السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Kamis, 25 Februari 2021

Salah Paham dengan Kata Tabarakallah, Barakallah, Mabruk dan Mubarok

Halimi Zuhdy

Beberapa bulan terakhir, sejak beberapa da’i mempopulerkan kata Tabarakallah dan tidak sedikit artis yang mengikutinya, maka media ramai dengan kata tersebut, dan seakan-akan artinya sama dengan kata Barakallah.


Terkait dengan kata “Tabarakallah” ini tidak sedikit yang memahaminya dan memaknainya dengan kurang tepat, bahkan salah. Di beberapa artikel yang membahas kata ini (Tabarakallah), memaknainya tidak tepat (silahkan googling), diartikan dengan “mudah-mudahan Allah memberkatimu”, ada pula yang menggandengkan dengan “Masyallah Tabarakallah” yang diartikan dengan Allah yang berkehendak seperti itu, Allah berikan kamu barakah (artikelsiana), Semoga Allah memberkahimu (wolipop.detik), semoga Allah memberkahimu (kumparan), Tabarakallah (تبارك الله) Semoga Allah memberkahimu (quora), empat web di atas adalah hasil googling ketika mencari makna “Tabarakallah”, belum lagi website lainnya yang pembahasannya tidak jauh berbeda.
Sekilas, kesalahan yang paling tampak adalah mengartikan “Ka” dalam Tabara-ka- dengan arti “kamu”, ini juga sering terjadi kesalahan dengan mengartikan “Barakallah” dengan mudah-mudahan Allah memberikati-mu, tanpa mengikuti kata fika, laka, alaika dan lainnya. Tabarakallah itu berbeda dengan “Barakallah laka”, meskipun dari derivasi yang sama, tetapi memiliki arti yang berbeda.
Tayyib. Mari kita kaji sepintas makna “Tabarakallah”, pertama secara mu’jami (kamus), kedua, menurut beberapa tafsir al-Quran (karena kalimat ini sangat banyak di dalam al-Qur’an). Ketiga, hadis-hasis yang terdapat kata tabarakallah.
Pertama, secara mu’jami kata ini belum ada dalam kamus KBBI, dan suatu saat perlu ditambahkan dalam kamus bahasa Indonesia, seperti kata; alhamdulillah, masya Allah, berkah, dan kata-kata lainnya yang sering digunakan masyarakat Indonesia. Dalam kamus Al-Ma’ani, Tabarakallah diartikan dengan Taqaddasa, tanazzaha, ta’ala (Maha Suci Allah, Maha Tinggi). Tabaraka al-Rajulu (thalaba al-barakata wa faza biha); seseorang memohon keberkahan dan keberhasilan dengannya. Kata “tabaraka wa ta’ala” sudah menjadi istilah dalam Fiqih dengan arti Maha Suci Allah dan Maha Tinggi. (Ma’ani).
Dalam al-Qur’an, kata Tabarakallah terdapat dalam 8 tempat; Al-‘Araf: 54, Al-Mu’minun: 14, al-Furqan pada ayat; 1, 10, dan 61, al-Ghafir: 64, al-Rahman: 78, al-Mulk: 1.

تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ، فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ، تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ.. ، تَبَارَكَ الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا..، تبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجاً، تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَالْإكْرَامِ، فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ، تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

Dalam terjemahan bahasa Indonesia kata Tabarakallah (sesuai dengan urutan ayat di atas) diartikan dengan; 1) Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam, 2) Maka Maha sucilah Allah, 3) Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan, 4) Maha Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian, 5) Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang, 6) Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. , 7) Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia, 8) Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan.
Sedangkan dalam beberapa tafsir al-Qur’an, di antaranya adalah kitab Al-Tahrir wa al-tanwir karya Ibnu ‘Asyur, kata “Tabarak” dalam bentuk derivasinya adalah menampakkan sifat pada sesuatu yang disifati, seperti kata Tastaqala yaitu tampak sesuatu yang berat dalam pekerjaannya (menjadi berat), Ta’adhama (tampak keagungannya, menjadi besar, agung), dan terkadang digunakan untuk menampakkan perbuatan yang disifati dengan benar-benar jelas seperti Ta’alallahu (sangat jelas keagungannya), maka dalam kata Tabarakah adalah sangat tampak jelas keberkahannya (dzaharat barakatuhu). Dalam Fath al-Qadir Lil Syakani, Tabarakallah, ai kathurat barakatuhu wa ittasa’a (keberkahan yang banyak dan melimpah), dan juga bermakna Ta’adhama (sangat tanpak keagungannya). Dalam tafsir al-Thabari tidak jauh berbeda dengan Fath al-Qadir yang bermakna al-kastrah dan ittasa’a (dipenuhi dengan keberkahan).
Dalam al-Mausu’ah al-Hadistiyah, kata “Tabaraka” terdapat dalam banyak hadis yang selalu berdampingan dengan kata “Ta’ala” sebuah istilah yang digunakan untuk kemuliaan dan keagungan Allah swt. Tidak ditemukan sebagai ungkapan untuk menyatakan sesuatu, sepengetahuan penulis, kecuali pernyataan keagungan kepada Allah.
Berdasarkan beberapa keterangan di atas, tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan tentang makna Tabaraka dengan arti “Allah memberkatimu”. Pertama, tabarakaallah tidak sama dengan barakallah laka, tabaraka (تبارك) itu khumasi lazim (kata kerja yang masuk katogeri lima huruf dan intransitif), sedangkan baraka (بارك) adalah kata transitif (muta’addi). Tabaraka menjadi transitif bila disambung dengan huruf lain (muta’addi bi harf).
Kedua, Tabaraka adalah satu kata, bukan gabungan dari “taba” dan “ka”, yang memunculkan makna kamu. Demikian juga dengan kata Barakallah. Kata “Barakallah”, disambung dengan kata setelahnya, seperti kata fika, laka, dan alaika, menjadi Barakallah laka.

Ketiga, Tabarakallah itu mengagungkan Allah, menampakkan kesucian-Nya, kebaikan datang dari-Nya, keberkahan hanya dari-Nya. Maka, lebih tepat kalau ingin mengucapkan selamat atas apa yang diraih seseorang adalah kata Barakallah laka, Alaika, Ilaika (mudah-mudahan Allah memberkatimu), sedangkan kalau ingin mengucapkan sesuatu yang luar biasa, maka mengucapkan kata Barakallahu laka, fihi, (lebih jealasnya keterangan diakhir tulisan ini), tetapi yang lebih masyhur adalah Masyallah lahaula wala quwwata illa billah.
Dalam beberapa penjelasan, kata masyallah itu untuk dirinya sendiri (apabila terdapat sesuatu yang luar biasa), sedangkan (untuk orang lain). Dalam laman al-imam bin Baz (al-Sunnah al-Shahihah) kata “Masyallah Tabarakallah” tidak ada dasarnya yang dapat menguatkan kalimat di atas (ma warada fihi syaik), yang ada dasarkan adalah Masyallah la haula wala quwwata illa billah. Sedangkan kata “Tabaraka” malah tidak berdasar, sedangkan dalam hadis yang ada adalah alla barrakta (ألَّا بَرَّكْتَ). Beliau melanjutkan, apabila seseorang melihat sesuatu yang mengagumkan, maka yang mengucapkan “Allahumma barik fihi”, “Barakallah fihi”. Berbeda dengan Ibnu Utsaimin, apabila seseorang ingin selamat dari penyakit Ain, maka hendaknya mengucapkan “Tabarakallah alaika”, karena Nabi pernah bersabda yang tertimpa penyakit dengan ucapan “Halla barrakta ‘alaika”. Dalam Utaibah, Mata Yuqalu Tabaraka wa mata yuqalu Masyallah la haula walaquwwata.
Apakah ada yang salah dengan pengucapan kata Tabarakallah? Tidak ada yang salah, hanya kurang tepat penggunaannya, serta salah mengartikannya, dan juga mungkin kurang tepat memahaminya.
Bersambung pada pembahasan kata Mabruk dan Mubarok, Insya Allah.
Allahu’alam bisshawab.

Guru Kecil di Bahasa dan Sastra Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Khadim Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Kejayaan Islam dalam Kenangan Sejarah

Halimi Zuhdy


"Watilkal Ayyamu Nudawiluha Bainannas", Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran). QS. Ali Imran, 140.

Entah, Apakah Ayat ini termasuk sebuah kejayaan suatu negara yang pernah berjaya syiar Islamnya dan akan bangkit lagi, atau akan terpuruk selamanya. Tapi yang jelas, kehidupan akan terus berputar. Di Eropa ada Andalusia, kini tinggal cerita Islam pernah berjaya. Dan kini, Spanyol seperti tak memberi bekas bunga, tapi goresan luka. Di Asia tenggara, Islam pernah berjaya di enam negara, bahkan menjadi penduduk mayoritas muslim terbesar. Kini, di tiga negara menjadi segelintir, bahkan hanya menjadi kerikil-kerikil yang tak pernah terlihat lagi.

Gambar: Tulisan Abi.blogspot.com


Manila ibu kota Filipina, nama ibu kota ini berasal dari bahasa Arab "Fi AManillah" Dalam lindungan Allah. Di negeri ini, dulu syariat Islam ditegakkan, mayoritas penduduknya muslim, azan yang bersaut-sautan di seluruh penjuru negeri ini. Tapi kini, di negeri Filipina, kita sering mendengar Islam hanyalah sebuah gerombolan pemberontak terhadap pemerintah, dan mereka menjadi minoritas.

Berikutnya negeri Gajah Putih, Thailand. Di negeri ini menyimpan mutiara yang luar biasa, kejayaan Daulah Islamiyah di selatan negeri ini. Kerajaan Islam Pattani. Penduduk muslim di tanah mereka sendiri dijuluki khaek (pendatang, orang luar).

Kamis, 04 Februari 2021

Satu Kesulitan, Dua Kemudahan (Inna Ma'al 'usri Yusro)

Halimi Zuhdy

“Apabila ada kata ma’rifat (kata definitif) dalam dua kalimat yang berbeda maka keduanya memiliki arti yang sama (nafs syai’, maksudnya juga sama), muallimah dalam salah satu vedio menyitir kaidah linguistik Arab (qaidah lughawiyah). Seperti contoh;
جاءت المرأة، وسلمت على المرأة
“Telah datang seorang perempuan, dan saya mengucapkan salam pada perempuan tersebut”,
maka perempuan yang ada dalam kalimat di atas adalah perempuan yang sama, karena kata perempuan (al-mar’ah) di sini menggunakan ma’rifah (definitif), dan tanda bahwa ia ma’rifah dengan adanya “al” yang disebut dengan "Al-ta’rif".
Gmbr diambil dari i.ytimg.com (120×90)



Tetapi sebaliknya, bila ada nakirah (indefinitif) dalam dua kalimat yang berbeda, maka memiliki arti dan maksud yang berbeda pula, seperti;

جاءت مرأة، وسلمت على مرأة
“Telah datang seorang perempuan, dan saya mengucapkan salam pada seorang perempuan”.
Dalam kalimat ini, antara perempuan yang pertama dan yang kedua berbeda, walau sama-sama perempuan. Karena kedua perempuan itu tidak menunjuk satu jenis (umum), perempuan yang mana (nakirah, indefinitif)?.
Sedangkan kalimat yang pertama "Perempuan itu" dalam dua kalimat menggunakan kata definitif, maka bisa dipastikan keduanya adalah perempuan yang sama.
Penjelasan di atas hanya sebuah contoh untuk mengantarkan kepada para mustami’ (pendengar), bahwa dalam Ayat al-Qur’an surat Al-Insyirah;

﴿ فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا( )إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴾
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

Dalam Ayat ini, kata kesulitan (al-‘usr) kedudukannya adalah definitif (ma’rifah), maka kedua kesulitan itu pada hakekatnya satu (satu kesulitan), sedangkan kata kemudahan (yusr) tidak sama antara kemudahan yang pertama dengan kemudahan yang kedua (berbeda), yang pertama adalah kemudahan dalam solusi, terselesainya berbagai masalah hati, lapang dada, kebahagiaan. Dan kemudahan setelah tertimpa kesulitan, maka ada kemudana yang bersifat materi (maddi) dan kemudahan batin (ma’nawi).

Artinya kesulitan itu hanyalah satu walau dengan kata yang berulang-ulang, sedangkan kemudahan itu melimpah ruah.
Dan saya menemukan keterangan Dr. Ahmad Khadar yang mengutip perkataan Ibnu Abbas dari beberapa kitab tafsir,
قال ابن عباس: يقول الله تعالى خلقت عسرًا واحدًا، وخلقت يسرين، ولن يغلب عسر يسرين
Ibnu Abbas berkata, “Allah berfirman, aku ciptakan satu kesulitan serta aku ciptakan dua kemudahan, dan satu kesulitan tidak akan dapat mengalahkan dua kemudahan”.

Selanjutnya Dr. Ahmad melanjutkan mengutip perkataan Imam Al-Qurtubi, bahwa Ayat “Inna ma’al usr Yusra” yang kedua bukan mengulang dari Ayat yang pertama, sesungguhnya kesulitan (al-‘usr) di dunia bagi seorang mukmin akan mendapatkan kemudahan (yusrun) di akhirat, atau kemudahan di dunia dan kemudahan di akhirat.

Rasulullah saw bersabda;
لو كان العسر في حجر لدخل عليه اليسر حتى يخرجه
“Seandainya ada kesulitan (al-usr) lalu masuk ke dalam batu ini, niscaya kemudahan itu akan datang dan masuk ke dalam batu ini pula, lalu (kemudahan) akan mengeluarkannya”.

Ayat ini bila dikaji dari awal "Alam Nasyrah" sangat menarik, belum lagi perbedaan terjemah “sesudah” dan “bersamaan” dari kata ‘Ma’a”.

Pesan yang sangat luar biasa adalah kemudahan itu lebih banyak dari pada kesulitan, dapat kita bayangkan bila hidup hanya dipenuhi dengan kesulitan, sakit terus mendera, sengsara yang tak berkesudahan. Tapi, bukankah keindahan, kemudahan, kesehatan lebih berlimpah dalam kehidupan kita hari-hari.

Allahul musta’an wailahi tuklan