Minggu, 28 September 2025

Ya Laytani (يَا لَيْتَنِي) Ratapan & Harapan dalam Al-Qur'an



Halimi Zuhdy

Menarik, bagaimana Al-Qur'an menggambarkan sebuah "harapan" dari seseorang, dan mungkin ia yang paling ingin dicapai tetapi harapan itu hanyalah kehampaan. Di dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan sejumlah ungkapan pilu yang keluar dari lisan manusia setelah semua pintu kesempatan tertutup. Ucapan itu dimulai dengan kata "يَا لَيْتَنِي" (ya laytani)  dua kata yang mengandung kesedihan, kerinduan, dan penyesalan mendalam karena sebuah harapan mustahil diwujudkan. 
Toyyib. Kata layta/لَيْتَ adalah kata yang digunakan untuk menyatakan harapan terhadap sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Ia berbeda dengan la'ala/لعل (semoga) yang masih memiliki kemungkinan.
"نِي" adalah dhamir (kata ganti) untuk “aku” atau “diriku”.

Berikut Ayat-ayat yang terdapat kalimat "Ya Laitani"

1. يَا لَيْتَنِي كُنتُ تُرَابًا
   "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu menjadi tanah." (QS. An-Naba’ \[78]: 40). Penyesalan orang kafir ketika melihat azab, berharap tak pernah memikul beban hidup dan tanggung jawab di hadapan Allah.

2. يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
   "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu beramal untuk hidupku (yang kekal ini)." (QS. Al-Fajr \[89]: 24). Penyesalan karena mengabaikan amal akhirat demi kesenangan dunia.

3. يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ
   "Wahai kiranya kitab amalku tidak diberikan kepadaku."* (QS. Al-Haqqah \[69]: 25). Ketakutan luar biasa saat menerima catatan amal penuh dosa.

4. يَا لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا
   "Wahai kiranya aku dahulu tidak menjadikan si fulan itu teman akrabku." (QS. Al-Furqan \[25]: 28). Menyesal karena memilih teman yang menjerumuskan ke jalan salah.

5. يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا
   "Wahai kiranya kami dahulu taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul." (QS. Al-Ahzab \[33]: 66). Kesadaran sia-sia karena dulu menolak perintah Allah dan Rasul.

6. يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا
   "Wahai kiranya aku dahulu mengambil jalan bersama Rasul." (QS. Al-Furqan \[25]: 27). Menyesal tidak mengikuti jalan kebenaran sejak awal.

7. يَا لَيْتَنِي كُنتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا
   "Wahai kiranya aku bersama-sama mereka, pasti aku memperoleh kemenangan yang besar.". (QS. An-Nisa’ \[4]: 73). Penyesalan karena tidak ikut bersama orang-orang beriman yang menang.

Dari Ayat-ayat di atas, penyesalan besar manusia di akhirat datang karena:  tidak mempersiapkan amal untuk akhirat. Takut dan malu melihat catatan dosa. Memilih teman yang salah. Menolak ketaatan pada Allah dan Rasul. Tidak mengikuti jalan Rasul. Tidak bersama golongan orang-orang beriman. Berharap tidak pernah hidup agar bebas dari pertanggungjawaban. Maka penyesalan itu sebenarnya adalah sebuah cita-cita terbaik yang harus dicapai oleh manusia. Apa, kebalikannya dari kalimat di atas. Seperti diberikan teman terbaik, mengikuti Rasul, bersama orang-orang beriman dan lainnya. Itulah visi mualim. 

Selagi nafas masih berhembus, kita belum terlambat untuk menghindari kata "يَا لَيْتَنِي" dari bibir kita kelak. Setiap amal shalih, setiap ketaatan, dan setiap pilihan teman yang baik adalah investasi agar kelak kita mengucapkan "Alhamdulillah" di hadapan Allah, bukan "Ya Laytani".

اللَّهُمَّ أَعْتِقْ رِقَابَنَا وَرِقَابَ أَهْلِنَا مِنَ النَّارِ
Ya Allah, bebaskanlah kami dan keluarga kami dari api neraka.

Allahu'alam Bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar