Halimi Zuhdy
Menarik apa yang disampaikan Dr. Nuri dalam Tahqiq al-Makhthuth fi Awraq al-jamiah. Beliau mengutip syarah al-Kafiyah karya Syihabuddin al-Hindi tentang ketelitian para ulama klasik dalam menulis kitab, seperti kata: i'lam, ifham dan i'rif.
Mari kita lirik, di tengah riuhnya dunia digital hari ini, kita bisa menulis dan menyebarkan apa saja dalam hitungan detik. Tapi para penulis klasik dalam tradisi keilmuan Arab punya cara pandang yang berbeda. Bagi mereka, memilih satu kata bukan sekadar soal selera atau gaya. Ia adalah keputusan ilmiah. Dan, ini sangat berpengaruh sekali pada pemahaman generasi selanjutnya, terutama di era ini. Era ngetik keluar kata-kata.
Yuk! Kita lihat salah satu contohnya tampak dalam kebiasaan para penulis syarah (penjelasan) dan hasyiah (komentar kritis) saat mereka membuka atau menekankan bagian penting tulisan dengan kata-kata seperti: i'lam/اعلم (ketahuilah), ifham/افهم (pahamilah), atau i'rif/اعرف (camkanlah). Sekilas, bila kita tilik, ketiganya tampak sama. Tapi di balik kesamaan itu, tersembunyi perbedaan makna yang tajam dan menarik. Dan mungkin, kalau kita menulis hari ini (mungkin lo), cukup menuliskan "i'lam" saja.he
Dalam sebuah komentar terhadap Syarḥ al-Kāfiyah karya Syihabuddin al-Hindi (w. 849 H), seorang ulama menyoroti secara spesifik alasan penggunaan kata "faa'rif/فاعرف. Bukan "fa'lam/فاعلم", bukan pula "ifham/افهم". Alasannya, karena konteks kalimat yang dimaksud adalah suatu poin yang rinci, penuh kerumitan, dan berpotensi membuat pembaca tersesat dalam pemahaman. Maka, kata "i'rif/اعرف" dipilih karena ia “tepat sasaran” mengarah langsung pada makna yang spesifik.
Bandingkan dengan "i'lam/اعلم", yang lebih cocok untuk menjelaskan prinsip-prinsip besar, kaidah-kaidah umum, atau kesimpulan global dari suatu ilmu. Kata ini bersifat deklaratif ia menyampaikan, bukan menajamkan.
Sementara itu kata "ifham/افهم", memiliki cakupan makna yang lebih longgar. Ia bisa dipakai di banyak tempat, baik saat menyajikan contoh maupun saat memancing perhatian. Tapi justru karena sifatnya yang umum itulah, "ifham/افهم" kadang tak cukup kuat untuk menjelaskan maksud yang terlalu spesifik.
وقد وجدت نصّاً في إحدى الحواشي على شرح الكافية للهندي الزوالي (ت849هـ) يفرّق بين بعض هذه الألفاظ؛ إذ يقول: (وحيثُ كان كلامُهُ -[أي شهاب الدين الهندي صاحب شرح الكافية]- مشتملا على دقّةٍ، وغموض بحيث يتحيّر فيه كثيرٌ من العقلاء أمرَ في خاتمته بالمعرفة المُنجية عن وصمة الحيرة فقال: (فاعرف) اختاره على (فاعلم) و (افهم)؛ لأن المراد الأمر بإدراك هذا الحكم الجزئي، والعلم مستعمل في الكليات، والفهم عامّ، والمعرفة نصّ في المقصود، فبالحري أن يأمر بالمعرفة (فاعرف)).ومن هذا النصّ يمكن تلمّس الفروق:1/ (اعرف) يستعمل في الأمور الجزئية المشتملة على دقة وغموض، وهي نص في المقصود.2/ (اعلم) يستعمل في الأمور الكلية العامة.3/
Mungkin sederhananya adalah bahwa kata-kata seperti i'lam, a'rif dan ifham memiliki makna dan fungsi yang berbeda meskipun sering dianggap serupa. Kata "i'rif/اعرف" digunakan untuk menyampaikan pengetahuan tentang hal-hal yang rinci, rumit, dan memerlukan ketelitian tinggi karena ia secara langsung menunjuk pada maksud yang spesifik. Sedangkan kata, "i'lam/اعلم" lebih cocok digunakan untuk menyampaikan prinsip-prinsip umum atau informasi yang bersifat menyeluruh. Adapun "ifham/افهم" bersifat lebih umum dan fleksibel, dapat digunakan dalam berbagai konteks, namun tidak setajam "i'rif/اعرف" dalam menyoroti hal penting, dan tidak seumum "i'lam/اعلم dalam menyampaikan kaidah. Pemilihan kata ini dalam teks-teks klasik menunjukkan betapa pentingnya ketepatan bahasa dalam menyampaikan makna secara ilmiah dan mendalam.
Allahu'alam bishawab.
***
Foto hanyalah pemanis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar