السلام عليكم ورحمة الله وبركاتة
YA RABB BERILAH CINTAMU, WALAU SETETES BIARKANLAH : HATI, PIKIRAN, TUBUH KITA SELALU MENDEKAT PADA-NYA

Facebook Halimi Zuhdy

Minggu, 02 November 2025

Maqam Ibrahim dan Jejak Digital


Halimi Zuhdy

Maqam Ibrahim. Batu tempat berpijak Nabi Ibrahim saat membangun Ka'bah, dengan jejak kaki beliau yang tertinggal di atasnya. Itulah yang sering kita dengar dan pahami. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa maqam Ibrahim sebenarnya merujuk kepada seluruh area Masjid Al-Haram.
Kata "maqam" berasal dari akar kata qama-yaqumu-qiyaman, yang bermakna “berdiri”. Secara harfiah, maqam berarti tempat berdiri. Batu kecil ini bukan hanya sebuah penanda fisik, tetapi juga simbol bahwa di tempat tersebut, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail pernah berperan dalam pembangunan Ka'bah. Nabi Ismail-lah yang menyerahkan batu kecil ini kepada Ibrahim, yang kemudian digunakan sebagai tempat berdiri, menandai momen monumental dalam sejarah umat Islam.

Dalam konteks bahasa Indonesia, "maqam" bisa diartikan sebagai "petilasan" tempat yang pernah dikunjungi oleh seseorang, atau yang memiliki jejak langkah dari orang yang berbuat sesuatu di sana. Di tempat tersebut, terdapat semacam "jejak" yang meninggalkan kesan dan memori bagi mereka yang datang setelahnya.

Dulunya, Maqam Ibrahim berada di dinding Ka'bah. Namun, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, batu tersebut dipindahkan beberapa meter dari Ka'bah. Batu ini bukan sembarang batu; dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa ini adalah "batu surga". Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, batu ini bahkan dilindungi dengan perak dan ditutup dalam sangkar yang mirip sangkar burung, mungkin untuk menjaga keutuhan dan kehormatannya.

Saya pribadi memiliki kenangan tentang upaya ingin melihat batu tersebut. Saat itu, rasa ingin tahu mendorong saya untuk mendekatkan wajah saya ke kaca penutupnya. Namun, saya segera dihentikan oleh seorang petugas berpakaian seragam, mirip dengan organisasi mahasiswa seperti menwa atau pramuka di Indonesia. Waktu itu, musim haji sedang berlangsung, dan selain tentara, banyak mahasiswa yang ditugaskan untuk mengatur jamaah. Saking dekatnya, saya merasa hampir mencium kaca tersebut. Namun, saya segera membantah bahwa saya tidak melakukannya.

Maqam Ibrahim terus menjadi perbincangan, sebuah simbol sejarah yang tak terlupakan. Di sana, Nabi Ibrahim tidak hanya membangun Ka'bah, tetapi juga meninggalkan jejak yang menginspirasi umat manusia sepanjang zaman.

Apa kaitannya dengan "Jejak Digital" dalam judul ini?

Begini. Setiap perbuatan manusia di dunia ini pasti meninggalkan bekas dan jejaknya. Baik itu perbuatan baik ataupun buruk, tidak ada yang hilang begitu saja. Seperti halnya Maqam Ibrahim, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia, baik atau buruk, pasti memiliki dampak yang dapat terekam dalam sejarah, bahkan jika itu hanya tersimpan di tempat yang kita tidak ketahui.

Maqam Ibrahim mengajarkan kita bahwa setiap manusia harus berkarya. Karya tersebut bisa berupa pembangunan fisik seperti masjid, istana, piramida, Borobudur, atau institusi pendidikan seperti sekolah dan pesantren. Atau karya non-fisik seperti menulis buku, melukis, atau mengukir, yang meninggalkan jejak bagi generasi berikutnya. Semua karya ini adalah "maqam" dalam kehidupan seseorang, tempat di mana seseorang meninggalkan warisan atau jejak yang akan dikenang.

Di zaman modern ini, media sosial menjadi salah satu cara utama bagi manusia untuk meninggalkan jejak. Setiap video, foto, tulisan, dan unggahan lainnya adalah jejak digital mereka. Jika yang diunggah adalah kebaikan, maka kebaikan tersebut akan terus terekam dan dikenang. Sebaliknya, jika yang diunggah adalah keburukan, maka keburukan tersebut pun akan terus ada, tertinggal dalam ingatan dan pencarian di dunia maya.

Namun, jejak ini tidak hanya dilihat dan dinilai oleh manusia. Setiap unggahan dan perbuatan juga akan dihisab baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Di dunia ini, kita akan dihisab oleh para pembaca dan penonton. Jika sesuai dengan nilai yang mereka percayai, maka kita akan dipuji, diberikan "likes", atau bahkan dihargai. Namun, jika tidak, kita mungkin akan dicemooh. Ini adalah "hisab" menurut pandangan manusia, yang penuh dengan subjektivitas dan selera. Tetapi, di hadapan Allah, ada hisab yang lebih hakiki, yang tidak bisa dipengaruhi oleh selera manusia. Hanya Allah yang mengetahui nilai sejati dari setiap jejak yang kita tinggalkan.

Maqam, atau jejak berdiri seseorang, menjadi pengingat bahwa setiap tindakan kita memiliki konsekuensi. "Maqam" bukan hanya soal tempat fisik, tetapi juga representasi dari segala yang kita lakukan. Dan, seperti halnya Maqam Ibrahim, yang menjadi simbol penting dalam sejarah umat manusia, kita pun berharap jejak-jejak kita, baik yang besar maupun kecil, akan menjadi kebaikan yang dikenang sepanjang masa.

"Maqam kita adalah cerminan dari apa yang telah kita perbuat. Kita harus berharap agar maqam kita adalah yang terbaik, di hadapan Allah. Semoga jejak kita adalah jejak kebaikan, yang terus dikenang dan memberikan manfaat bagi umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar