Halimi Zuhdy
فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Maka janganlah engkau berkata kepada keduanya: ‘Uff!’ dan jangan membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isrā’: 23)
Satu kata. Dua huruf. Tapi menyimpan ledakan makna. Uff (أُفٍّ) bukan sekadar gumaman kelelahan, ia adalah batas paling bawah dari kedurhakaan kepada orang tua.
Kata atau Huruf? Status Gramatikal yang Unik
Para ahli bahasa klasik memperdebatkan, apakah أُفٍّ itu sebuah kata atau hanya huruf semata. Abū al-Baqā’ menegaskan bahwa أُفٍّ adalah isim fi‘l, yaitu kata yang bentuknya seperti isim tetapi mengandung makna perbuatan. Ada yang menafsirkannya seperti fi‘l amr: artinya كُفَّ (tahanlah, hentikan!). Ada pula yang menafsirkannya seperti fi‘l māḍī: كَرِهْتُ (aku jengkel). Ada juga yang memaknainya seperti fi‘l muḍāri‘: أَتَضَجَّرُ (aku merasa terganggu).
Artinya, satu lafaz pendek ini memuat rentang waktu makna: bisa bermakna masa lalu, masa kini, bahkan perintah untuk masa depan.
Akar Etimologis: Debu, Kuku, dan Kejengkelan
Dalam kamus-kamus bahasa Arab (qadim), para ulama menjelaskan akar makna أُفٍّ. Ibn Manẓūr dalam Lisān al-‘Arab menyebut:
“الأف: وسخ يسير تحت الظفر” “‘Uff’ adalah kotoran halus di bawah kuku.”
Ibn Fāris dalam Maqāyīs al-Lughah menulis:
“أصل الأف: كل مستقذر من وسخ وقلامة ظفر وما يجري مجراها” “Asal ‘uff’ adalah segala yang menjijikkan: kotoran, potongan kuku, dan semisalnya.”
Awalnya, ‘uff’ menunjuk pada sesuatu yang remeh tapi menjijikkan. Lalu maknanya berkembang menjadi penanda kejengkelan ringan.
Seakan Allah berpesan: “Jangan engkau perlakukan orang tuamu seperti kotoran di bawah kuku, walau hanya lewat satu desahan kecil.”
Ragam Qirā’ah: Menunjukkan Keseriusan Makna
Para qurrā’ berbeda membaca kata ini menunjukkan betapa lafaz pendek ini diperhatikan amat serius: Ibn Kathīr dan Ibn ‘Āmir membacanya dengan fathah tanpa tanwīn: أُفَّ Nāfi‘ dan Ḥafṣ membacanya dengan kasrah dan tanwīn: أُفٍّ
Qurrā’ lainnya membacanya dengan kasrah tanpa tanwīn: أُفِّ Dalam riwayat syādz juga ada yang membacanya dengan ḍammah
Ini menunjukkan: lafaz ini tidak asal diucapkan ia diatur, dijaga, dan dimuliakan dalam bacaan Al-Qur’an.
Batas Paling Rendah dari Durhaka
Al-Ṭabarsī meriwayatkan dari Imām ‘Alī al-Riḍā:
“Seandainya Allah mengetahui ada lafaz yang lebih ringan daripada ‘uff’ untuk melarang durhaka kepada orang tua, niscaya Dia akan menyebutnya. Tetapi tidak ada yang lebih ringan daripada ‘uff’.”
Jadi, ‘uff’ adalah titik nol durhaka ambang paling bawah sebelum dosa besar itu terjadi. Bahkan Mujāhid berkata: “Jika keduanya telah tua, kencing dan buang hajat di tempat tidur, jangan engkau jijik pada mereka, bersihkanlah sebagaimana dulu mereka membersihkanmu saat kecil.”
‘Uff’ lahir dari desahan ringan, tapi mampu menyingkap keadaan hati. Jika diucapkan, ia menunjukkan kejengkelan. Tapi jika ditahan, ia menunjukkan kesabaran dan takwa.
Karena itu, Allah melarang bukan hanya memukul atau membentak, tapi bahkan desahan halus pun tidak boleh.
Menahan “Uff” untuk Meraih Surga
Kata ‘uff’ mengajarkan bahwa takwa sejati sering hadir dalam hal-hal kecil. Bukan selalu dari amal besar, tapi dari menahan satu desahan kepada orang tua. “Ridha Allah tergantung pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka keduanya.” (HR. Tirmiżī)
Dan sering kali, pintu surga tertutup bukan karena teriakan keras, tetapi karena satu helaan napas kecil: “uff…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar