Minggu, 28 September 2025

Sejarah dan Fenomena Menulis Arab Tanpa Titik


Halimi Zuhdy

Jika kita menelusuri manuskrip kuno berbahasa Arab, seperti karya al-‘Allāmah al-Ḥillī (w. 726 H/1325 M), kita akan menemukan sebuah keunikan: tulisan Arab kala itu tidak menggunakan titik, koma, maupun harakat. Huruf-huruf seperti ب (ba), ت (ta), ث (tsa) ditulis dengan bentuk tunggal tanpa tanda pembeda. Dalam salah satu catatan naskah sebagai yang ditulis oleh Prof. Dr. Nuri Al-Mausi dalam Tahqiq Al-Makhthuthat fi Arwaq Al-Jamiah

Penulisan seperti ini menuntut pembaca untuk memahami teks dari konteks bahasa, bukan sekadar bentuk huruf. Orang Arab asli mampu membacanya tanpa kesulitan, tetapi bagi mereka yang baru masuk Islam dari luar Jazirah, hal ini menimbulkan kebingungan dan kesalahan baca.
Lahirnya Titik dan Harakat

Abu al-Aswad al-Du’ali (w. 69 H/688 M) adalah orang pertama yang memperkenalkan sistem titik sebagai tanda harakat. Titik di atas huruf melambangkan fathah, di bawah untuk kasrah, dan dua titik untuk dhammah. Ia menggunakan tinta merah agar tidak bercampur dengan huruf asli. Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 170 H/786 M) kemudian menyempurnakan sistem ini dengan bentuk yang kita kenal sekarang: garis miring (ـَ) untuk fathah, garis bawah (ـِ) untuk kasrah, dan wau kecil (ـُ) untuk dhammah. Ia juga memperkenalkan tashdid ( ّ ), hamzah (ء), serta membedakan huruf dengan lebih rinci.

Sedangkan i‘jām (titik pembeda huruf seperti ب، ت، ث) mulai diterapkan konsisten pada abad pertama Hijriah untuk menjaga keaslian bacaan, terutama dalam mushaf Al-Qur’an.

Menurut para peneliti, tulisan Arab berkembang dari abjad Aramaik dan muncul di Jazirah Arab sekitar abad ke-4 M. Salah satu bukti tertua adalah naskah batu di Jabal Ram dekat Aqabah (Yordania). Riwayat klasik juga menyebutkan bahwa keturunan Nabi Ismail-lah yang pertama kali mengembangkan tulisan Arab.

Uniknya, setelah lebih dari seribu tahun, praktik menulis Arab tanpa titik kembali muncul—kali ini dalam bentuk tren digital. Pada Mei 2021, sebuah kampanye di media sosial Arab melalui platform Tajawoz mengajak pengguna menulis Arab tanpa titik. Tulisan menjadi samar dan sulit dikenali oleh mesin atau pembaca awam, namun orang yang terbiasa berbahasa Arab masih bisa memahaminya.(Al-yaum)

Fenomena ini viral di seluruh dunia Arab. Banyak yang menganggapnya sekadar permainan linguistik, tetapi sebagian melihatnya sebagai pengingat sejarah bahwa bahasa Arab memang pernah hidup tanpa titik.

Sejarah menunjukkan bahwa penulisan Arab tanpa titik adalah bagian dari warisan budaya dan tradisi ilmiah, bukan sekadar gaya modern. Dari manuskrip kuno karya ulama seperti al-Ḥillī hingga tren digital abad ke-21, tulisan tanpa titik memperlihatkan fleksibilitas dan kekayaan bahasa Arab.

Bahasa ini tidak hanya sarana komunikasi, tetapi juga simbol identitas yang mampu bertahan, beradaptasi, bahkan kembali menghadirkan sisi klasiknya di era digital.

***

خط العلامة الحلي، والمعروف عنه أنه يكتب بلا نقاط، ( أنهاه أيده الله تعالى قراءة وبحثاً وفهماً وضبطاً واستشراحاً وذلك في مجالس آخرها سادس عشري جمادی الآخرة سنة أربع و عشرين و سبعمائة وکتب حسن بن يوسف بن المطهر الحلي مصنف الكتاب حامدا مصليا مستغفرا)
وذكر الأستاذ أبو جعفر الحلي عن هذه النسخة ( والنسخة هذه كتبت في مقام صاحب الزمان عج في الحلة وكتبت عنها مفصلا في كتابي تاريخ مقام الإمام المهدي عج في الحلة).

Ketarangan dalam Tahqiq Al-Makhthuthat fi Arwaq Al-Jamiah oleh Prof. Dr. Nuri Al-Mausi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar