السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Rabu, 24 Juli 2019

Perempuan Penyangga Bangsa

(Perempuan Hebat, Membangun Negara Bermartabat)

Oleh Halimi Zuhdy

Masa kini adalah pertaruhan masa depan, masa lalu menjadi gambaran masa kini. Perempuan-perempuan hebatlah yang menjadi taruhan masa keemasan sebuah negara, jika para perempuan tidak mampu memperbaiki diri dan tidak mampu menjaga dirinya, maka alamat suatu negara akan rusak dan hancur. Bukan kemudian menghilangkan peran laki-laki, tetapi bagaimana kedudukan perempuan dalam Islam sangat luar biasa, karena laki-laki dan perempuan adalah khalifah Allah di muka bumi.

Negara maju, bukan karena hanya karena kecanggihan teknologinya, bukan pesatnya pertokoannya dan menjulangnya bangunan-bangunannya, bukan pula kebebasan yang menjadi Tuhan. Tetapi, bagaimana negara tersebut mampu mempertahankan kebaikan-kebaikan umat dalam beragama, berlandaskan aqidah yang kuat, dan mampu mengamalkan ajaran-ajaran agamanya.

Maka, perempuan-perempuanlah yang dapat melahirkan generi sepanjang zaman, dan perempuan pula yang selalu berkelindang di dalam rumah bersama anak-anak calon khilafah masa kini dan berikutnya, dan perempuan pulalah yang menjadi Rabbatul Bait (pengasuh, pendidik, manager rumah), sebuah kehormatan yang luar biasa untuk perempuan disebut Rabbatul Bait, karena memang dari tangan-tangan lembut mereka generasi menjadi penyayang, dari pundak kuat mereka generasi menjadi kuat dan tegas, dan dari tangisan tahajjut mereka, menjadi generasi yang penuh sentuhan rasa cinta, dan dari dalam kandunganlah mereka dilatih untuk sabar, sayang dan penyantun, sebagaimana pusar yang masih tersisa di setiap manusia, sebagai bukti bahwa cinta harus ada, agar selalu menebar kasih.

Perjalanan dakwah Nabi Muhamamd saw yang luar biasa  tidak terlepas dari perempuan-perempuan hebat di sekeliling beliau. Seperti Khadijah, Istri Nabi saw yang sangat berperan aktif mendukung beliau, baik dukungan individual dan dukungan sosial. Dukungan individual, ketika Nabi Muhammad memberitahu apa yang telah beliau temui, Khadijah memujinya dengan kebaikan-kebaikan yang telah Nabi lakukan dengan sifat-sifat yang mulia, sehingga membuat Nabi senang, tenang dan merasa hilang rasa takutnya. Sedangkan dukungan sosial, agar Nabi semakin kuat dalam berdakwah, Khadijah mengajak berkonsultasi dan menemui Waraqah, dan selalu memotivasi Nabi untuk bangkit berdakwah.

Sedangkan Aisyah binti Abu bakar, perempuan yang selalu haus ilmu, gigih dalam belajar dan mengajarkan ilmu agama,  menurut Abu Ubaidillah Ali Salman dalam kitab Inayah an-Nisah’ bi al-hadis, bahwa Aisyah telah meriwayatkan 2210 hadis. Sedangkan menurut az-Zarkasi yang menulis buku al-Ijabah tentang para sahabat, bahwa Aisyah termasuk dari tujuh sahabat yang banyak meriwayatkan hadis; Abu Hurairah, Sa’ad, Anas, Aisyah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Sedangkan Ibnu Abdul Barri mengatakan bahwa “sesungguhnya Aisyah adalah satu-satunya wanita di masanya yang menguasi tiga ilmu sekaligus, ilmu iqih, Kedokteran dan syair”.

Umat, negara dan sebuah kelompok atau golongan, tidak bisa lepas dari peran perempuan-perempuan sekelilingnya, tergantung bagaimana perempuan tersebut mengambil peran. Peran perempuan dalam sebuah negara, tidak harus menjadi politikus, tidak pula harus menjadi pemimpin, tidak harus menjadi pendidik masyarakat (guru), tetapi bagaimana ia mampu memberikan konstribusi aktif dan kemanfaatan dalam membina rumah tangganya, karena dari negara kecil inilah (kelaurga), negara besar dibangun.

https://www.instagram.com/p/B0S74-3JLik/?igshid=1be2rzwrkzt5l

Jika negara-negara kecil dibangun dengan baik, maka negara besar akan menjadi baik, sebagaima pada masa Nabi saw dan masa keemasan Islam, para perempuan juga sangat aktif menjadikan genarasinya, sebagai generasi emas. Seperti peran besar Ibu Imam Syafi’i dalam pencapaian keilmuan beliau, Muhammad bin Idris  Asy-Syaif’i yang ditinggal ayahnya wafat dalam usia muda, ibundanyalah yang mendidik,  membesarkan dan membawanya hijrah ke Makkah dari Gaza Palestina, dan ibunya pula yang membawa ke pedesaan agar belajar bahasa Arab fusha sehingga beliau sangat fasih dalam bahasa Arab. Demikian juga Imam Malik bin Anas, ibunya sangat berperan besar menjadikannya ulama ini luar biasa, kebiasaan ibunya yang memakaikan pakaian dan mengenakan imamah kemudian beliau mengantarkan ke majlis ilmu yang diasuh oleh Rabi’ah bin Abi Abdirahman. Demikian pula, perempuan yang mampu mengantarkan Imam Bukhari menjadi ulama besar dan ahli hadis, saat Imam Bukhari berumur 16 Tahun, ibunya mengajak ke Makkah dan meninggalkannya, agar Imam Bukhari banyak menimba ilmu agama dari para ulama yang berada di Tanah Haram.

Umat akhir-akhir ini, berada di suasana yang penuh dengan cobaan dan fitnah, maka membutuhkan perempuan-perempuan muslimah hebat untuk menjaga generasi hebat, yang selalu berada di rel agama, selalu berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan Al-Hadis, mengikuti kajian-kajian keagamaan dan majlis-majlis ilmu, karena merekalah benteng yang luar biasa, menjaga gempuran peradaban yang tidak sesuai dengan agama, media sosial yang mulai menjadi denyut nadi, layar kaca tanpa sensor, internet dengan jejaringnya yang tak lagi mengenal usia. Ayah sebagai garda depan, dengan dukungan penuh perempuan pendamping yang menggawangi dari hal-hal yang dapat merusak agama.   
Perempuan hebat selalu ingin belajar tentang agamanya, selalu memperbaiki akhlaknya, dan  mau belajar apa yang menjadi kecendrungannya, “Maka Tuhan mereka mengabulkan permohonan mereka dengan berfirman: “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan...” . 

Tidak sedikit perempuan yang menjadi guru para ulama, seperti Al-Syaikhah Syuhrah salah seorang guru Imam Syafi’i yang digelari Fakhrun Nisa’ (kebanggaan Perempuan), ada juga Syamiyat At-Taimiyah, Zainab putri sejarawan Abdul Lati Al-Bagdadi, dan Mu’nisat Al-Ayyibiyah, Al-Khansa’ dan lainnya. Dan muslimah hebat tidak harus sama dengan mereka yang memiliki kedudukan ilmiah pada zamannya, tetapi perempuan yang selalu ingin belajar untuk membina generasi muslim bersama suaminya, dan perempuan-perempuan yang menjaga dirinya (iffah) dari hal-hal yang dapat mendatangkan kemudharatan dirinya di dunia dan di akhirat. Tidak ada halangan bagi seorang perempuan untuk selalu belajar untuk mencipta generasi emas, baik belajar di halaqoh-halaqoh, majlis-majlis ta’lim, di rumah suaminya, di pondok pesantren, dan di tempat-tempat yang mampu mengantarkannya menjadi muslimah yang baik.

Perempuan, ketika memiliki anak, ia disebut dengan “ibu” yang dalam bahasa Arab adalah “umm”, yang memiliki akar yang sama dengan kata imam (pemimpin), yang berarti “diteladani”. Maka sangat wajar sekali, jika seorang ibu mampu menciptakan generasi unggul, menjadikan anak-anak pemimpin yang baik, dan ia mampu untuk diteladai oleh anak-anaknya dan masyarakat. Jika ia sudah berada pada tingkat “namudzajiah, mistaliyah wa uswah” (teladan), maka ia akan mampu menciptakan negara dan umat bermartabat. Allahu’alam bi al-shawab.

Khadim PP. Darunnun Nun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar