Halimi Zuhdy
Makna "Jar" dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab, kata "tetangga" diterjemahkan dengan "al-jār" (الجار), yang berarti “yang berada di dekat sesuatu, berdampingan, atau bersebelahan” (al-mujāwir). Menariknya, kata "jiwār" (جوار, perlindungan atau kedekatan) sangat dekat dengan kata "jidār" (جدار, tembok). Bila huruf "dal" dihapus, maka menjadi "jār. Artinya, tetangga adalah pihak yang “menempel” di tembok rumah kita.
Para ulama adab al-jīrān (etika bertetangga) menjelaskan:
الجار: من يقرب مسكنه منك
“Tetangga adalah orang yang rumahnya dekat denganmu.”
Batasan tetangga pun dipahami luas. Ali bin Abi Thalib berpendapat: “Barang siapa mendengar azan, ia adalah tetanggamu.” Ada juga yang mengatakan: “Siapa yang shalat Subuh bersamamu di masjid, maka ia termasuk tetanggamu.” Sedangkan Aisyah RA menegaskan: “Batas tetangga adalah 40 rumah dari setiap sisi.”
Itulah sebabnya istilah "jīrān" (jamak dari "jār") masih kita dengar hingga kini, misalnya pada ungkapan “Negeri Jiran” untuk menyebut Malaysia—tetangga Indonesia.
Asal kata "Tetangga" dalam Bahasa Indonesia
Lalu bagaimana asal kata "tetangga" dalam bahasa kita? Sejumlah pendapat menyebut, kata ini berasal dari “tangga” yang diberi awalan “te-”. Bukan dalam arti jamak seperti "tetamu", melainkan bentuk asal yang berkembang.
Secara leksikal, "tangga" adalah alat untuk naik turun. Dari sini berkembanglah istilah "tangga nada", "tangga sosial", hingga "tangga karier". Menariknya, kata "tetangga" konon awalnya merujuk pada rumah-rumah panggung tradisional. Rumah panggung memiliki tangga, dan biasanya tangga satu rumah berdempetan dengan tangga rumah lain. Bisa jadi, kedekatan antar-“tangga” inilah yang melahirkan istilah "tetangga".
Tak heran kalau kata ini juga dekat dengan istilah "rumah tangga", yang menunjuk tempat tinggal suami, istri, dan anak-anak inti terkecil dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam Islam, posisi tetangga begitu agung. Saking pentingnya, Rasulullah ﷺ bersabda bahwa Jibril terus-menerus berpesan tentang tetangga hingga beliau mengira bahwa tetangga akan mendapatkan hak waris.
Tetangga adalah rumah yang paling dekat dengan kita, tetapi lebih dari itu ia seharusnya dekat pula di hati. Tidak menyakiti tetangga—baik secara fisik maupun dengan lisan—adalah jalan menuju surga. Sebaliknya, meski seseorang rajin beribadah, namun lisannya menyakiti tetangga, maka amalan itu bisa runtuh begitu saja.
Karena itu, tetangga sesungguhnya adalah bagian dari tangga. Tangga yang bisa mengangkat kita naik menuju ridha Allah dan surga-Nya, jika kita mampu menjaga hubungan dengan penuh kebaikan.
Maraji‘
al-Mu‘jam al-‘Arabī (makna al-Jār dan al-Jiwār)
Hadis riwayat al-Hakim tentang tetangga
Riwayat Ali bin Abi Thalib dan Aisyah RA tentang batas tetangga

Tidak ada komentar:
Posting Komentar