السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Selasa, 23 Juni 2020

Mata dan Penyair yang Majenun

#SeriPenyairArab1

Halimi Zuhdy

Sudah puluhan tahun puisi Idris Jamma' ini terus menghiasi buku-buku ghazal (cinta). Apalagi di era digital, beberapa bait puisinya yang disertai narasi kisah kegilaanya terus berlayar. Puisi-puisinya dinobatkan sebagai salah satu puisi terindah di era modern.

Alkisah, seorang pujangga Sudan yang diterpa badai cinta tak mampu menahan hempasan, gelombang, dan pendar rindu. Ia seperti kehilangan akalnya, meracau, entah apa yang lontarkan. Ia menulis sejarah cinta yang tak pernah usai dalam hidupnya. Ia gagal dalam arung cinta, hanya bisa terpesona, tapi tak mampu menangkapnya. Terheran-heran, tak mampu menatapnya. Dahaga, yang didapatkan fatamorgana. Ia pintar, tapi tatapan wajahnya kelabu. 

Suatu hari, Ia berjalan tak tentu arah. Seperti kehilangan kendali dirinya. Akhirnya ia harus mendekam di rumah sakit jiwa. Orang menyebutnya 
Idris Jamma', seorang penyair Sudan yang terlahir pada tahun 1922 M dan meninggal di Khurtum 1980 M. 

Karena sakitnya yang tak kunjung usai. Mentalnya yang terus kelabu. Kerabatnya memutuskan untuk membawanya ke Inggris untuk mencari tempat yang dapat membuatnya tenang, berdamai dengan penyakitnya. Ketika sampai di bandara, mata Idris Jamma' seperti menatap cahaya. Ternyata ia lagi memandangi seorang wanita, matanya tak mampu ia katupkan. Ia pandang begitu dalam. Suami wanita itu sepertinya risih, dan berusaha menutup pandangan Idris pada istrinya. 

Tetiba, Idris meracau indah, seperti mutiara yang keluar dari kerangnya. Keluar kalimat-kalimat seorang pujangga yang belum selesai dari kisah cintanya:

ﺃَعَلىَ ﺍﻟﺠَﻤَﺎﻝِ ﺗُﻐﺎﺭُ ﻣِﻨَّﺎ....مَاﺫَﺍ ﻋَﻠﻴْﻨﺎ ﺇﺫ ﻧَﻈَﺮْﻧﺎ

Apakah dicemburu, karena kecantikan itu
Apa salahnya bila aku sekedar memandangnya

ﻫِﻲ ﻧَﻈْﺮَﺓٌ ﺗُﻨﺴِﻲ ﺍﻟﻮَﻗَﺎﺭَ...وﺗُﺴﻌِﺪ ﺍﻟﺮّﻭﺡَ المُعنَّى

Pandangan yang membuat linglung ketenangan
Membuat girang jiwa yang merana

ﺩُﻧْﻴَﺎﻱَ ﺃنْتِ ﻭﻓَﺮْﺣَﺘﻲ...ومُنَي ﺍﻟﻔُﺆَﺍﺩِ ﺇﺫَﺍ تَمَنَّي

Duhai surgaku, engkau sukacitaku
Obat penawar kalbu bagi yang merindu-rindukan

ﺃَنْتِ ﺍﻟﺴَّﻤﺎﺀُ ﺑَﺪَﺕ ﻟﻨﺎ...واﺳﺘﻌﺼﻤﺖ ﺑﺎﻟﺒُﻌﺪِ ﻋﻨَّﺎ

Engkau cakrawala yang menderang kami
tapi mengapa engkau jauhkan tuk meraihnya

وَنَظَرْتُ في عيْنَيك آفاقًا وأسْرارًا ومعْنَى
Kusaksikan di kedua bola matamu, cakrawala, rahasia dan makna

Untaian kata pujangga Sudan ini sontak membuat banyak mata terbelalak. Riuh kabar kalimat cinta menyebar ke segala pelosok Arab. Dan sampai ke telinga pujangga Mesir, Abbas Mahmud al-'Aqqad. Pujangga ini pun bertanya-tanya kepada pembawa berita,  "Siapakah yang menggubah syair seperti ini?"
Mereka menjawab,
أنه ﺳﻮﺩﺍﻧﻲ  ﻭﻳﺪعى ﺇﺩﺭﻳﺲ ﺟﻤَّﺎﻉ  وهو الآن ﻓﻲ مستشفي ﺍﻟﻤﺠﺎﻧﻴﻦ.
Kalimat ini dirajut oleh pujangga Sudan, sedangkan ia sekarang lagi dirawat di rumah sakit jiwa, 

  قاﻝ: ﻫﻲ ﻣﻜﺎﻧﻪ؛ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻻ ﻳﻘﻮﻟﻪ ﻋﺎﻗﻞ ... !!!
Mendengar jawaban ini, Abbas Al-Aqqad berkomentar.."Hal ini memang wajar, kalimat indah ini tidak mungkin keluar dari orang waras...!!"

Tidak hanya untaian bait-bait puisi cinta yang mengalir pada wanita yang di temuianya Bandara. Tapi banyak wanita yang telah menjadi pigura dalam sejarah kata-katanya. Pada suster yang merawatnya di rumah sakit London pun membawa kegundahan dan ronta jiwanya. Pandangannya menatap tajam suster itu, hingga suster cantik itu risih dan terusik. 

Resah. Suster ini pun mengadu pada direktur rumah sakit. Saran direktur pada suster ini, agar menggunakan kaca mata hitam ketika memeriksa, melayani dan merawatnya. 

Saran direktur pun dilakukan suster yang berparas cantik itu. Keesokan harinya, matanya tertutup kaca mata hidup. Ia melangkah ke ruang Idris Jamma' dengan percaya diri, dan harapan tatapan pujangga Sudan ini tak menguliti matanya. Tapi yang terjadi, pujangga ini tak berhenti menatap dan keluar bait-bait puisi dari letupan bibirnya.

ﻭﺍﻟﺴَّﻴﻒُ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﻤْﺪِ لا ﺗﺨﺷﻰ ﻣﻀَﺎﺭبه .. ﻭسَيْف ﻋﻴْﻨَﻴْﻚَ ﻓﻲ ﺍلحالتين ﺑﺘَّﺎﺭُ
Pedang yang tersarung, tak ada yang gentar hunusnya
Tapi tajamnya pedang matamu, ditutup atau tidak ia tetap melukai

Suster ini hanya bisa diam. Ia tidak memahami apa yang diungkap sang pujangga. Ia bergegas keluar ruangan. Dan bertanya-tanya, apa arti bait puisi yang diungkap Idris Jamma. Setelah ia tahu makna puisi itu. Ia tak mampu menahan awan mendung air matanya, menetes, kagum dengan rangkaian bait yang ditujukan padanya.

#PuisiArab #SastraArab #SeriKajianSastraArab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar