Sabtu, 15 Februari 2020

Duduk dan Berjalan di Atas Kuburan

Halimi Zuhdy

Sering kali kaki-kaki penziarah menginjak pekuburan, bahkan duduk-duduk di atasnya demi mendekat pada sesepuh yang ada di tempat itu. Entah untuk apa kemudian mengorbankan banyak kuburan demi satu kuburan, bukankah semua pekuburan adalah berisi jenazah. 

Ok, ada yang beralasan, karena yang di sana orang mulia, sedangkan yang lain orang-orang biasa, bukankah kita tidak tahu, dari sekian pekuburan yang berada di sekelilingnya itu orang-orang biasa semua, bisa saja juga terdapat orang-orang mulia. 

Demi merebut fadhilah, kadang mengorbankan orang lain, menyikut, mendorong, melompat, bahkan orang lain sampai terluka demi mencium hajar aswad,  itu yang sering terjadi di tempat thawaf. Dan kemudian ulama menganjurkan untuk tidak bersikeras mencium hajar aswad, kalau membahayakan orang lain dan dirinya. Addharara wala dhirar. Maka, cukuplah isyarat saja. Tapi bila memungkinkan dan tidak membahayakan diri dan orang lain, maka tetaplah dianjurkan. 

Itu juga yang sering terjadi di pekuburan tempat para penziarah. Demi satu pekuburan yang ditandai (berada di tengah-tengah) ia menginjak-injak dan bersantuy di atasnya. 

Walau ulama menghukumi duduk dan menginjak kuburan dengan berbagai hukum dari yang haram sampai makruh, namun secara etika bersepakat, bagi yang duduk dan menginjak kuburan tidaklah punya etika. Kecuali darurat. 

Banyak pendapat ulama yang  lahir dari hadis Nabi Muhammad, "Sesungguhnya seseorang dari kalian yang duduk di atas bara api, lalu membakar pakaian hingga menyisakan kulitnya, masih lebih baik baginya daripada duduk di atas sebuah kuburan.”

Harus merefleksikan kembali, apa tujuan ziarah kubur. Bila untuk mengingat mati, tapi kemudian kalau menginjak-injak dan duduk di atasnya apakah akan didapat faidahnya. Untuk napak tilas, apakah harus menginjak-injak yang lain. Bahkan berbicang buruk atau hal-hal yang tidak pantas, termasuk yang hal yang tidak baik menurut Imam Nawawi. Demikian juga mengeraskan suara. 

Maka yang elok dan dianjurkan dalam berziarah, merenung tentang diri dan nyawa yang akan dicabutnya, dunia yang tak abadi, menghantar salam di perkampungan mereka (kuburan), tidak meratap apalagi menangis-nangis,  tidak mengeraskan suara,  dan mendoakan penduduk kuburan. 

Surabaya-Tuban-Lamongan-Gresik. 15 Pebruari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar