Facebook Halimi Zuhdy
Jumat, 19 Maret 2010
RELEVANSI TEOLOGI ASY’ARIYAH TERHADAP KEHIDUPAN MODERN
(Telaah Kritis Atas Teologi Asy’ariyah) A.Pendahuluan Sebuah kajian atau kritikan terhadap teologi yang berkembang bukanlah usaha untuk menghilangkan subtansi atau membongkar total terhadap pemikiran-pemikiran yang sudah dibangun oleh para teologi yang berkembang di zamannya, namun untuk melihat kembali apakan pemikiran tersebut masih relevan di kembangkan pada zaman sekarang yang penuh dengan berbagai macam krakteristik dan dinamika pemikiran atau pemikiran tersebut perlu dikonstruksi sehingga mampu berdaptasi dengan kehidupan modern, disamping itu dapat mengkomparasikan antara beberapa pemikiran para teolog yang berbeda dalam metodelogi objektifitas dan kemampuan dalam memahami kebenaran /hakekat. Kajian terhadap teologi Asy’ariyah disini tidak dimaksudkan untuk meninggalan aspek-aspek positif dalam teologi Asy’ariyah dari praktek keagamaan umat Islam seluruhnya atau sebagiannya, namun yang diinginkan dalam wacana ini adalah mencoba mengkaji kebenaran dan keabsahan konsepteologi ini sebagai landasan berfikir dan beramal umat Islam di masa kini dan mendatang.
Yang dituntut dalam pemikiran teologi adalah kekuatan atau potensi konsep pemikiran tertsebut dalam menawarkan solusi dan penyelesaian permasalahan-permasalahan yang di hadapi umat dengan berlandaskan pada fundamen-fundamen kekaidahan dan komprehensip tampa harus disibukkan oleh persoalan-persoalan parsial dalam teologi tersebut, dan jika kita menengok kondisi aqidah umat dewasa ini , dengan jelas kita akan temukan satu problem penting yang timbul dari fenomena kemunduran umat Islm, yang pada gilirannya menyebabkan stagnasi pada perkembangan pemikiran Islam, dan secara berlahan-lahan akan memisahkan dari kehidupan riil, yaitu terjadinya pemisahan-pemisahan antara teologi Islam dan upaya penerapan ajaran Islam dalam berbagai segi kehidupan. Dalam term lain kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam sejarah umat Islam pada masa kemunduran peradapan Islam. Menciptakan jurang yang memisahkan antara aspek teologis dan aspek amaliyah umat. Sehingga sukar ditemukan bentuk-bentuk dan prilaku umat yang termutifasi langsung dari sebuah keonsep teologi. Dan terkadang terlihat seakan –akan kebenaran teologi itu sendiri hanya merupakan persepsi-persepsi rasional yang tidak ada sangkut pautnya terhadap kehidupan manusia.
Masuk pada teologi Asy’ariyah, kita harus dapat menempatkan aliran teologi ini pada proporsi yang sebenarnya, tidak mengklaim teologi ini yang menyebabkan kemunduran orang Islam atau berlebih-lebihan menganggap teologi ini paling benar karena berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadist sehingga tidak perlu dikritisi, dalam tulisan ini penulis ingin mencoba melihat kembali relevansi doktrin Asy’ariyah terhadap prilaku umat dan juga telaah terhadap teologi tersebut.
B. Asy’ariyah dan Ajarannya
Paham Asy’ariyah dinisbatkan kepada pendirinya Abul Hasan al-Asy’ari, ia menentang ajaran mu’tazilah dan aliran lain yang dianggap menyimpang dan sesat, aliran ini menjadi ajaran bagi aliran sunnah dan hadist.
Abu Hasan al-Asyari dari Basrah, Iraq yang lahir pada 260 H/873 M, dan wafat pada 324 H / 935 M ) atau setengah abad setelah al-Buhkari (wafat pada 256 H / 870 M0 dan hidup beberapa tahun sezaman dengan pembukuan Hadist yang terakhir dari tokoh yang enam yaitu Imam Tisrmzi (wafat pada 275 H / 892 M)1. Setelah menjalani ajaran Mu’tazilah hinga terjadilah perbedaan dia dan gurunya al-Jubbai mengenai berbagai masalah kalam, yang akhirnya tidak puas atas jawaban gurunya, sehingga ia meninggalkan aliran tersebut.2
Al-Asy’ari meninggalkan aliran Mu’tazilah dengan alasan yang masih merupakan suatu yang kabur, belum terungkap apa di balik rahasia itu. Karena itu, tidaklah terlalu mudah di benarkan dan diyakini bahwa ia meninggalkan aliran yang dianut gurunya, karena tidak puas terhadap jawaban-jawaban gurnya, al-Jubaba’i.
Karena hanya kaum Mu’tazilah, terutama tokoh-tokohnya di kenal sangat terampil dalam meggunakan akal pikiran bahwa sangat mengagungkan akal pikiran dalam melihat suatu persoalan. Dapat diduga menjadi salah satu alas an mengapa al-Asy’ari meninggalkan aliran tersebut.3
Hasan Hanafi menyatakan sebab utama ialah adanya perpecahan yang dialami kaum Muslimin yang bisa menghancurkan mereka kalau tidak diakhiri. Sebagai seorang muslim yang sangat gairah terhadap keutuhan kaum muslimin, yang sangat menghawatirkan al-Qur’an dan al-Hadist menjadi korban paham-paham Mu’tazilah yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan mereka didasarkan atas pemujaan akal-pikirannya.4
Untuk mengetahui paham dan ajaran al-Asy’ariyah , ada baiknya di kemukakan lebih dahulu paham dan ajaran yang dikemukakan oleh pendirian mengenai berbagai aspek teologi:
Bersambung ......2
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar