kesalahan kita adalah melihat berbagai peristiwa buruk itu hanya melihat dari satu sisi dari berbagai sisi yang ada, dan kemudian kita menghukuminya secara sama”.

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10217564681898092&id=1508880804

Penjelasan yang cukup panjang itu, sepertinya membuat anak Dr. Jasim kebingungan, dan memperjelas apa yang disampaikan ayahnya. “Apa maksudnya Ayah?”. 

“Begini anakku, misalnya gigimu rusak (bolong) dan sakitnya luar biasa, kemudian kamu mendatangi dokter gigi, dan dokter memeriksa dan membedahnya, dan kamu merasakan sakit ketika dioprasi, tetapi setelahnya kamu merasakan enak dan hilang rasa ngilu (sakit di gigi). Anakku…bila kamu membiarkan sakit itu terus menderamu dan kamu menganggap dokter itu jahat atau tidak sayang karena telah membuat kamu sakit ketika oprasi kecil tadi, bukankah anggapanmu itu salah?. Bukankah dokter melukai dan sedikit membuatmu sakit agar setelahnya kamu dapat beristirahat dan bahagia?..dan seringnya kamu hanya melihat sakit ketika dioprasi tanpa melihat sisi lainnya secara utuh. Maka yang menjadi masalah sebenarnya bukan sakitnya, tapi bagaimana kita melihat sakit tersebut, engkau hanya merasakan sakit sebentar ketika dibedah, tetapi setelahnya engkau akan merasakan nikmat yang luar biasa”. Jawaban Dr. Jasim pada putranya.

Atau saya bericontoh lain yang mungkin lebih mudah kamu pahami, anakku. “Kamu pasti tahu mobil kan?, kalau kau perhatikan knalpot ketika kau mengendari mobil, bau tidak enak, dan suaranya yang kadang membuat bising di telinga. Tetapi bila kau hanya melihat satu sisi saja, ia sangat mengganggumu. Tapi kamu tidak merasakan itu, karena kamu tahu manfaat knalpot yang diletakkan di mobil, dan pasti kamu tidak menyebutkan malapetaka atau musibah, bahkan kau akan menyebutkan kebaikan. Mengapa? Karena kamu tahu manfaat besar dari klnapot itu kan?. Dapat menggerakan dan menjalankan mobil.

"Horee, saya sekarang mengerti, ternyata dalam setiap keburukan tersimpan kebaikan, tapi terkadang saya tidak mampu melihat sisi baiknya" Anaknya menimpali dengan senyum bahagia. 

Dr. Jasim menjawabnya, "Inilah pandangan muslimin melihat setiap kejadian dalam kehidupan, kita sebagai hamba Allah yang beriman, percaya pada qada' dan qadar Allah, baik dan buruknya. Karena asal kehidupan itu adalah kebaikan bukan keburukan". 

Anaknya mangguk-mangguk, Dr. Jasim melanjutkan penjelasannya, "Anak-anak yang sehat itu adalah asal, yang berkebutuhan khusus itu pengecualian. Kehidupan alami itu asal, malapetaka (gempa dll) itu pengecualian. Maka, kisah Nabi Musa AS dengan Nabi Khidir AS itu sebuah contoh bagaimana melihat keburukan dalam kebaikan. Bagaimana akhirnya kita dapat melihat keadilan dan kasih sayang Allah". 

"Sekarang, saya tambah mengerti" Kata putranya, dengan senyumannya yang dikulum.

"Anakku, Kita umat Islam, kita percaya bahwa sebagian kita adalah musuh bagi sebagian yang lain, manusia itu diuji dalam kehidupannya, dan engkau tidak menyebutnya dengan keburukan atau petaka tapi hal itu adalah ujian bagi seorang muslim agar Allah memandang sejauh mana kesabaran dan ketabahan seorang muslim dalam menghadapi ujian dan ia rida terhadap takdir baik dan buruknya. Karena keberadaan kita di dunia adalah sebagai hamba Allah, dan Allah menguji kita dengan kebaikan dan keburukan, sejauh mana kesabaran, ketabahan, ketahanan, dan keimanan kita padaNya, Wanablukum bil khair wa syar fitnah (Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan)." 

"Anakku, ada hal lain yang lebih penting, sehingga kau melihat sesuatu yang buruk kau dapat membacanya dengan kaca mata yang benar, yaitu setiap kau melihat sesuatu  pandanglah dengan pandangan dunia dan akhirat. Dunia hanyalah bagian dari kehidupan, bukan segalanya tentang kehidupan. Orang miskin terkadang pedih di dunia, tapi ia dapat bahagia di akhirat. Ini sisi lain, yang dapat kau lihat dalam kehidupan". 

"Benar Ayah, saya benar-benar mengerti bagaimana kasih sayang Allah dan keadilanNya, bagaimana melihat kebaikan dan menyikapi keburukan" Wajah berbinar-binar dari anak Dr. Jasim, setelah mendapatkan penjelasan dari Ayahnya tentang menilai keburukan dan menyikapinya.

Malang, 11 Agustus 2020

www.halimizuhdy.com
IG: halimizuhdy3011
FB: halimizuhdy
Youtube: One Hubb

Senin, 10 Agustus 2020

Mengapa Diberi Nama Lebanon?

Mengapa Diberi Nama Lebanon?

Halimi Zuhdy

Setiap nama yang tersemat pada suatu benda, seseorang, negara, kaum atau apa pun pasti ada sejarah yang melatarbelakanginya.

Saya menelusuri nama "Lebanon" karena beberapa hal, yang pertama karena lagi menjadi perbincangan dunia, baik dari sisi politik, agama, keamanan, apalagi ada seruan revoluasi yang lagi digaungkan. Kedua, sempat disebut-sebut sebagai swissnya Timur Tengah sebelum peperangan melanda yang kemudian memporak-porandakan keindahan dan keamanan negara ini. Beberapa hari kemarin terjadi ledakan dahsyat dengan menewaskan banyak ratusan orang, ribuan luka-luka, penyebabnya masih simpang siur, serta menyebabkan Perdana menteri negara ini mundur. 

Selanjutnya, negara ini dulunya disebut negeri Syam ( Bilad Syam) selain Palestina dan Yordania. Dan kapan berubah menjadi Lebanon?. Ini akan menjadi tulisan terndiri.

Dan uniknya, negara ini memiliki penulisan nama yang cukup banyak, dari Liblana, Liblani, Niblani, Lubnani, Robran, Romnan, Lubnani, Lubnan, Libnun, Libanus, Liban, Libanan. Walau penulisan dan penyebutan ini dari bahasa yang berbeda (Aramiyah, Ibrani, Turki, Arab, Prancis, Babilonia, dan Yunani).

Mengapa Indonesia menyebutnya dengan Lebanon, sedangkan bahasa Arabnya adalah Lubnan? Sabar ya, nanti saya akan kupas sedikit (tidak tuntas, agar penasaran).he. 

Orang Arab menyebut Lebanon dengan Lubnan (لبنان) yang dalam beberapa Maqalah an Tarikh, disebutkan kata ini berasal dari akar bahasa Semit "LBN" dalam bahasa Arab "Lam Ba' dan Nun" yang erat dengan kata Labana (لبن) dan Labanun (لبن), yang bermakna susu dan putih. 

Maka dalam Tafasir al-Ma'ani, ada tiga alasan nama ini disematkan, pertama karena gunung  yang membentang dari sungai besar di utara pegunungan Lebanon, hingga perbatasan tanah Palestina di selatan berpuncak salju (yang berwarna putihh). Ada pula yang menyebutkan, karena bau harum (Arraihah  Adzzakiyah), yang berasal dari pohon bukhur, yang dalam bahasa kuno adalah Allabni (Latin; Libanos, Inggris; Styrax Officinale), ada pula yang menyebut pohon Arruz yang bauhunya sangat harum menyebar di Lebanon. Selain di atas ada yang menyebutkan, kata Lubnan berasal dari bahasa Suryani Lub Anan yang bermakna Qalbullah  (Jantung Tuhan).

Sedangkan dalam Al-Maudhu' 
Lebanon disebutkan dua belas kali dalam Epic of Gilgamesh (Malhamah Galgamisy) dan tercantum dalam  monumen Ebla pada pertengahan abad ketiga SM, dan nama ini disebut  berkaitan dengan beberapa kata seperti:
Kata "Al-Lubna", yang berarti "dupa, Albakhur", atau "pohon rempah". Ini karena hutannya yang harum juga pepohonannya. Kata "Labn" dalam bahasa Semit, yang artinya putih (Abyadh); karena warna putih salju yang berada di pegunungan Lebanon.

 Kemudian, pada tahun 1920 M, Lebanon disebut Negara Lebanon Besar (Lubnan al-Kabir), dan pada 1943, setelah kemerdekaannya, disebut Republik Lebanon (Aljumhuriyah Al-Lubnaniyah).

Allah 'alam Bisshawab

Kamis, 06 Agustus 2020

Kalimat dalam Al-Qur'an

Kalimat dalam Al-Qur’an

Halimi Zuhdy

Menarik bila kita perhatikan kata "Kalimat" dalam Al-Qur'an, ia seperti banyak menyimpan rahasia yang harus dikuak, maka para mufassir berbeda pendapat dalam mengungkap makna “Kalimat” di dalamnya.

Kalimat dalam kamus Bahasa Indonesia memiliki tiga pengertian; kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan, perkataan dan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Tapi, bukan definisi ini yang diinginkan dari beberapa mufassir untuk menguap kata “Kalimat” di dalam al-Qur’an. 

Kata “Kalimat” berasal dari bahasa Arab yang memiliki banyak arti, dalam kamus Al-Ma’ani; adalah lafadz yang menunjukkan makna tunggal yang dimengerti/dipahami, baik berupa kata benda atau kata sifat atau huruf (pengertian dalam ilmu Nahwu/Sintak). “Kalimat” secara etimologi adalah susunan kata (jumlah) yang dapat dimengerti (mufidah). Sedangkan secara terminologi adalah lafadz yang menunjukkan pada suatu makna tertentu. Kalimat memiliki istilah lain; Qaul, Lafadz, Kakam, Kalim. 

Dalam al-Qur’an kata "Kalimat" memiliki beberapa makna yang sesuai dengan konteksnya. Kata ini memiliki beberapa penafsiran, ada yang bermakna perintah dan larangan, ungkapan doa, dan ada pula yang memaknai dengan 10 cobaan, manasik haji dan beberapa makna lainnya.

Kata "Kalimat" dalam Al-Qur’an ada beberapa bentuk, yang pertama berbentuk mufrad (tunggal) “كلمة” dan "كلمت", dengan dua bentuk tulisan yang berbeda,  ada yang berbentuk jamak (plural) “كلمات”.

Kata Kalimat dengan bentuk plural disebutkan sebanyak 13 kali dalam Al-Qur'an, sedangkan yang berbentuk tunggal terdapat 35 kali.

Saya tidak akan mengkaji satu persatu dari 35 kata kalimat dalam Al-Qur'an. Saya hanya akan milirik satu kata "Kalimat" dalam surat Al-Baqarah Ayat 124, yang terkait dengan kisah Nabi Ibrahim AS. 

وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa "kalimat", lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Kata "Kalimat" dalam Tafsir At-Thabari adalah kewajiban (faraidh) dan perintah (awamir), dan juga masuk didalamnya  adalah larangan. At-Thabari juga menjelaskan perbedaan para ulama dalam penafsirkan kata "al-Kalimat". Kalimat adalah syariah-syariat Islam, sebagaimana yang dituturkan oleh Muhammad bin al-Mutsanna, Ishaq bin Syahin, Abdullah bin Ahmad bin Syibawaihi. Dalam makna ini terdapat ada 30 hal dalam syariat (Ibnu Abbas). 

Berbeda dengan apa yang sampaikan Hasan bin Yahya dari Abdurrazaq yang juga berasal dari perkataan Ibnu Abbas, menurutnya  "Kalimat" di sini adalah kesucian (thaharah), 5 yang berada di area kepala dan 5 dibagian tubuh (selain kepala); mencukur kumis,  berkumur-kumur, menghirup air, bersiwak, menyisir rambut, potong kuku, mencukur bulu kemaluan, khitan, mencukur bulu ketiak, mencuci bekas buang air besar/kecil.
Kesucian (thaharah) dan kebersihan menjadi syariat kenabian dari masa ke masa, hal ini menandakan bahwa syariat membawa umat pada kemaslahatan, kebahagiaan, kesucian dan keselamatan.

Rasia Nabiyuna Ibrahim menjadi Imam (pemimpin) bagi manusia, karena ia telah menyempurnakan Kalimat, ia diuji dengan Kalimat dan mampu menyelesaikannya dengan baik. Para ulama berbeda pendapat dalam menetukan kata “Kalimat”, atau isi dari pesan dalam kalimat tersebut. Tapi saya tertarik untuk membaca apa yang disampaikan oleh Muhammad bin Ishaq dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menguji dengan kalimat, dan kalimat tersebut adalah; Ibrahim meninggalkan kaumnya atas perintah Allah, Argumentasi dan perlawanan terhadap Raja Namrud, sabar ketika dimasukkan ke dalam api yang berkobar, berhijrah dari negeri asalnya menuju Makkah. Sedangkan Basyar bin Mu’adz dalam riwayat lain, bahwa Allah menguji Nabi Ibrahim AS dengan bintang, rembulan, matahari, api, hijrah, kkhitan dan menyembelih putranya, dan Nabi Ibrahim AS mampu melalui ujian tersebut dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

Cobaan yang medera Nabi Ibrahim tidak terhitung, tapi beliau mampu meliwati cobaan (ujian) “Kalimat” tersebut dengan sempurna (fa atammahun), dan dalam beberapa riwayat “Kalimat” itu adalah; 1) Bintang, Nabi Ibrahim mampu berdialog dengan pikirannya, mana yang Tuhan dan mana yang makhluq. Ia tidak terkecoh dengan gemerlap bintang, tidak terlena dengan ketinggiannya, ia pun menemukan titik terang lainnya. 2) Rembulan, keimanan Nabi Ibrahim diuji kembali dengan rembulan yang sinarnya lebih berkilau dan lebih terang. Ia berfikir benarkah ini Tuhan?, ia pun mampu melewati cobaan dan ujian akidah sebelumnya. 3) Matahari, kini Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan terang menderang mentari, seakan-akan teriknya tak lagi mampu ditutupi oleh siapa pun yang memandang dan merasakannya, ia sebagai sumber kehidupan. Dengan makhluq ini (matahari), tidak sedikit yang tunduk dan menjadikannya Tuha, tetapi Nabi Ibrahim mampu melewati kemilau dan rayuan cemerlangnya. 

Apakah Nabi Ibrahim selesai dengan ujian tiga sinar tersebut? Ternyata tidak, datang ibtala (cobaan/ujian) yang lain. 5) Penguasa, cobaan seseorang ketika berhadapan dengan penguasa banyak yang tidak kuasa untuk berlabuh di dalamnya. Rayuannya jabatan, pangkat, harta ketika disuguhkan tidak mampu ditolak. Tapi, Nabi Ibrahim tidak hanya menolaknya sekian perdamaian dan rayuan, tidak hanya urusan harta benda dan jabatan tetapi akidah dipertahankan, ia berkronfontasi dengan penguasa lalim tersebut (Namrud). Ancaman demi ancaman mampu ia lalui. 6) Api, urusan dengan jabatan dan kekuasaan tidak mudah. Bukan hanya dipecat, disingkirkan, diasingkan atau dicoret namanya. Nabi Ibrahim berhadapan dengan kobaran Api, ia dilempar di dalamnya, dengan izin Allah Api itu tidak mampu membakarnya. Inilah kepasrahan seorang Khalilullah (kekasih Allah). Apapun cobaan, bila Allah tidak bekehendak, maka tidak akan pernah terjadi. 

Ujian yang dihadapi Nabi Ibrahim tidak hanya sesuatu yang menjulang tinggi dengan gemerlap sinarnya, tidak pula hanya kekejaman penguasa, tetapi ujian itu juga datang dari urusan keluarga. Beliau cukup lama tidak memiliki keturunan, sekitar 80 tahun, tetapi kesabaran, doa dan harapan tidak pernah surut, beliau pun dikaruniai seorang anak, Ismail dan berikutnya Ishaq. Apakah selesai, tidak. beliau 7) Hijrah, ini bukan perkara mudah bagi siapa pun, cobaan yang sungguh berat hijrah meninggalkan keluarga. Beliau walau bersama anaknya yang dicinta Nabi Ismail dan Isterinya, Sayyidah Hajar, tetapi hijrahnya ke tempat yang sangat gersang, tidak ada air, bekal yang tidak banyak, berikutnya Nabi Ismail meninggalkan keduanya. Sungguh, Nabi Ibrahim mampu melewati ini. 8) Anak, ujian terberat dalam keluarga adalah anak, bagaimana anak yang didamba puluhan tahun harus disembelih (dikurban). Tetapi inilah perintah, inilah ujian, dengan tawakkal, ikhlas dan sabar, Nabi Ibrahim mampu menyelesaikan dengan keimanan yang kuat. 9) Syaithan, berbagai godaan syaitan juga mampu dihalau oleh Nabi Ibrahim yang kemudian dimonomenkan dalam syariat melempar jumrah. 

Kajian tentang “Kalimat” tidak selesai di sini, masih banyak pendapat para ulama dalam ayat ini (al-Baqaroh, 124), belum lagi tentang “Kalimat” dalam surat lainnya; an-Nisa’, ali Imran, al-An’am, al-‘Araf, al-Anfal, Yunus, al-Kahfi, Luqman, al-Syura, al-Tahrim, at-Taubah, Hud, Ibrahim, Thaha, al-Mu’minun, an-Naml, al-Zumar, Fussilat, al-Zuruf, al-Fath, as-Shaffat, al-Ghafir. 

Allahu’alam bishawab

Khadim Pondok Pesantren Darunnun Nun