(Jangan Tinggalkan 3 Hal dalam Hidup)
Halimi Zuhdy
Kadang saya iri pada tukang becak yang bisa mendengkur di atas becaknya meski matahari terik. Tidurnya lelap sekali. Saya juga iri pada para petani yang makan lahap di pinggir sawah walau hanya ikan kering dan sayur sederhana. Nelayan yang diterpa ombak pun tampak nyaman seakan perahunya rumah paling damai. Atau para pemulung dan tukang sampah yang menyeruput kopi di tumpukan sampah, tak peduli bau menyengat, mereka tertawa bebas bersama kawan-kawannya. Asyik betul. Dulu waktu ikut orang ke kebun, nasi jagung, sayur maronggih, sambal acan, dan ikan kering adalah hidangan paling nikmat. Sampai hari ini, belum ada tandingannya. Aha.
Saya jadi teringat pesan seorang al-Hakim (orang bijak):
قال حكيمٌ لابنه: يا بنيّ، في حياتك لا تتنازل عن ثلاثة: أن تأكل أفضل الطعام، وتنام على أفضل الفراش، وتسكن في أفضل البيوت. فقال الابن: نحن فقراء، فكيف لي أن أفعل ذلك؟ فقال الحكيم: إذا أكلتَ فقط عندما تجوع، سيكون ما تأكله أفضل طعام. وإذا عملتَ كثيرًا وأنت متعب، سيكون فراشك أفضل فراش. وإذا عاملتَ الناس بالمعروف، سَتسكن في قلوبهم، وبهذا تكون سكنتَ في أفضل البيوت.
Seorang lelaki bijak berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, dalam hidup jangan pernah menyerah pada tiga hal: makanlah makanan terbaik, tidurlah di ranjang terbaik, dan tinggallah di rumah terbaik.” Anaknya menjawab, “Kita ini miskin. Bagaimana mungkin?” Si bijak berkata, “Jika kamu makan hanya ketika benar-benar lapar, apa pun yang kau makan akan terasa sebagai makanan terbaik. Jika kamu bekerja keras hingga lelah, tempat tidur apa pun akan menjadi paling nyaman. Dan jika kamu memperlakukan orang-orang dengan kebaikan, kamu akan tinggal di dalam hati mereka, itulah rumah terbaik.”
Pengalaman pribadi: waktu di pesantren, apa pun terasa enak. Tidur di mana pun nyenyak. Bahagia karena bersama teman-teman senasib; ngaji jauh pun ditempuh dengan gembira. Tidak kenal restoran, hotel, atau kafe. Makan ya duduk di dapur, kadang aroma sedap bercampur bau kamar mandi tetap saja lahap. 🤣
Ada lagi pesan kiai yang selalu saya ingat: “Santri kalau mau sukses lakukan tiga hal: satu, perbanyak tidur; dua, perbanyak makan; dan yang paling penting nomor tiga: kurangi belajar.”
Kita heran: kok bisa sukses kalau belajar justru dikurangi, sementara makan dan tidur diperbanyak? Kiai lalu menjelaskan sambil tersenyum. Maksud “perbanyak makan” adalah: santri akan makan lahap kalau belajarnya “berkurang” bukan malas, tapi selalu merasa kurang dalam belajar. Baca satu halaman kitab terasa belum cukup; lanjut lagi, dan lagi. Haus ilmu. Rakus kebaikan. Karena belajar tak pernah selesai, lapar pun gampang datang—makan jadi nikmat. Lelah belajar membuat tidur singkat pun terasa panjang dan pulas; inilah makna “perbanyak tidur.” Bukan jumlah jamnya, tapi kualitas tidurnya.
Jadi, apa yang disampaikan al-Hakim: hidup itu paling nikmat justru lewat letih yang bermakna. Al-ajru ba‘da ta‘ab pahala (dan kenikmatan) datang setelah lelah.
Banyuwangi, 17 Juli 2025
***
Gambar diambil dari OmanisForTolerance. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar