السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Selasa, 29 September 2020

Sastra Saudi Arabia

Halimi Zuhdy

Beberapa tahun belakangan beberapa novel dan puisi dari sastrawan Saudi Arabia mewarnai beberapa kampus di Indonesia yang di dalamnya terdapat jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Novel hikayat al-Hubb yang diterjemahkan oleh mahasiswa BSA dan dilaunching di teater Fakultas Humaniora UIN Malang. Bahkan Novel Banat Riyadh mampu menarik perhatian banyak penerjemah di Indonesia yang kemudian diterjamah dengan berbagai judul, dan tentunya diterbitkan oleh beberapa penerbit di Indonesia.

Selama ini, ketika membincang sastra Arab, mata akan melirik sastra Arab dari negara Mesir, Libanon, dan Suria. Tidak aneh, karena tiga kawasan ini dianggap  awal kebangkitan sastra Arab modern, setelah beberapa tahun sebelumnya mengalami inhithah (kemunduran). Selain tiga kawasan di atas, sejatinya sastra Arab menyebar di banyak negara dengan berbagai vareasi dan corak. Seperti, Yordania, Oman, Yaman, Libia, Sudan, Jaibuthi, Palestina, dan beberapa negara lainnya.

Dalam Maushu'ah Adab al-Arabi Fi Mamlakah al-Arabiyah, kebangkitan sastra Arab di Saudi terdapat beberapa tahap. Tahap pertama merupakan awal kebangkitan di tingkat lokal dan Arab secara keseluruhan, dan menggambarkan awal dari gerakan sastra, tahap ini diperkirakan pada tahun 1902 - 1923, dan disebut dnegan tahap permulaan (al-Bidayat).

Adapun tahap kedua, yaitu tahap pembentukan (ta'shih), pada tahun  1924 – 1953, di mana Kerajaan Arab Saudi telah tumbuh subur dan fondasi semakin kuat, perkemabngan terutama di bidang pendidikan dan jurnalistik, dan pada tahap ini mengarahkan masyarakatnya untuk mengabdi kepada negara. Dan ini juga sangat berpengaruh kepada perkembangan kesusastraan di Saudi.
Pada tahap ketiga, yaitu tahap pembaharuan, pada tahun 1954 – 1970 banyak terdapat perubahan yang mendorong sastra Saudi Arabia dalam menghadapi peristiwa politik dan sosial, dan keterbukaan terhadap sastra Arab dan internasional, serta dipengaruhi arus dan madzhab-madzhab baru dalam kesusastraan Arab dan Eropa.

Tahap keempat merupakan masa sastra Arab modern Saudi Arabia, pada tahap ini merupakan masa kecemerlangan sastra Saudi. Jumlah universitas, para akademisi di bidang sastra dan keseniannya meningkat tajam, dan beberapa penulis serta kritikus Saudi bermunculan. Panggung sastra serta berbagai forum-forum sastra dan budaya begitu marak, sampai pada hari ini.

Terdapat ratusan sastrawan Saudi Arabia sejak abad 18 seperti; Muhammad Said al-Amudi (1905-1991) Ibrahim al-Falali (1906-1976), Ahmad bin Ali Alu Syekh Mubarok (1914-2010), Husain bin Ali (1919-2002), Muhammad Said Muslim (1922-1994), Ahmad Muhammad Jamal (1925-1993), Rasyid Az-Zalmi (1926-2014), Muhamamd Hasyim Rosyid (1931), Abdullah bin Sulaiman al-Hushain (1934-2007), Abu Bakar Salim (1939-2017), Ghazi Al-Qushaibi (1940-2010), Stariya Qabil (1994), Hammad bin Zaid (1945), Sulaiman Falih Subai’I (1951-2013), Ahmad Hilali (1974), Halimah Mudhaffar (1977), Turki Ali Syekh (1981), dan beberapa sastrawan lainnya. Beberapa penyair yang saya kenal di antaranya adalah Nashir al-Qahthani, Muhamamd Said al-Ghamidi, Abdul Lathif bin Yusuf, dan Najah al-Majid نجاة الماجد dan beberapa bait syair Najah pernah saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Sabtu, 26 September 2020

Mengkavling Warna

Halimi Zuhdy

"Pak Ustadz...kok bisa sih baju murid itu warna hijau?" kata seorang wali murid protes seragam  sekolah.

"Emangnya mengapa ibuk?" Saya masih bengung mencoba untuk mencari tahu

"Kan.. kalau warna hijau terkesan untuk kelompok tertentu pak ustadz!!" kata wali santri ini dengan keyakinan tinggi

"Oh gitu tah bu?!" saya agak terheran-heran, entah apa yang ada dalam pikiran sang ibu ini tentang warna

"Kalau menurut saya pak ustadz, cari warna yang netral saja Pak Ustadz" kata wali murid itu sambil cari-cari warna yang dianggapnya netral
"Ibu, sedari awal semua wali murid sudah sepakat, dan kita bukan hanya dari satu organisasi keagamaan, mengapa tiba-tiba ibu berubah" saya meyakinkan ibu ini, karena kita ingin membangun komunikasi terbuka, dan sepi dari kepentingan, walau hidup adalah untuk kepentingan. Tapi, mencari kepentingan bersama menuju kebersamaan. 

"Ia pak ustadz, tapi....." wali murid terus cemberut dan masih belum sepakat. 

"Bu, adakah warna netral??" Saya coba mempertanyakan warna netral apakah yang dimaksud ibu ini.

Ibu ini diam. Ia sepertinya mencari-cari warna. Saya yakin, ibu ini tidak akan menemukan warna netral. Semua warna sudah terpakai oleh semua organisasi, semua agama, semua atas nama kepentingan kelompoknya, semua partai dan semuanya.

"Bu, mengapa warna pepohonan itu hijau kok tidak merah saja, atau biru, atau kuning. Apakah Tuhan tidak netral dan mendukung organisasi tertentu?, nantinya bukan hanya saya yang protes tapi juga langit dan lautan. Dan dedaunan akan protes juga. Mengapa warna dedaunan tidak biru seperti laut dan langit, mengapa langit kok tidak hijau, mengapa bunga-bungan kok kebanyakan merah?" Semuanya akan protes bila dada dan pikiran tidak diluaskan. 

Saya masih terus menjelaskan warna-warni pada ibu yang mulai senyum-senyum ini. 

"Ibu, kita tidak bisa memuaskan semua orang, apalagi meletakkan semua warna dalam satu baju, nanti dikiranya gila, wkwwk. Menjadi pelangi. Atau, kalau pakai warna pink, laki-laki akan protes. Warna pink itu warna perempuan. Yang perempuan juga akan protes bila warna putih, dikiranya pocong dan seterusnya. Ibu...akhirnya warna itu masuk pada ranah jender?!!!" sambil saya ketawa. Dalam hati "Akhirnya, warna menjadi milik organisasi bukan milik alam lagi". 

"Warna itu tidak harus dikapling bu. Dan jangan pula terlalu lebay dengan urusan warna. Bukankah Allah sudah menempatkan warna-warna indah itu sesuai dengan bendanya?" Sedikit saya seriusi perkataan ini.wkwwkwk.

"Lihat bagaimana orang Madura bu, meskipun kebanyakan orang madura NU, tetapi di Madura tidak ada warna hijau. Semuanya, warna biru. Biru daun. Biru langit. Biru dongker. Dan biru biru lainnya. Bukankah warna biru itu milik Muhammadiyah?". Ibu ini mulai tersenyum, dan menampakkan gusinya. 

"Maaf bu, saya hanya guyon". 

"Begini Bu, kita itu tidak akan pernah tenang, kalau pikiran kita selalu suud dhan pada orang lain, apalagi terlalu sensitif. Orang pakai warna merah, dianggap PKI, atau juga dianggap PDI. Warna Hijau, dianggap PKB. Warna hitam dan Putih, sedikit kuning,  PKS. Warna biru, PAN. Dan seterusnya. Akhirnya juga akan protes, jika melihat lampu lalu lintas atau lampu pertigaan atau perempatan jalan. Pemerintah itu sengaja memilih warna merah, kuning, dan hijau di banyak jalan. Kekuasaan membutakan mereka.  Mereka mumoung lagi berkuasa.wkwkwwk" Saya bericontoh yang lebih terang lagi pada ibu yang ngeyel ini. 

"Pak Ustadz, apakah tidak boleh berprasangka, dengan pakaian-pakaian mereka. Bukankah warna-warna itu memang dipakai oleh organisasi keagamaan, partai, dan lainnya?, wajarkan saya menyangka" Ibu ini, mencoba menjelaskan. 

"Boleh lah..bu". Saya sambil tersenyum. "Itu hak ibu, tapi tidak semua warna itu adalah kavlingan. Kembalikan warna itu pada alam. Kita tidak akan hidup tenang. Apabila kita selalu dihantui warna, fobia warna, dan memusuhi warna, wajarlah pada warna!!!?" 

*********
Semua warna Allah berikan untuk alam, agar alam ini penuh warna warni. Keindahan kebun, karena pepohonan dan bunga-bunga yang penuh warna warni. Bila semuanya putih, nanti dikira kuburan. Kuburan pun masih disisipi warna lainnya. Menikmati setiap warna, adalah bagian dari kenikmatan yang Allah berikan. Demikian pula dengan banyaknya ketidaksamaan di antara manusia. Bukan untuk saling bermusuhan, tetapi saling memberi warna. Bukankah indahnya musik, karena not-not yang berbeda?😀

Selamat berlibur di hari Sabtu.

Minggu, 06 September 2020

Hikmah dan Filosofis Gowes

(Gowes D'Lur, Menyelam dalam Hikmah Mancal)

Halimi Zuhdy

"Turunkan ke satu tadz" tetiba ada suara dari arah belakang, menyapa dan mengarahkan. Nafas saya sudah mulai ngos-ngosan, tidak karuan. Maklum, tidak pernah goes. 
"Tadz, sadelnya kurang tinggi, nanti akan terasa berat mengayuhnya", sapa salah satu jamaah goes D'lur, dan beberapa jamaah berhenti sambil mencari kunci untuk menurunkan sepeda yang tak pernah tersentuh tangan yang mulai berkeringat dingin ini, pemiliknya sudah dua bulan mondok dan lama sudah dimusiumkan. 

Beberapa menit berikutnya, "Ayo tadz, semangat, kalau jalan lurus posisi girnya di tengah". Ternyata dari jauh, ada yang memperhatikan gerak kaki yang mulai lemah, tangan yang mulai kaku, nafas yang sudah naik turun. 

"Santai mawon, kita goes kok, ada yang mengarahkan di depan dan ada yang nunggu di belakang" Ia tersenyum dan memberi semangat. Agar saya dapat mengatur ritme nafas dan gerak. Menikmati gowes. 
"Asyik" gumam hatiku, inilah arti persaudaraan. Maju bersama, sukses bersama. Tidak rela saudaranya tertinggal, apalagi gagal. Semuanya mensupport untuk maju bersama, walau ada satu dua yang bergerak sendiri, mungkin nasipnya sama dengan saya, masih belajar mancal. Ia juga tidak mampu membawa dirinya sendiri, apalagi membawa dan mengarahkan orang lain. Tapi, semuanya luar biasa, seakan-akan tidak rela saudaranya ada yang tertinggal, selalu ada yang menanyakan dan mengarahkan. Bahkan rela memasang badannya paling belakang, takut ada yang salah jalan, ada barang yang jatuh, atau ada yang butuh bantuan. 

Pukul 05.30 wib setelah istighasah di masjid BCT, semua bergerak menuju bundaran. Wajah-wajah cerah dengan kostum bertuliskan "D'Lur Nggowes BCT" mulai menata sepeda pancalnya dengan berbagai mereknya, tapi saya heran tak ada yang melirik sepeda orang lain apalagi menanyakan harganya. Sepertinya mereka yakin akan kekuatan sepedanya sendiri. Dan tidak mempedulikan merek-merek itu. Sepertinya iri dan dengki akan milik orang lain tidak terlihat pagi ini, mereka sangat enjoy dengan maliknya masing-masing, ada yang setengah tua, ada pula yang masih nyess. Inilah kekuatan. Karena kita menuju satu titik "Bergerak" menuju satu "Fokus" kebersamaan. Iri dan dengki akan merusak kebersamaan. 

"Tadz, saya yang saja yang memompa bannya" Si rambut panjang terurai dengan wajah cakep ini mulai memompa ban belakang dan depan. Trima kasih yang gus. Inilah arti kepedulian. 

Sebelum mancal bersama, diawali dengan pemanasan dengan berbagai gerakan. Asyik. Ternyata pemanasan gowes ini berbeda dengan pemanasan renang. Inilah arti muqaddimah. Harus ada pengantar, pendahuluan, pemahaman awal dalam setiap aktifitas. Tidak boleh grusah-grusuh dalam menghadapi hidup, nanti akan sakit semua. Babak belur. Menata niat serta mengatur nafas untuk bergerak hebat. "At-tani min ar-rahman, At-ta'ajalu min asyaithan". 

Rute perjalanan cukup jauh. Ukuran saya, yang tidak pernah gowes. Medan yang berkelok, bergelombang, menanjak dan terkadang sedikit curam (turun.he). Tapi, tetap asyik. Tidak terasa capek, bahkan keringat seperti tak keluar dari tubuh. Mungkin karena bersama. Di perjalanan sambil ngombrol ringan, saling memberi semangat, riang bersama, dan tentunya mancal bersama dengan yel-yel D'Lur Gowes "Salam Satu Aspal, Dua 
Pedal" inilah arti kebersamaan.

Rehat sejenak di Musium Brawijaya. Mengabadikan diri dalam sorot kamera. Mengatur ulang strategi atau menetapkan dan memantapkan perjalanan. Diarahkan menuju jalan dengan rute yang tepat. Rehat sejenak. Sama dengan tumakninah. Dalam perjalanan itu tidak ngoyo. Butuh rehat. Menenangkan diri, untuk mengatur strategi. Berhenti bukan untuk berhenti. Tapi, berhenti untuk melaju lebih pasti. 

Setelah menempuh perjalanan cukup panjang, akhirnya sampai juga. Alhamdulillah. Saya ternyata bisa juga. Walau terseok-seok. Bila ada keinginan kuat, dengan ikhiyar maksimal, tawakkal, akhirnya sampai jua. Inilah arti usaha. 

Selonjor sambil menyantap berbagai makanan hasil sumbangan berjamaah dari beberapa jamaah gowes D'Lur. Menu-menu makanan segar,  tentunya merayu mulut dan mata untuk dijamah. Es jeruk, es teller, mendoan, urap-urap, ikan bakar, pecel dan menu lainnya yang menggoda. Asyik banget. Sulit dibayangkan. Segeeer di mulut. Karena saya lupa bawa minum dari rumah, malu meminta. Mau beli takut ketinggalan. Kemudian dapat menu seger, seperti diguyur es dalam kepanasan. Inilah arti perjuangan. Berjuang, pada akhirnya menikmati keindahannya.

Es jeruk sebenarnya biasa. Tapi, pada moment dan suasa tertentu ia menjadi luar biasa. Maka, betapa luar biasanya yang terbiasa menciptakan moment-moment yang tidak biasa. Inilah arti kreatif. He. 

"Enjoy cycling, no drama" saya terperangah, mendengarkan sambutan ketua Gowes kali ini, Pak Edy. "Di sini, tidak ada ketua, ketuanya nanti giliran" katanya sambil tersenyum. 

"Enjoy cycling, no drama" kata Pak Edy. Ia melanjutkan ta'birnya "Dalam gowes tidak boleh ada yang sombong, sok kuat, sok paling hebat. Tidak boleh ada yang pura-pura. Karena nanti akan capek sendiri dan menyiksa. Biasa saja, enjoying". Benar sekali, berpura-pura itu sesuatu yang paling menyakitkan. Capek. Sumpek. Dan bisa membunuh dirinya secara pelan-pelan. Drama, biarkan ia berada di atas  panggung saja. Tidak dalam kenyataan. Dalam gowes atau juga dalam kehidupan, ketika capek yang istirahat jangan sok kuat. Nanti akan tersiksa sendiri bila berpura-pura (drama).  

Gowes itu tidak mudah, menurut saya, ia butuh keikhlasan istri dan anak-anak, kecuali gowes dengan keluarga. Istri yang harus mengikhlaskan dirinya bersama si kecil dengan kesibukannya di rumah, belum lagi merebut waktu liburan untuknya. Gowes bisa lancar, bila semua dapat diselesaikan, terutama izin pada yang punya liburan.he. Hal ini, bisa dilalui dengan rembuk bersama. Inilah arti saling memahami (tafahum) dan saling merelakan (taradhi) dan kebersamaan. Gowes tidak boleh egois.he. 

Inilah pelajaran gowes bersama tim D'lur Nggowes Bukit Cemar Tidar.

Terima kasih pada para inisiator, tim penyemangat, tim cameramen, bengkel gowes, penyedia makanan yang dahsyat, dan semua yang tidak bisa disebut dalam coretan gowes ini. 

Dan terima kasih pada kata-kata ini "Tadz, besok gowes" Setiap Hari Sabtu Ahad setelah shalat Shubuh, kata-kata ini selalu membakar saya. Terima kasih Pak Agung, Pak Oky. Mohon maaf, selalu tidak bisa berselancar di samudera hitam (aspal), karena satu dan dua hal. 

Syukran semuanya. Pelajaran berharga. Salam Satu Aspal, Dua pedal. Bersama itu indah, saling memahami itu rahmah. 

Malang BCT, 06 September 2020

Jumat, 04 September 2020

Siapa sih Avatar itu?

Arti Avatar dalam 4 bahasa; Arab, Prancis, Sangsekerta, dan Indonesia

Halimi Zuhdy

Beberapa hari ini foto Avatar sahabat fasbuker lagi marak semarak di permukaan akun-akun Facebook. Tentunya foto yang dipost sesuai dengan kondisi diri dan mungkin kondisi hati dan pikirannya. he.
Tapi tahukan Anda Avatar itu apa? he. Kalau dalam bahasa Arab tertulis افاتار (Afaataar), dalam bahasa sansekerta tertulis अवतार. Kata Avatar ini  dalam falsafah Hindu adalah Tuhan tertinggi yang berada di muka bumi  ( الإله الأعلى على كوكب الأرض) atau Awatara berarti inkarnasi dari Roh Keilahian yang datang ke bumi untuk menegakkan kebenaran (dalam wikipd).

 أفاتارا في السنسكريتية النزول وتعني عادة النزول المقصود للعوالم السفلية لأهداف خاصة

Sedangkan dalam Lektur.Id bila dalam bentuk nomina terdapat tiga arti; (1) Gambar tiga dimensi yang digunakan untuk menggambarkan seseorang dalam dunia maya, (2) Titisan dewa dalam konsep hindu, (3)
Awatara.

Bila merunut kemarakan hari ini Avatar adalah foto yang dipost di dunia maya yang diambil dari akun tertentu atau apa ya....atau Avatar gambaran diri yang ditampakkan dalam wujud gambar yang disesuaikan dengan pikiran dan hati...walah ini bisa ngaur. Silahkan buat istilah sendiri tentang gambar Avatar ....

Saya tahunya Avatar adalah Film animasi yang berjudul Avatar: The Last Airbender, dengan tokoh utamanya Avatar Aang. Asyik menonton film ini, walau harus mengerutkan dahi untuk memahaminya....!

Dalam Kamus Al-Ma'ani (Arab-Prancis) Avatar memiliki banyak arti, di antaranya; baiiqah/بائقة yang diartikan cobaan, musibah. Ada pula bermakna inqilab/ انقلاب yang bermakna; transformasi, berganti, berubah. 

Bagaimana bentuk Avatar  anda silahkan beringkarnasi dengan gambar-gambar yang ada🤩🤩