السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Rabu, 15 Januari 2020

Literasi di Indonesia Butuh Dongkrak Lebih Kuat

Halimi Zuhdy

Beberapa hari ini saya mengadakan riset kecil-kecilan tentang kesadaran berliterasi di beberapa tempat, dan di beberapa kepala keluarga, hasilnya dari sekian keluarga yang suka membaca buku dan suka menulis hanya 1%. Kalau ada yang suka membaca, itupun baca status, cating di WA dan di FB. Dan tulisan-tulisan yang berat jarang dibaca, terkadang langsung di hapus.

Dan kebanyakan anak-anak di tempat tersebut (yang saya maksud di atas) suka nonton vedio berjam-jam (terutama di youtube dan FB), main game juga berjam-jam, giliran baca buku hanya dapat bertahan 5 sampai 10 menit, itupun karena tugas dari sekolah, dan buku yang dibaca adalah buku-buku pelajaran.

******

Perkembangan literasi di Indonesian tidak terlalu menggembirakan, butuh usaha besar dan sungguh-sungguh dari berbagai pihak untuk selalu mendorong masyarakat Indonesia agar gemar membaca dan menulis. .

Data yang cukup mengenaskan, dari 61 negara yang diteliti tingkat literasinya, menempatkan Indonesia peringkat kedua dari bawah, yaitu ke-60 setelah Bostwana. Prestasi yang tidak perlu terjadi, apalagi negara ini negara besar dan sudah cukup lama berdiri di dunia. Seharusnya, besarnya (banyaknya) juga sejalan dengan budaya literasinya. 

Sebuah negara, maju dan tidaknya, dapat dilihat dari bagaimana kegemaran membacanya, jika budaya bacanya masih rendah, maka masyarakatnya juga demikian.  Menurut penelitian UNESCO, indeks minat baca Indonesia 0,001 %. Artinya dari 1.000 penduduk hanya 1 orang yang serius membaca. Apakah benar survei tersebut, kalau benar, bagaimana peran lembaga pendidikan di Indonesia, demikian juga peran pemerintah yang memiliki kekuatan untuk merubah bangsa. .

Sedangkan hasil survei 3 tahunan BPS, telah mencatat,  tingkat minat baca anak-anak Indonesia hanya 17,66 %, sementara minat menonton mencapai  91,67 %. Bisa dibayangkan, bagaimana minat menonton masyarakat Indonesia mengalahkan daya bacanya. Apalagi akhir-akhir ini, dari mulai Anak PAUD sampai Pos Doktoral sangat suka megang HP, dan yang paling banyak diakses adalah youtube (film), dan orang tuanya asyik masuk dengan literasi ala modern (cating, ngerumpi, hal tidak jelas arahnya). Budaya baca buku (online dan ofline) juga kurang diminati. Dan yang sangat menakutkan, orang Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 3 menit 36 detik untuk menonton film porno di internet. .

Jika, kegemaran membaca saja sudah sangat rendah, bagaimana dengan minat menulisnya. Sedangkan budaya menulis akan tumbuh, jika minat membacanya kuat. Dan dari hasil penelitian terkini, lembaga pendidikan pun (sekolah, kampus dll), banyak yang tidak membudayakan literasi, dengan indikasi; perpustakaannya sepi, jarangnya bedah buku, tidak adanya diskusi, buku-buku tidak terbaca di berbagai rak sekolah/kampus, dan lainnya. .

Dan lucunya, banyak parapejabat pemerintahan dan para pendidik, yang belum tahu tentang dunia literasi. Bagaimana mereka mendorong untuk memdayakan literasi, sedangkan mereka belum memahaminya. Mudah-mudahan dapat berbenah. .
.
Untuk memupuk dan membudayakan literasi, maka bagi para pendidik terutama, selalu mengkampanyekan; pentingnya membaca dan menulis, mendorong untuk mengunjungi perpustakaan sekolah, menggiatkan gemar ke toko buku, memotivasi membawa buku kemana-mana, membuat gerakan membaca di sekitarnya, membuat taman literasi, dan lainnya. 

Budaya literasi yang rendah, akan menyebabkan pengetahuan rendah, negara terbelakang, hoax bergelimang, dan serta sulit bangkit dari keterpurukan. Penyebab rendahnya minta tersebut, menurut beberapa pakar di Indonesia, karena; orang tua tidak mengenalkan literasi sejak dini, orang tua yang meletakkan buku sebagai sampingan dari belanja lainnya, orang tua lebih mendekatkan pada TV dari buku, sulitnya mengakses buku-buku, figur publik yang tidak suka literasi.

Untuk membudayakan budaya literasi, misalnya membaca, maka dengan meletakkan buku-buku di beberapa titik yang sering anak-anak berkumpul, mislanya di rumah. Atau orang tua membuat perpustakaan mini, sehingga anak-anak selalu melihat buku-buku yang terpampang dari pada foto-foto kenangan.wkwkwwk. guyon yang ini. Dan orang tua, sering memberi hadiah buku, dari pada hadiah duku.wkwkw. Juga bisa seminggu sekali mengajak anak ke perpustakaan kota dan toko buku. Dan yang paling urgen, orang tua mengurangi membaca cating medsos (Hp-an) di depan anak-anak, kecuali orang tua membaca ebook atau membaca buku-buku yang ada di gawai.wkwwk.

Salam Literasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar